KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya meminta pemerintah dan PT Pertamina segera memberi penjelasan tentang status tanah yang ditempati oleh warga Bendul Merisi, Surabaya, Jawa Timur (Jatim).
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya AH Thony mengatakan, polemik tanah bekas pergudangan milik Pertamina yang ditempati warga Bendul Merisi Jaya IV Surabaya sudah cukup lama berlangsung dan belum menemukan titik temu.
Padahal, warga di wilayah tersebut sudah mengajukan pelepasan pergudangan sejak bertahun-tahun lalu agar mereka bisa mengurus sertifikat tanahnya.
Oleh karena itu, agar tak semakin melebar dan berlarut-larut, DPRD Kota Surabaya berupaya menjadi fasilitator yang menghubungkan warga dengan pemerintah dan Pertamina.
Sebagai langkah awal, Thony dan jajaran melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan berdialog dengan Ketua Tim Penyelesaian Status Tanah Wilayah Bendul Merisi Jaya RW 12 Mochammad Cholil pada Jumat (2/2/2024).
Adapun sebagai fasilitator atau penyambung lidah rakyat, AH Thony menyebutkan bahwa DPRD Kota Surabaya akan berusaha memahami akar persoalan dan mencarikan solusi yang adil.
“Menurut informasi yang kami dapat, tanah seluas 11,57 hektare (ha) itu dulunya merupakan milik negara dan jadi tempat instalasi minyak PT Shell Indonesia pada 1965. PT Shell pun mengajukan sertifikat hak guna bangunan (SHGB). Pada 1992, SHGB tersebut mati dan tidak diperpanjang. Kemudian, beralih menjadi milik PT Pertamina,” ujar Thony dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (5/2/2024).
Thony menambahkan, berdasarkan buku harmoni dan data yang telah ia teliti, meski diambil alih, tapi aset bekas PT Shell tersebut tidak menjadi aset milik Pertamina.
Pasalnya, Pertamina tidak mengurus SHGB dari kepemilikan tanah sehingga statusnya otomatis kembali ke milik negara.
Sejak saat itu, masyarakat mulai masuk ke area tersebut dan mendirikan rumah tinggal dengan segala prosesnya.
Bahkan, warga Bendul Merisi Jaya sudah mengurus administrasi kependudukan secara benar, mulai dari kartu tanda penduduk (KTP) hingga kartu keluarga (KK). Mereka juga menunaikan kewajiban seperti membayar pajak bumi dan bangunan (PBB).
“Berlandas pada hal tersebut, tak heran jika tanah di Bendul Merisi jadi dikelola dan ditinggali warga selama lebih dari 20 tahun belakangan. Jadi, menurut pandangan kami, warga menjadi pihak yang pertama punya hak untuk memiliki tanah itu,” ujar Thony.
Namun, untuk memperjelas situasi, Thony pun ingin agar pemerintah dan PT Pertamina segera memberi kejelasan.
Terlebih, jika pelepasan aset mengacu pada Undang-Undang (UU) Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, maka masalah tidak akan menjadi rumit.
“Dalam UU tersebut dikatakan, siapa pun yang menempati tanah negara lebih dari 20 tahun secara terus-menerus atau turun-temurun, mereka dapat mengajukan hak milik. Belum lagi, Bendul Merisi kini merupakan sebuah kelurahan dengan susunan wilayah RT atau RW. Hal ini menunjukkan bahwa wilayah itu diakui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ataupun pemerintah kota,” tegasnya.
Agar warga segera mendapatkan solusi, Thony juga bertandang ke Badan Pertanahan Nasional (BPN) Surabaya.
Sebagai perwakilan masyarakat, Thony meminta kepada ketua panitia BPN untuk dapat menangani masalah di Bendul merisi dengan baik dan membela masyarakat.
Sempat disalahgunakan
Saat berdialog dengan warga Bendul Merisi Jaya, Thony mengaku terkejut lantaran mengetahui fakta terkait adanya oknum Pertamina yang mengambil kesempatan dengan menjual tanah di Bendul Merisi kepada warga pada 2016.
Awalnya, warga ingin membeli tanah karena tidak tahu tentang status tanah yang ada di wilayah tersebut.
Alhasil, warga itu pun coba mendatangi pihak Pertamina. Namun, warga tersebut malah disodorkan harga oleh pihak Pertamina.
Meski uang penjualan itu sudah dikembalikan kepada warga yang bersangkutan, tapi Thony tetap menyesalkan insiden transaksi jual beli yang terjadi.
“Saya merasa prihatin saat mendengar adanya tujuh warga yang melakukan pembelian tanah ke pihak Pertamina. Sebab, berdasarkan data, tanah itu kan milik negara. Kok bisa diperjualbelikan. meski tidak lama setelah itu uangnya dikembalikan, tapi ini mengindikasikan ada sesuatu. Ada apa dengan Pertamina?,” tanya Thony.
Thony pun mengimbau kepada pihak-pihak tertentu agar tak memperkeruh suasana. Utamanya, pada warga yang ingin mendapatkan sertifikat tanah.
“Kepada siapa pun, jangan membelokkan prosedur baku. Jika sesuai bukti dan prosedur, warga tak perlu berlama-lama mendapatkan sertifikat. Saya kira, masalah ini dibuat berlarut-larut karena ada oknum tertentu yang berkeinginan menguasai tanah demi kepentingan kelompok dengan cara mengabaikan ketentuan hukum,” jelas Thony.
Sementara itu, Cholil menerangkan bahwa warga Bendul merisi siap mengikuti semua proses dan alur yang telah ditetapkan pemerintah.
Terpenting, mereka dapat segera mendapat kepastian karena warga di Bendul Merisi telah berjuang selama lebih dari 20 tahun.
“Perjuangan kamu cukup melelahkan. Jika ada undangan untuk berdialog, kami siap. Bahkan, jika kami diharuskan membayar biaya ganti rugi, kami juga siap. Semua prosedur akan kami ikuti sesuai arahan pemerintah,” tutur Cholil.