KOMPAS.com - Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon meneken nota kesepahaman (MoU) dengan Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) di ruang rapat Wali Kota Cilegon, Rabu (21/2/2024).
Wali Kota Cilegon Helldy Agustian mengatakan, MoU tersebut merupakan tindak lanjut atas bantuan sebesar Rp 102 miliar dari Bank Dunia untuk membangun tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) di Kelurahan Bagendung.
"Jadi, kami membangun pabrik pengolahan sampah ini tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Cilegon karena kita mendapatkan bantuan dari Bank Dunia melalui Ditjen Cipta Karya. Tentu saja, (pembangunan fasilitas ini) menjadi kebanggaan Kota Cilegon," kata Helldy dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Rabu.
TPS Bagendung, ujar Helldy, dapat menampung dan mengolah 200 ton sampah per hari. Angka itu naik signifikan ketimbang kemampuan pengelolaan sampah harian Kota Cilegon, yakni 30 ton sampah per hari.
"Kalau memang pabrik sudah jadi pada 2025, ke depan insyaallah Kota Cilegon menjadi kota defisit sampah, kekurangan sampah," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Wilayah I Ditjen Cipta Karya Kementerian PUPR Sandhi Eko Bramono menjelaskan, Cilegon terpilih menjadi kota yang mendapatkan dana dari Bank Dunia setelah diseleksi dari 40 kabupaten/kota.
Puluhan daerah tersebut diseleksi untuk mengikuti program Improvement of Solid Waste Management to Support Regional and Metropolitan Cities Project (ISWMP). Ini merupakan program berskala nasional yang bekerja sama dengan Bank Dunia untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sampah.
"Dari 40 daerah, kami skrining delapan daerah. Kemudian, menjadi enam daerah, salah satunya Kota Cilegon yang dapat bantuan. Kami melihat komitmen Kota Cilegon luar biasa, salah satunya ada surat dukungan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)," jelasnya.
Menurut Sandhi, TPST dengan luas mencapai satu hektare di Bagendung itu akan mampu melayani sampah dari 400 jiwa.
"Kami akan memulai proyek (selama) 18 bulan yang terdiri dari 12 bulan perencanaan konstruksi dan 6 bulan pengoperasian," jelasnya.
Kerja sama tersebut, lanjut Sandhi, diharapkan dapat menyelesaikan masalah persampahan secara signifikan dan memperpanjang umur teknis TPST Bagendung. Dengan begitu, sampah yang tertampung bisa kembali dimanfaatkan.
"Karena tujuan TPST sudah tidak lagi mazhab kumpul angkut buang, mazhabnya adalah kurangi diolah baru residunya saja yang masuk ke TPA sampah," imbuhnya.