Advertorial

Fakultas Kedokteran Unpar Dorong Mahasiswa untuk Menjadi Agen Pencegahan Perundungan

Kompas.com - 20/03/2024, 19:27 WIB

KOMPAS.com - Perundungan menjadi salah satu permasalahan yang masih kerap terjadi saat ini. Sebagai informasi, perundungan merupakan bentuk perilaku agresif seseorang yang menyebabkan orang lain merasa tidak nyaman atau terluka, baik secara fisik maupun mental.

Selain itu, perilaku yang berisiko dan membahayakan secara fisik, psikologis, sosial akibat penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan kepada seseorang yang lebih lemah juga dapat dianggap sebagai perundungan.

Ketua Program Studi Sarjana Kedokteran dr Elvine Gunawan, SpKJ menjelaskan bahwa terdapat berbagai jenis perundungan, seperti perundungan tradisional, cyberbullying, perundungan seksual, serta perundungan dalam konteks relasi atau sosial.

Perundungan tradisional terdiri dari perundungan secara fisik yang dilakukan dengan menyerang atau agresivitas secara fisik. Perundungan ini juga dapat dilakukan secara verbal dengan menggunakan kata-kata kasar, merendahkan, menghina, serta pengancaman.

Sementara itu, perundungan tidak langsung dapat berupa perundungan relasi dan emosional, seperti merusak hubungan pertemanan, rasa percaya diri, dan kehidupan sosial.

“Perundungan tidak langsung bisa dilakukan dengan mengirim surat gelap, grafiti yang ofensif, isolasi secara sosial, merusak properti, serta mempermalukan seseorang,” ujar dr Elvine dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (20/3/2024).

Terkait cyberbullying, dr Elvine memaparkan bahwa perundungan tersebut dapat berupa perilaku agresif, merendahkan, menghina, serta teror atau manipulasi emosi yang dilakukan melalui teknologi, seperti media sosial, aplikasi pesan, serta forum online.

Selanjutnya, perundungan seksual dapat berupa sentuhan, perkataan yang mengandung unsur seksual, serta paksaan untuk melakukan perbuatan sesuai keinginan pelaku.

Sementara itu, perundungan dalam konteks relasi atau sosial dapat dilakukan dalam bentuk manipulasi hubungan sosial yang bertujuan membahayakan atau untuk mengontrol korban.

“Hal tersebut cukup banyak ditemui dalam proses relasi yang toksik,” tuturnya.

Perundungan, lanjut dr Elvine, disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satunya adalah terlihat berbeda, baik secara gender, tampilan fisik, maupun kondisi disabilitas.

“Perundungan dapat muncul karena terjadi power imbalance. Hal ini menyebabkan seseorang merasa memiliki keberanian lebih untuk merendahkan atau mengancam seseorang,” jelasnya.

Pengalaman traumatik dan kekerasan pada masa kanak-kanak, baik dari keluarga maupun kehidupan sosial, sering kali menjadi penyebab utama aksi perundungan.

Dokter Elvine menyoroti, perundungan dapat berdampak terhadap kesehatan fisik, mental, kehidupan sosial, pendidikan, serta karier.

Korban perundungan kerap merasakan dampak psikologis berupa kondisi kecemasan, depresi, perasaan putus asa, perilaku menyakiti diri sendiri, serta bunuh diri.

Selain itu, korban juga berisiko terdampak secara fisik berupa keluhan fisik dan gejala stres terkait kondisi fisik, disabilitas pada kasus kekerasan fisik, penurunan nilai akademik, performa kerja, serta ketidakhadiran atau absenteeism.

Tak hanya itu, korban perundungan juga sering kali merasa sebagai outsider dan loser. Hal ini menyebabkan muncul perasaan tidak berharga, tidak cukup baik, kesepian, dan rasa percaya diri yang rendah.

“Untuk kasus tertentu, perundungan juga dapat menyebabkan trauma. Akibatnya, korban kerap izin, menghindari kegiatan, minta pindah sekolah secara berkala, serta menunjukkan bekas luka atau mengalami perubahan emosi dan karakter kepribadian,” tutur dr Elvine.

Pencegahan dan intervensi perundungan

Sejatinya, perundungan dapat dicegah dengan berbagai cara. Salah satunya melalui institusi sekolah atau universitas.

Program intervensi perundungan berbasis institusi dan peningkatan kesadaran terhadap perilaku perundungan atau identifikasi korban perundungan terbukti mampu menurunkan munculnya perilaku perundungan di sekolah atau universitas.

Program tersebut, kata dr Elvine, perlu melibatkan multisektor dan berbagai pihak terkait agar mampu meningkatkan kesadaran dan mencegah perilaku perundungan.

Sebut saja, pemangku kebijakan dan anggota institusi, orangtua, komunitas, komunitas atau dukungan teman sebaya, serta pihak eksternal yang memiliki kepedulian.

Inisiatif tersebut turut dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Parahyangan Bandung (FK Unpar).

FK Unpar memiliki metode pencegahan perundungan melalui metode pembelajaran yang bersifat student-centred dan mendukung resilience and wellbeing development.

Melalui pendekatan tersebut, FK Unpar mendorong dan menciptakan lulusan yang berani, berperan aktif sebagai agen pencegahan, serta menjadi bagian dari solusi pencegahan perundungan.

Mahasiswa dididik untuk memahami setiap aspek dalam tumbuh kembang anak selama proses pembelajaran. Langkah ini diambil untuk meminimalisasi pengalaman traumatik yang dapat memicu perilaku perundungan.

Mahasiswa akan dilatih untuk menerapkan regulasi emosi dan kemampuan berempati dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, lulusan FK Unpar memiliki kecerdasan emosional dan sosial untuk melindungi diri dan mengambil langkah tepat pada kasus perundungan.

Untuk mendukung proses pencegahan dan pemulihan, FK Unpar menghadirkan layanan konseling berkualitas bagi seluruh komunitas akademik yang membutuhkan dukungan psikologis. Untuk informasi lebih lanjut, Anda dapat klik tautan berikut.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau