Advertorial

Tradisi Syawalan Bukit Sidoguro Rawat Warisan Budaya Asli Klaten

Kompas.com - 18/04/2024, 12:02 WIB

KOMPAS.com – Ribuan warga memadati Bukit Sidoguro, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah (Jateng), untuk mengikuti puncak tradisi Syawalan, Rabu (17/4/2024). Tradisi tahunan ini digelar setiap hari ketujuh pada Syawal dalam penanggalan Islam.

Rangkaian acara dimulai dengan kirab gunungan ketupat dari pintu masuk Bukit Sidoguro menuju amfiteater yang menjadi venue utama.

Bupati Klaten Sri Mulyani dan Wakil Bupati Klaten Yoga Hardaya beserta jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Kabupaten Klaten turut serta dalam arakan gunungan ketupat tersebut.

Rombongan Bupati disambut tari kreasi dari Sanggar Omah Wayang saat tiba di vanue utama. Usai sambutan dan doa bersama, arakan gunungan ketupat yang dihias dengan aneka sayur dan buah memasuki amfiteater. Arakan ini juga diikuti Duta Pariwisata Kabupaten Klaten yang membawa udik-udikan dalam keranjang janur.

Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata Pemuda dan Olahraga (Disbudparpora) Kabupaten Klaten Sri Nugroho mengatakan, terdapat 25 gunungan ketupat hasil sumbangan beberapa instansi, baik pemerintahan maupun non-pemerintahan. Pihaknya juga menyediakan 1.000 porsi ketupat opor siap santap untuk dibagikan kepada masyarakat.

“Tradisi Syawalan digelar sebagai salah satu bentuk pelestarian budaya nenek moyang berupa ketupat lebaran. Ketupat atau kupat dalam bahasa Jawa memiliki makna ngaku lepat atau mengakui kesalahan yang dilanjutkan dengan saling memberikan maaf,” jelas Sri dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (18/4/2024).

Menurutnya, tradisi yang mengambil tema “Ngapuro Ing Ngapuro Tumuju Ing Fitri” itu juga menjadi salah satu bentuk promosi pariwisata dan sarana silaturahmi masyarakat dengan pamong praja atau unsur pemerintah dalam momen Lebaran.

“Kami berharap, tradisi itu turut berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat di sekitar obyek wisata Bukit Sidoguro dan Rawa Jombor,” ucap Sri.

Pada kesempatan itu, Bupati Klaten Sri Mulyani menyampaikan apresiasi kepada masyarakat yang hadir memeriahkan acara. Dengan antusiasme masyarakat, kata dia, warisan nenek moyang ini dapat dilestarikan.

“Kegiatan ini bukan hanya sebagai hiburan dan tradisi, melainkan juga sarana silaturahmi dan pelestarian budaya. Mewakili Pemerintah Kabupaten Klaten, saya juga menyampaikan mohon maaf lahir dan batin,” kata Bupati.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com