Advertorial

Kisah Petani Pepaya Raup Omzet Rp 36 Juta per Bulan berkat Pinjaman Ultramikro BRI

Kompas.com - 18/04/2024, 17:47 WIB

KOMPAS.com – Hidup di desa menuntut setiap orang untuk memiliki kepekaan terhadap setiap peluang usaha. Oleh karena itu, memaksimalkan potensi daerah menjadi satu hal yang tidak bisa ditinggalkan oleh mereka yang tinggal di kawasan ini.

Hal itu dilakukan oleh Partini, petani pepaya yang tinggal di Desa Pace, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Jawa Timur.

Di tengah kesibukan mengurus suami dan anak, Partini punya mimpi besar, yakni menjadi pengusaha tani yang sukses.

Dia tak memungkiri bahwa memulai usaha di bidang pertanian merupakan jalan sunyi serta sering dikaitkan dengan citra negatif, seperti kotor, tradisional, dan tidak menghasilkan banyak cuan.

Padahal, saat ini, bisnis pertanian cukup menjanjikan karena kebutuhan pangan akan terus meningkat seiring pertumbuhan jumlah penduduk. Bisnis ini juga makin menjanjikan jika pebisnis mengetahui karakteristik wilayah yang ditempatinya.

Desa Pace yang ditinggali Partini, misalnya, memiliki karakteristik tanah yang subur dan sedikit berpasir. Oleh karena itu, tanaman yang cocok untuk ditanam adalah pepaya. Sebab, pepaya dapat tumbuh subur pada dataran rendah sampai medium dengan pengairan yang relatif minim.

Satu pohon pepaya bisa menghasilkan puluhan buah. Selain itu, pepaya juga mempunyai waktu panen yang lebih singkat ketimbang tumbuhan lain, yakni sekitar 10-15 hari.

Partini sendiri sudah memetik hasil dari perkebunan pepaya California yang dikelolanya. Dalam satu hektare lahan, dia bisa menghasilkan 2-3 ton pepaya.

Pada masa tanam pertama, dibutuhkan waktu 7-8 bulan untuk menghasilkan buah. Setelah itu, buah pepaya bisa dipanen setiap 10-15 hari sekali.

“Artinya, bisa panen dua kali dalam satu bulan,” tutur Partini dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (18/4/2024).

Pepaya California, lanjut dia, dijual dengan harga Rp 6.000 per kg. Dengan demikian, Partini bisa meraup omzet hingga 18 juta saat panen sebanyak 3 ton atau Rp 36 juta untuk 2 kali panen.

Pada satu hektare lahan yang dimilikinya, Partini tidak hanya menanam pepaya, tetapi juga cabai dan terong.

“Meskipun sedikit, tanaman tersebut bisa dijual ke warung-warung sekitar untuk tambah-tambah uang dapur,” kata Partini.

Partini mengakui, usahanya tak selalu berjalan mulus. Ia bahkan pernah kehabisan modal karena tanamannya diserang hama. Di satu sisi, dia harus tetap menjalankan usahanya untuk bertahan hidup.

Beruntung, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI hadir untuk memberikan pinjaman ultra mikro Kredit Cepat atau KECE.

“Waktu itu saya dikasih tahu oleh tetangga (bahwa) ada produk pinjaman KECE. Saya cari tahu ke sana kemari. Ternyata, produk ini sesuai dengan kebutuhan karena tidak perlu pakai agunan. Yang penting, (kreditur) sudah punya usaha dan omzet buat bayar angsuran,” cerita Partini.

Makin produktif

Berkat KECE, Partini mendapatkan dukungan pendanaan dari BRI sehingga ia bisa memiliki usaha yang lebih besar seperti sekarang.

Saat itu, Partini mendapatkan pendanaan sebesar Rp 5 juta. Dana ini dimanfaatkan sebagai modal untuk memajukan usaha perkebunan pepayanya.

“Awal dapat pinjaman itu hanya Rp 5 juta. Kemarin, saya baru ambil lagi Rp 7 juta,” tutur Partini.

Partini mengatakan, program KECE tidak sebatas menyalurkan dana, tetapi juga memberikan pelatihan lewat mantri BRI sehingga kreditur bisa lebih produktif.

“Sebelumnya, saya hanya jual pepaya saja. Barangnya ambil dari petani. Sekarang, saya punya perkebunan (pepaya) di beberapa lokasi. Bahkan, saya juga jual bibit kepada petani sekitar,” tambah dia.

Lewat program KECE, Partini juga mendapat edukasi mengenai pengelolaan bisnis yang inovatif dan pembayaran digital.

“Dulu, saya tidak tahu cara mengecek transferan yang sudah masuk. Sejak dapat pinjaman dari KECE, saya bisa lihat langsung kalau transferan sudah masuk. Saya cukup lihat dari HP,” ucap Partini.

Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengatakan bahwa perseroan akan terus mendorong pemberdayaan segmen ultramikro (Umi), seperti Partini, sebagai upaya untuk mengakselerasi ekonomi Indonesia secara optimal.

“Akses pembiayaan bagi usaha Umi yang terbuka dapat memberikan fleksibilitas dan daya adaptasi yang baik bagi pengembangan usaha. Di samping itu, mendekatkan jangkauan inklusi keuangan pada kelompok ini juga dapat membuka ruang tumbuh usaha menjadi lebih luas sehingga saving capacity pun ikut meningkat,” imbuh Supari.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com