Advertorial

Beredar Isu Uang Hilang di Media Sosial, BRI Paparkan Beberapa Faktanya

Kompas.com - 07/05/2024, 13:08 WIB

KOMPAS.com – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI menghimbau masyarakat agar tidak terpancing isu uang hilang dan bijaksana dalam menggunakan media sosial.

Pada dua minggu terakhir, muncul konten video di media Instagram, Tiktok, Facebook, dan X yang berisi informasi uang hilang di tabungan serta ajakan ke masyarakat untuk menarik dananya dari bank.

Menanggapi hal tersebut, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menjabarkan fakta-fakta yang dialami oleh BRI terkait beredarnya video uang hilang di masyarakat pada beberapa waktu terakhir:

  1. Konten diviralkan melalui media sosial dan beredar di WhatsApp

Hendy menyebut, konten dan informasi mengenai uang hilang di BRI yang viral di media sosial hingga beredar melalui WhatsApp tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Konten tersebut dengan sengaja diviralkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab dan meresahkan masyarakat karena sebagian di antaranya berisi ajakan untuk menarik tabungannya.

  1. Diviralkan dan diramaikan oleh akun-akun bodong

Konten yang berisi tentang narasi menabung di bank tidak aman serta ajakan untuk menarik semua uang dari BRI ini memiliki kemiripan yaitu di-posting oleh akun-akun tidak kredibel.

Salah satunya adalah akun Instagram @kr1t1k_p3d45 yang mengunggah sebuah video berisikan potongan dari video lama tahun 2023 di portaljtv.com dengan narasi bahwa menabung di bank tidak aman karena adanya uang nasabah yang “hilang”, Jumat (3/5/2024).

Sebelumnya, pada April juga sempat viral di TikTok yang diunggah akun @rakyatdotn ews dan WhatsApp mengenai kasus raibnya uang nasabah di Makassar bernama Sigit Prasetya sebesar Rp 400 juta pada 2018.

Akan tetapi, faktanya uang tersebut diambil sendiri oleh nasabah dan diinvestasikan kepada pihak tidak resmi (bodong) yaitu teman dekat Sigit yang merupakan eks pekerja BRI bernama Zul Ilman Amir.

Selain itu, akun media sosial (Instagram, Tiktok, Facebook) Rama News (@ramanews) juga mengunggah sebuah video yang terklarifikasi hoaks. Video tersebut diambil dari akun TikTok @widia_pengamatpolitik dengan narasi bahwa terdapat kejadian nasabah BRI yang kehilangan uang akibat efek dari pemilu untuk serangan bansos.

  1. Dipenuhi informasi hoaks dan kejadian lama

Kejadian uang hilang yang diviralkan merupakan kejadian-kejadian lama dengan informasi yang tidak lengkap. Misalnya, video yang diunggah akun Instagram @kr1t1k_p3d45 pada platform X merupakan kejadian lama yang terjadi pada 12 Juni 2023. Ketiga nasabah tersebut merupakan korban tindak kejahatan penipuan online atau social engineering.

“Jadi, tidak benar apabila dinarasikan menabung di bank tidak aman, karena dalam kejadian tersebut nasabah menjadi korban pelaku kejahatan social engineering atau kejahatan penipuan perbankan,” tutur Hendy melalui siaran persnya, Selasa (7/5/2024).

Sementara itu, informasi yang diviralkan di media sosial TikTok oleh akun @rakyatdotnews terkait kasus investasi bodong Rp 400 juta yang dilakukan nasabah bernama Sigit Prasetya di BRI Makassar merupakan kejadian pada 29 Agustus 2018.

  1. BRI ambil langkah hukum

Atas beredarnya video dan konten-konten tersebut, BRI mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang dengan sengaja menyebarkan berita atau konten menyesatkan dan tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.

“BRI mengambil tindakan tegas dan mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak terkait, karena konten berisi informasi yang menyesatkan, merusak citra BRI, dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat,” ujar Hendy.

  1. Pengamat sebut menabung di bank aman

Soal ajakan menarik uang karena isu banyaknya uang hilang, Ekonom Segara Institute Piter Abdullah menilai, hal tersebut tampak tidak masuk akal karena bank merupakan unit usaha di Indonesia yang paling ketat diawasi pemerintah.

Pengawasan ketat bank ini dilakukan untuk memberikan kepercayaan kepada publik kepada sektor perbankan.

Piter menjelaskan, dari awal berdiri, ada banyak aturan yang harus dipatuhi bank, belum lagi pengawasan ketat yang dilakukan berbagai instansi. Bahkan, apabila bank terpaksa bangkrut pun aturan yang harus dipatuhi juga banyak.

"Lembaga perbankan itu paling diawasi. Sangat diregulasi. Satu-satunya usaha yang diawasi dari izin mau lahir sampai dia bangkrut itu diatur. Perusahaan mana yang seketat itu? Hanya perbankan," papar Piter.

Piter berpendapat, potensi penyebaran berita bohong alias hoax ini berasal dari ajakan rush money di media sosial. Masyarakat juga harus waspada dan jangan termakan omongan.

Apalagi, lanjutnya, dengan alasan uang yang mendadak hilang saat ditabung di bank. Bila tidak ada bukti dari pihak yang menyebarkan ajakan tersebut, maka penyebar isu tersebut dapat dipidanakan.

"Yang melakukan ajakan ini seharusnya bisa dipidana. Karena ajakan ini tidak berdasar dan cenderung menyampaikan hoaks. Tadi disebutkan ada dana yang hilang, ini kan harusnya dibuktikan. Kalau tidak ada buktinya, maka seharusnya yang bersangkutan mendapatkan hukuman," tutur Piter.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau