KOMPAS.com - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian menekankan tiga poin penting pada Ministerial Meeting The 10th World Water Forum (WWF) atau Forum Air Sedunia ke-10 di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kabupaten Badung, Bali, Senin (20/5/2024).
Poin pertama, kata Mendagri, memastikan solidaritas dan inklusivitas di antara seluruh negara dan pemangku kepentingan terkait air.
Mendagri berharap, WWF ke-10 dapat mendorong upaya inovatif untuk menjamin keberlanjutan sektor air.
“Kita harus terus memberikan hasil nyata terkait pengelolaan sumber daya air terpadu, akses terhadap air minum bersih dan aman, serta sanitasi yang memadai,” ujar Tito dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin.
Poin kedua, lanjut Tito, membangun sinergi dalam berbagai proses yang terkait dengan pengelolaan air.
Untuk itu, ia meminta keterlibatan seluruh pihak, mulai dari tingkat internasional, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), nasional, regional, hingga lokal.
Proses-proses tersebut, imbuh Mendagri, dapat memastikan implementasi nyata dari target dan tujuan global terkait air, termasuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) 2030.
Poin ketiga, lanjut Tito, mengarahkan komitmen politik yang membawa hasil nyata.
Ia menegaskan, pemerintahan di seluruh dunia perlu menjalankan apa yang diucapkan secara serius serta mengubah diskusi menjadi tindakan.
Pembuatan kebijakan yang efektif dan komitmen jangka panjang terhadap solusi air akan menentukan keberhasilan pembahasan saat ini dan seterusnya.
“Forum Air Dunia ke-10 harus menjadi mercusuar yang memandu jalan menuju kerja sama yang inklusif, berdampak, dan saling menguntungkan guna melindungi generasi mendatang,” kata Tito.
Diperlukan kepemimpinan kuat
Tito melanjutkan, permasalahan air tidak hanya menjadi tanggung jawab para profesional dan akademisi.
Tak kalah penting, diperlukan kepemimpinan kuat dari para pembuat kebijakan yang menekankan bahwa air bersifat politis.
“Saat ini adalah situasi mendesak bagi umat manusia. Pemerintah harus menunjukkan solidaritas dan berkolaborasi dalam mengatasi krisis air,” tuturnya.
Pada kesempatan sama, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, kepercayaan sebagai tuan rumah WWF ke-10 merupakan kehormatan bagi Indonesia.
“(Forum ini penting) untuk meneguhkan komitmen bersama dan merumuskan aksi nyata pengelolaan air yang inklusif dan berkelanjutan,” tuturnya.
Jokowi menegaskan bahwa tanpa air, makanan, perdamaian, dan kehidupan tidak akan eksis. Oleh sebab itu, air harus dikelola dengan baik karena setiap tetes sangat berharga.
“Sebagai negara dengan luas perairan yang mencapai 65 persen, Indonesia kaya kearifan lokal dalam pengelolaan air, mulai dari sepanjang garis pantai, pinggiran aliran sungai, sampai tepian danau,” kata Jokowi.
Jokowi menambahkan, masyarakat di Tanah Air memiliki budaya terhadap air. Salah satunya, sistem perairan subak di Bali yang dipraktikkan sejak abad 11. Bahkan, sistem ini diakui sebagai warisan budaya dunia.
Bagi masyarakat Bali, lanjut Jokowi, air adalah kemuliaan yang mengandung nilai-nilai spiritual dan budaya yang harus dikelola bersama-sama. Hal tersebut sejalan dengan tema WWF ke-10 yaitu “Air Bagi Kemakmuran Bersama”.
Tema tersebut dapat dimaknai menjadi tiga prinsip dasar, yaitu menghindari persaingan, mengedepankan pemerataan dan kerja sama inklusif, serta menyokong perdamaian dan kemakmuran bersama.
“Tiga makna tersebut dapat terwujud dengan sebuah kata kunci, yaitu kolaborasi. Di Indonesia, kolaborasi telah menjadi kunci keberhasilan dalam merestorasi Sungai Citarum, pengembangan energi hijau, dan panel surya terapung di Waduk Cirata yang menjadi (waduk) terbesar di Asia Tenggara dan ketiga di dunia,” tuturnya.
Ia berharap, dunia bisa bergandengan tangan secara berkesinambungan untuk dapat memperkuat komitmen kolaborasi dalam mengatasi tantangan global terkait air.
Pasalnya, air adalah sumber kehidupan sekaligus simbol keseimbangan dan keharmonisan. Namun, dapat menjadi bencana jika tidak dikelola dengan baik.
“Bisa dibayangkan, dari 72 persen permukaan bumi yang tertutup air, hanya 1 persen yang bisa diakses dan digunakan sebagai air minum dan keperluan sanitasi. Bahkan, pada 2050, 500 juta petani kecil sebagai penyumbang 80 persen pangan dunia diprediksi paling rentan mengalami kekeringan,” terang Jokowi.
Sebagai informasi, selain Presiden Joko Widodo dan jajaran menteri, pembukaan KTT WWF ke-10 di Bali turut dihadiri Chief Executive Officer (CEO) Tesla Elon Musk, Kepala Pemerintahan Maroko H E Mr Aziz Akhannouch, dan Presiden World Water Council Loïc Fauchon.