KOMPAS.com – Salah satu tokoh manajemen dunia, Michael Porter, pernah menyatakan bahwa keunggulan kompetitif adalah kemampuan yang diperoleh suatu perusahaan lewat karakteristik dan sumber daya.
Hal tersebut memungkinkan perusahaan memiliki kinerja lebih tinggi dibandingkan pesaingnya di industri atau pasar yang sama.
Keunggulan kompetitif bisa didapat lewat keunggulan biaya. Konsep ini juga diterapkan oleh beberapa negara untuk menciptakan ketahanan pangan.
Saat ini, masalah geopolitik dan krisis iklim telah membuat beberapa negara pengekspor beras terbesar membatasi jumlah ekspor. Hal itu menyebabkan krisis pangan mulai menghantui negara-negara lain.
Untuk menjaga stabilitas pangan, Perusahaan Umum (Perum) Badan Urusan Logistik (Bulog) akan melakukan langkah strategis melalui kerja sama ekonomi dan investasi pangan dengan Kamboja. Langkah ini diambil untuk mencapai keunggulan kompetitif rantai pasok beras.
Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi menyatakan bahwa investasi pangan di Kamboja tidak hanya memperluas jangkauan geografis, tetapi juga untuk mewujudkan keunggulan kompetitif rantai pasok beras dan ketahanan pangan Indonesia.
“Hal ini sesuai dengan salah satu visi transformasi kami untuk menjadi pemimpin rantai pasok pangan tepercaya,” ujar Bayu dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (14/6/2024).
Menurut Kerangka Sampel Area (KSA) Badan Pusat Statistik (BPS), produksi beras diperkirakan menurun menjadi 2,12 juta ton pada Juni 2024. Penurunan ini dipengaruhi oleh krisis iklim.
Di sisi lain Direktur The Climate Reality Project Indonesia sekaligus Ketua Omar Niode Foundation Amanda Katili Niode menyatakan bahwa Indonesia berada di tengah polikrisis.
Krisis tersebut mencakup ekonomi, iklim, kesehatan, dan pangan yang saling memengaruhi satu sama lain.
“Hal ini membuat kita tidak bisa melihat setiap masalah sebagai masalah yang berdiri sendiri. Semua saling terkait dan dampaknya terhadap manusia sangat besar. Namun, hal yang paling menjadi sorotan dunia saat ini adalah perubahan iklim," ujar Amanda.
Menurut peringkat SeaSia.co, Kamboja—sebagai produsen beras yang makin diperhitungkan di Asia Tenggara—memiliki tanah subur serta sumber air melimpah dari Sungai Mekong dan anak sungai lain.
Kondisi tersebut sangat cocok untuk tanaman padi yang membutuhkan banyak air. Adapun karakteristik kesuburan tanahnya juga menyerupai tanah di Pulau Jawa.
“Beberapa negara sudah mulai menaruh minat untuk melakukan investasi pangan di Kamboja. Contohnya adalah Qatar yang sempat mengalami masalah ketahanan pangan,” ujar pakar pangan Indonesia Tito Pranolo.
Lahan murah dan daerah pertanian yang subur, lanjut Tito, membuat Kamboja memiliki potensi besar di industri pertanian.
Investasi pangan ke Kamboja merupakan salah satu langkah strategis pemerintah Indonesia untuk menjawab tantangan ketahanan pangan. Bayu menutup dengan menyatakan kesiapan untuk melaksanakan penugasan dan komunikasi dengan pelaku usaha beras di sana.
Bayu mengaku bahwa pihaknya siap melaksanakan investasi, termasuk melakukan komunikasi dengan beberapa pelaku usaha beras di Kamboja.
“Kami berharap, kerja sama yang telah terjalin selama ini dapat meningkat sejalan dengan rencana kerja sama ekonomi dan investasi pangan Perum Bulog,” tandas Bayu.