KOMPAS.com – Muda mudi atau generasi muda harus mulai memahami stunting sejak dini. Sebab, pengetahuan yang minim tentang stunting dapat mengakibatkan rendahnya kualitas keturunan mereka di masa depan.
PIC Produksi Konten dan Diseminasi Informasi Kesehatan Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) Septa Dewi Anggraeni mengatakan bahwa stunting merupakan masalah serius yang mengancam masa depan generasi muda Indonesia.
Hal itu ia sampaikan di hadapan para generasi muda yang juga merupakan pegiat digital dalam acara GenbestTalk di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan (Sulsel), Kamis (11/7/2024).
“Stunting menjadi ancaman bagi Indonesia dalam mencapai bonus demografi karena dapat mengurangi produktivitas generasi muda di masa depan akibat masalah kesehatan ataupun daya saing,” jelas Septa dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (12/7/2024).
Dia pun mengimbau generasi muda untuk selalu menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) agar anak-anak mereka kelak terhindar dari bahaya stunting.
Dalam acara tersebut, Dokter Spesialis Gizi Klinik Putri Sakti menjabarkan, stunting merupakan gangguan pertumbuhan yang terjadi pada dua tahun pertama kehidupan.
Stunting salah satunya ditandai dengan tinggi badan yang lebih pendek dari anak-anak seusianya. Meski demikian, ia menekankan bahwa anak yang bertubuh pendek belum berarti stunting. Sebab, stunting juga terkait dengan tingkat kecerdasan.
“Stunting berhubungan dengan kecerdasan dan berbagai macam penyakit yang terjadi pada anak. Oleh karenanya, kondisi anak harus terus dijaga karena perkembangan otak yang optimal terjadi pada dua tahun pertama kehidupan,” papar Putri.
Berkaca dari hal itu, Putri menilai bahwa peningkatan kesadaran terhadap stunting kepada generasi muda dapat menjadi langkah pencegahan stunting yang efektif.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulsel Ishaq Iskandar yang turut hadir pada acara tersebut juga mengatakan bahwa Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulsel telah melakukan berbagai upaya pencegahan dan penanganan stunting, termasuk berkolaborasi dengan berbagai pihak.
Beberapa upaya tersebut adalah membuat aturan bupati yang mewajibkan konsumsi tablet tambah darah bagi remaja putri untuk mengatasi anemia. Ada pula program sarapan dan minum susu di sekolah, serta program Rumah Gizi yang dilakukan kelompok Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK).
Selain itu, Dinkes Sulsel juga gencar memberikan edukasi terhadap ibu hamil agar kontrol sebanyak enam kali dan mendapatkan pemeriksaan ultrasonografi (USG) gratis di Puskesmas. Kemudian, Dinkes Sulsel juga menyediakan alat-alat antropometri untuk pengukuran dan penimbangan bayi.
“Jadi, kalau ada anak dengan gejala stunting, bisa (langsung) disampaikan ke kader, kepala desa, atau Puskesmas agar bisa diperiksa dan diupayakan agar kondisinya tidak memburuk,” jelas Ishaq.
Terkait dengan penanganan stunting, Ishaq mengimbau masyarakat untuk berkolaborasi dengan pemerintah. Menurutnya, stunting bisa dicegah dan diatasi dengan kolaborasi. Hal ini karena stunting adalah permasalahan bersama.
Selain pemberian materi tentang pencegahan stunting, acara GenbestTalk juga diisi dengan materi pembuatan konten oleh pembuat konten Josh Hartwich.
“Dengan adanya kegiatan tersebut, peserta diharapkan dapat menjadi agen perubahan aktif yang membantu dalam menyebarkan informasi terkait stunting kepada masyarakat,” kata Septa.
Untuk diketahui, Genbest merupakan gerakan yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo.
Genbest bertujuan untuk mendorong masyarakat, khususnya generasi muda, agar menerapkan pola hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui situs genbest.id dan media sosial @genbest.id, Genbest menyediakan berbagai informasi mengenai stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, sanitasi, kesiapan pernikahan, serta reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografik, dan videografik.