Advertorial

Jangan Keliru, Ini Perbedaan Pajak Parkir dan Retribusi Parkir yang Perlu Diketahui

Kompas.com - 23/09/2024, 08:00 WIB

KOMPAS.com – Ketersediaan lahan parkir menjadi kebutuhan mendasar bagi masyarakat perkotaan. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengatur dan mengelola lahan parkir dengan baik.

Namun, banyak masyarakat masih keliru membedakan antara pajak parkir dan retribusi parkir. Padahal, kedua pungutan ini memiliki perbedaan, baik karakteristik maupun dasar hukumnya.

Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) DKI Jakarta Morris Danny menjelaskan perbedaan signifikan antara pajak parkir dan retribusi parkir.

"Retribusi parkir dan pajak parkir terdapat perbedaan yang signifikan, baik dari segi obyek maupun ketentuan pengecualiannya," ujar Morris dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (20/9/2024).

Morris menjelaskan, berdasarkan Pasal 1 ayat (35) Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, pajak parkir termasuk dalam kategori Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa parkir. PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu.

Masih berdasarkan beleid tersebut, pajak jasa parkir adalah pajak atas jasa penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau pelayanan memarkirkan kendaraan untuk ditempatkan di area parkir, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

Berdasarkan Pasal 48 Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024, jasa parkir yang dikenakan PBJT adalah sebagai berikut.

  1. Penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir, dan/atau termasuk tempat parkir yang dimiliki oleh pemerintah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, dan pemerintah daerah lain yang penyelenggaraan dan/atau pengelolaannya diserahkan kepada pihak swasta.

Hal itu termasuk tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri dengan dipungut bayaran.

  1. Pelayanan memarkirkan kendaraan (parkir valet). Layanan parkir valet merupakan jenis obyek pajak baru yang diatur dalam UU HKPD dan Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Namun, tidak semua penyelenggara parkir dikenakan PBJT atas jasa parkir. Terdapat sejumlah pengecualian yang diatur dalam Pasal 48 ayat (3) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024 yang berlaku untuk beberapa kategori.

  1. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan pemerintah dan Pemprov DKI Jakarta.
  2. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh perkantoran yang hanya digunakan untuk karyawannya sendiri.
  3. Jasa tempat parkir yang diselenggarakan oleh kedutaan, konsulat, dan perwakilan negara asing dengan asas timbal balik.
  4. Penyelenggaraan penitipan kendaraan bermotor dengan kapasitas sampai dengan sepuluh kendaraan roda empat atau lebih dan/atau kapasitas sampai dengan dua puluh kendaraan roda dua.
  5. Penyelenggaraan tempat parkir yang semata-mata digunakan untuk usaha memperdagangkan kendaraan bermotor.

Retribusi parkir

Morris mengatakan, jenis retribusi daerah terdiri atas Retribusi Jasa Umum, Retribusi Jasa Usaha, dan Retribusi Perizinan Tertentu.

Retribusi parkir tergolong dalam obyek Retribusi Jasa Umum seperti yang tercantum dalam Pasal 67 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Berdasarkan beleid tersebut, retribusi parkir meliputi pelayanan parkir di tepi jalan umum. Pelayanan parkir ini ditentukan oleh Pemprov DKI Jakarta dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

"Retribusi Jasa Umum adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan yang disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan," jelas Morris.

Selain itu, retribusi parkir juga termasuk ke dalam obyek Retribusi Jasa Usaha seperti yang tercantum dalam Pasal 74 ayat (1) Perda DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2024.

Morris menjelaskan, Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan jasa usaha.

Retribusi itu mencakup penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan yang merupakan penyediaan tempat khusus parkir di luar badan jalan yang disediakan, dimiliki, dan/atau dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta.

Adapun tempat khusus parkir di luar badan jalan adalah tempat khusus parkir di luar ruang milik jalan. Contohnya, tempat parkir yang disediakan di gedung, bangunan, atau area lain yang dimiliki atau dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta, seperti tempat parkir di rumah sakit, pasar, sarana rekreasi, dan/atau sarana umum lain.

Berdasarkan pemaparan tersebut, dapat disimpulkan bahwa retribusi merupakan pemasukan daerah yang berasal dari usaha pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana ini ditujukan untuk memenuhi kepentingan masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi. 

“Dengan tersedianya sarana dan prasarana tersebut, masyarakat, baik individu maupun badan atau korporasi, diwajibkan memberikan pengganti berupa uang sebagai pemasukan kas daerah,” kata Morris.

Morris melanjutkan, salah satu tujuan retribusi parkir adalah mengatur lahan parkir agar dapat digunakan semaksimal mungkin. Apalagi, saat ini, hampir setiap individu atau keluarga memiliki kendaraan.

Adapun fungsi utama pemungutan retribusi parkir mirip dengan pajak, yaitu sebagai sumber tambahan pendapatan daerah.

Pentingnya memahami perbedaan

Perbedaan PBJT jasa parkir dan retribusi parkir penting dipahami masyarakat agar lebih bijak dalam membedakan keduanya.

Kedua jenis pungutan itu memiliki dasar hukum, tujuan, obyek, dan pengecualian yang berbeda, meskipun sama-sama berfungsi sebagai sumber pendapatan daerah dan alat untuk mengatur penggunaan lahan parkir.

PBJT jasa parkir merupakan pungutan atas penyediaan atau penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan dan/atau layanan parkir valet, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor yang pengelolaannya dilakukan oleh pihak swasta. 

Sementara itu, retribusi parkir adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pelayanan parkir yang disediakan oleh pemerintah daerah, bisa berupa pelayanan parkir di tepi jalan umum atau tempat khusus parkir di luar badan jalan yang dimiliki oleh pemerintah.

Tujuan dari retribusi parkir adalah mengatur lahan parkir dan meningkatkan pendapatan daerah dengan pengecualian yang lebih sedikit jika dibandingkan PBJT jasa parkir.

Tempat parkir yang dikenakan PBJT jasa parkir di antaranya adalah pelataran parkir, gedung parkir, penitipan kendaraan bermotor, dan juga garasi kendaraan yang melakukan pungutan pembayaran atau tempat usaha yang berkaitan dengan pokok usaha.

Sementara, contoh tempat parkir yang terkena retribusi parkir adalah parkir di tepi jalan umum dan juga di tempat khusus parkir yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah.

“Dengan memahami perbedaan itu, masyarakat diharapkan dapat lebih bijak dalam membedakan antara pajak dan retribusi parkir. Selain itu, masyarakat juga diharapkan mendukung upaya pemerintah dalam mengelola dan memaksimalkan penggunaan lahan parkir di daerah perkotaan,” ucap Morris.

Dengan begitu, imbuhnya, dapat tercipta sistem parkir yang lebih teratur, efisien, dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau