Advertorial

Kemenkominfo Ajak Anak Muda Sumba Timur Sadar Stunting

Kompas.com - 27/09/2024, 11:37 WIB

KOMPAS.com — Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berdaya saing global, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) terus berusaha meningkatkan kesadaran masyarakat terkait permasalahan stunting.

Ketua Tim Informasi dan Komunikasi Kesehatan Kemenkominfo Riski Lustiono menuturkan, pengentasan stunting telah menjadi salah satu program prioritas nasional.

"Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia berhasil menurunkan prevalensi stunting dari 37,2 persen menjadi 21,5 persen pada 2023," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Jumat (27/9/2024).

Riski pun mengapresiasi penurunan prevalensi stunting di Indonesia dari tahun ke tahun.

Namun, ia juga menekankan bahwa masih banyak tantangan yang harus dihadapi demi menurunkan angka stunting di Indonesia.

"Penurunan angka stunting penting karena akan berdampak pada daya saing bangsa. Anak yang terlahir stunting berisiko memiliki kecerdasan rendah sehingga dapat membuat produktivitasnya menurun," jelasnya.

Oleh karena itu, Riski pun mengajak anak-anak muda untuk menerapkan gaya hidup sehat, mengonsumsi makanan bergizi, dan menjaga kesehatan lingkungan.

"Kalian adalah calon orangtua yang diharapkan bisa melahirkan generasi sehat dan menjadi agen perubahan dalam menurunkan angka stunting," tambahnya.

Staf Ahli Bupati Sumba Timur Bidang Perekonomian, Keuangan, dan Pembangunan Merliaty Praing Simanjuntak turut menekankan pentingnya pengetahuan tentang stunting bagi generasi muda.

Menurutnya, stunting berdampak serius pada kualitas SDM di masa depan. Oleh karena itu, pemahaman dan kolaborasi dari berbagai pihak sangat diperlukan untuk mewujudkan generasi yang sehat dan berkualitas atau Generasi Emas 2045.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumba Timur Rambu M R K U Djima menyampaikan bahwa masalah stunting di Sumba Timur berawal dari anemia pada remaja putri.

Kondisi tersebut yang kemudian menyebabkan kehamilan dengan kekurangan energi kronis (KEK) dan akhirnya melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) dengan berat kurang dari 2.500 gr yang berisiko stunting.

Menurut Rambu, upaya pemberantasan stunting harus dimulai dari perbaikan kesehatan, terutama mengatasi anemia pada remaja putri.

Sebagai informasi, remaja putri wajib mengkonsumsi tablet tambah darah satu kali dalam seminggu untuk mencegah anemia dan stunting.

Terkait hal tersebut, pemerintah setempat memiliki beberapa program pencegah stunting termasuk pemberian tablet tambah darah gratis, pemeriksaan kehamilan, serta penyediaan ASI eksklusif untuk bayi usia 0-6 bulan.

Dokter spesialis anak dan influencer Kurniawan Satria Denta juga menekankan bahwa pencegahan stunting harus dilakukan sejak dini, bahkan sebelum kehamilan terjadi.

Menurutnya, penyebab utama stunting bukan kemiskinan, tetapi kurangnya pengetahuan masyarakat.

“Semakin besar pengetahuan masyarakat tentang stunting maka akan semakin mudah pula untuk memberantasnya,” ujar Kurniawan.

Acara itu juga memberikan kesempatan bagi peserta untuk mengikuti lokakarya membuat konten edukatif seputar stunting yang dipandu oleh kreator konten Anisa Citra Salsabila.

Dengan lokakarya itu, diharapkan peserta dapat membuat konten yang menarik dan edukatif untuk meningkatkan kesadaran publik tentang stunting.

Sebagai informasi, Genbest yang diinisiasi oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo bertujuan untuk mendorong generasi muda menerapkan pola hidup bersih dan sehat.

Melalui situs web genbest.id dan media sosial @genbestid, Genbest menyediakan berbagai informasi seputar stunting, kesehatan, nutrisi, tumbuh kembang anak, dan reproduksi remaja dalam bentuk artikel, infografis, dan videografi.

Baca tentang
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau