Advertorial

Rutin Pemeriksaan Dini, Kunci Meminimalisasi Risiko Stroke

Kompas.com - 27/09/2024, 16:22 WIB

KOMPAS.com - Mencegah lebih baik daripada mengobati. Ungkapan ini sangat tepat ketika berbicara tentang penyakit berisiko tinggi seperti stroke.

Pencegahan stroke secara menyeluruh bisa dilakukan melalui sejumlah cara. Salah satunya, dengan mulai mengubah gaya hidup tidak sehat yang memicu faktor risiko, seperti hipertensi, diabetes, kolesterol tinggi, dan merokok.

Namun, langkah pencegahan yang efektif tidak berhenti di situ. Sebab, melakukan pemeriksaan dini atau skrining stroke secara rutin juga sama pentingnya dengan mengadopsi gaya hidup sehat. Utamanya, bagi seseorang yang memiliki riwayat stroke dalam keluarga.

Skrining dapat dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium dengan mengecek berbagai faktor risiko stroke.

Biasanya, skrining stroke meliputi pengukuran kadar gula darah, kolesterol (total, HDL, LDL), trigliserida, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin), asam urat, serta D-dimer atau faktor pembekuan darah.

Dengan menggabungkan perubahan gaya hidup dan pemeriksaan rutin, seseorang dapat secara signifikan mengurangi risiko terkena stroke.

Selain itu, pendekatan proaktif tersebut juga memungkinkan seseorang untuk mendeteksi masalah kesehatan sejak dini dan membantu mengambil tindakan pencegahan yang tepat. Dengan demikian, seseorang dapat menjaga kesehatan jangka panjang dengan lebih baik.

Salah satu upaya deteksi dini stroke yang dapat dilakukan adalah USG karotis atau carotid doppler (CD). Ini adalah metode pemeriksaan non-invasif (non-bedah) menggunakan gelombang suara.

Metode tersebut berfungsi untuk mendeteksi gangguan arteri karotis dengan menilai aliran darah di arteri karotis, yaitu pembuluh darah yang terletak di masing-masing sisi leher.

Selain itu, USG karotis juga berguna untuk menilai ketebalan dinding arteri karotis sekaligus mendeteksi adanya penyempitan atau sumbatan akibat plak pada arteri karotis.

Dokter Spesialis Neurologi Konsultan Neurovaskular Neurotrauma di Mayapada Hospital Bandung Dr dr Cep Juli, SpN(K), mengatakan, penyempitan atau sumbatan di arteri karotis biasanya disebabkan oleh penumpukan plak dari lemak, kolesterol, kalsium, dan substansi lain yang bersirkulasi pada aliran darah.

Pembentukan plak pada arteri sendiri disebut sebagai atherosclerosis. Kondisi ini menyebabkan penurunan aliran darah dan oksigen ke otak sehingga mengakibatkan stroke iskemik atau sumbatan.

Selain menghambat aliran darah, gangguan pada arteri karotis juga dapat menyebabkan plak membentuk bekuan darah yang kemudian menyumbat pembuluh darah yang lebih kecil.

“Oleh karena itu, gangguan arteri karotis yang semakin dini terdeteksi dan cepat ditangani dapat menurunkan risiko terjadinya stroke,” ujar dr Cep Juli dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (26/9/2024).

Metode USG karotis, tambah dr Cep Juli, menggunakan fasilitas medis terkini. Fasilitas ini juga ditemukan pada Tahir Neuroscience Center Mayapada Hospital dengan pemeriksaan menyeluruh untuk mencegah stroke.

Pemeriksaan menyeluruh sangat dianjurkan bagi orang yang memiliki faktor risiko tinggi, seperti riwayat stroke ringan atau TIA, hipertensi, kolesterol tinggi, penyakit jantung koroner, atau riwayat stroke dalam keluarga.

Selain itu, orang dengan pengerasan pembuluh darah arteri atau yang terdeteksi biasanya akan mendapati bunyi abnormal pada arteri karotis saat diperiksa dengan stetoskop. Jika menemukan hal ini, pasien disarankan untuk segera menjalani pemeriksaan lanjutan.

Dengan deteksi dini melalui USG karotis, langkah-langkah pencegahan yang lebih efektif dapat segera diterapkan sehingga menurunkan risiko terjadinya stroke di masa depan.

Sementara itu, Dokter Spesialis Neurologi Fellow Intervensi di Mayapada Hospital Tangerang Dokter Tri Wahyudi, SpS, FINS, FINA, menjelaskan bahwa saat prosedur USG karotis, dokter akan menempelkan alat transduser USG pada kedua sisi leher pasien secara bergantian.

“Transduser USG akan memancarkan gelombang suara dan diterjemahkan oleh komputer dalam bentuk gambar bergerak di monitor. Pemeriksaan USG karotis berlangsung selama kurang lebih 30 menit dan umumnya tidak menimbulkan rasa nyeri selama pemeriksaan,” kata dr Tri.

Metode USG Trans Kranial

Selain USG karotis, terdapat metode lain yang mirip, yaitu USG trans kranial atau transcranial doppler (TCD) yang juga bersifat non-invasif menggunakan gelombang suara.

Metode tersebut berfungsi untuk menilai ketebalan dinding arteri dan memeriksa ada atau tidaknya penyempitan atau sumbatan pada arteri-arteri otak.

Selain itu, metode USG transkranial juga berfungsi untuk menilai kecepatan aliran darah yang melalui pembuluh darah arteri di dasar otak atau biasa disebut sirkulus willisi.

Sirkulus willisi bertugas menyediakan aliran darah kolateral (alternatif) untuk bagian depan dan belakang otak. Bagian ini juga berguna untuk mencegah kerusakan otak apabila terjadi penyumbatan atau kerusakan pada salah satu pembuluh darah otak.

Sebagai tenaga medis yang memahami prosedur USG trans kranial, Dokter Spesialis Neurologi Mayapada Hospital Kuningan dr Silvester Christanto, SpS, menerangkan, pemeriksaan USG transkranial juga menggunakan transduser USG yang ditempelkan di belakang kepala, pelipis di atas tulang pipi, dan di atas kelopak mata secara bergantian.

“Transduser USG akan memancarkan gelombang suara dan diterjemahkan oleh komputer dalam bentuk gambar bergerak di monitor. Pemeriksaan USG transkranial biasanya berlangsung kurang lebih selama 30-60 menit dan pasien biasanya tidak akan merasakan nyeri selama pemeriksaan,” ucap dr Silvester.

USG transkranial dianjurkan bagi pasien dengan penyakit atau kondisi yang memengaruhi aliran darah otak, meliputi riwayat stroke, baik itu stroke mini atau TIA maupun stroke sumbatan (iskemik).

Selain itu, metode itu juga dapat diberikan bagi penderita migrain, riwayat perdarahan pada lapisan pelindung otak (subarachnoid), pecahnya (ruptur) aneurisma otak yang menyebabkan kontraksi (spasme) pembuluh darah di otak, dan penyempitan pembuluh darah otak (stenosis).

Selanjutnya, mengalami tekanan di dalam rongga otak (intrakranial) yang tinggi, anemia sel sabit yang menyebabkan darah sudah menggumpal dan meningkatkan risiko stroke, dan gangguan dinding jantung (defek septum jantung) pada anak.

“USG transkranial juga dapat dilakukan sebagai deteksi dini pada pasien yang memiliki risiko gangguan vaskular, seperti diabetes, hipertensi, perokok, penyakit jantung koroner, kolesterol tinggi, dan obesitas,” kata dr Silvester.

Apabila ditemukan gangguan pada arteri di otak maupun arteri karotis, penanganan akan dilakukan menyesuaikan kondisi penyempitan yang terjadi.

Pada gangguan yang ringan dan sedang, dokter dapat menyarankan perubahan gaya hidup untuk memperlambat pembentukan plak serta pemberian obat-obatan untuk mengendalikan tekanan darah dan kadar kolesterol.

Sedangkan pada gangguan yang berat atau sudah menyebabkan TIA, bahkan stroke, dokter akan mempertimbangkan tindakan invasif (bedah) untuk mengatasi sumbatannya.

Meskipun gangguan arteri di otak ataupun pada arteri karotis tidak selalu menimbulkan gejala, tapi pemeriksaan tetap perlu dilakukan sebelum stroke menyerang.

Untuk diketahui, berbagai langkah pemeriksaan di atas dapat dilakukan di Tahir Neuroscience Mayapada Hospital.

Sebagai fasilitas unggulan, fasilitas tersebut menangani berbagai masalah saraf, otak, dan tulang belakang, mulai dari deteksi dini hingga rehabilitasi.

Fasilitas itu juga dilengkapi dengan tim dokter multidisiplin yang berpengalaman yang siap membantu menangani beragam kasus dengan dukungan teknologi canggih.

Tahir Neuroscience Center mengandalkan layanan Stroke Emergency 24 jam dengan protokol door to needle kurang dari 60 menit untuk pasien stroke sumbatan.

Layanan itu juga unggul dalam prosedur kompleks, seperti digital subtraction angiography, penanganan trigeminal neuralgia, dan deep brain stimulation untuk parkinson.

Untuk operasi saraf dan tumor tulang belakang, masalah ini ditangani dengan teknik minimal invasif.

Berkat semua kelebihan tersebut, Tahir Neuroscience Center di Mayapada Hospital dapat menjadi rujukan tepercaya untuk masalah neurologis kompleks.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau