KOMPAS.com - KWT Cahaya Suci merupakan salah satu bagian dari Program Pemberdayaan BRI Klasterku Hidupku yang dibentuk pada 22 Desember 2018.
Program tersebut menjadi menjadi wadah untuk memberdayakan para wanita, khususnya ibu rumah tangga di Banjar Dinas Kelod Kauh, Desa Panji, Kecamatan Sukasada, Kabupaten Buleleng, Bali. Saat ini, KWT Cahaya Suci memiliki 39 anggota perempuan.
Penggerak sekaligus anggota KWT Cahaya Suci Made Sri Agastya (53) menceritakan, sebagian besar anggota KWT Cahaya Suci memiliki latar belakang sebagai petani. Untuk menambah penghasilan tambahan, para perempuan mulai mengolah aneka camilan dari kacang.
Latar belakang tersebut membuat KWT Cahaya Suci mulai berkembang dan berhasil memberdayakan para perempuan lain di desanya.
"Terus terang, saya tidak memiliki tanah. Jadi, saya kadang beli kacang di pasar atau beli langsung ke petani untuk diolah jadi camilan," kata Agastya dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (29/9/2024).
Agastya menjelaskan, kacang keplos merupakan jenis kacang merah yang digoreng dengan minyak berkualitas. Kulit arinya diayak beberapa kali dan minyaknya dihilangkan dengan di-spinner.
Mulanya, ia hanya mengolah kacang keplos 5 kilogram (kg) untuk dijual ke warung di Dusun Delapan Banjar. Adapun alasannya menjual camilan kacang karena banyak orang di daerahnya menyukai kacang-kacangan.
Selain camilan favorit, kacang juga menjadi salah satu isian banten atau sesajen bagi umat Hindu di Bali. Hal ini membuktikan bahwa Agastya berhasil menangkap peluang dengan memenuhi kebutuhan pasar.
Agastya menjelaskan, keistimewaan kacang keplos khas Bali milik KWT Cahaya Suci terletak pada pengolahannya. Camilan yang memiliki tekstur kriuk dan gurih ini hadir dengan dua varian rasa, yaitu bumbu pedas manis dan original.
Dalam sekali produksi, ia bisa menghasilkan 25 kg kacang yang langsung habis dalam 3 hari. Adapun biaya yang dikeluarkan untuk produksi sekitar Rp 1,25 juta. Biaya ini sudah termasuk listrik dan bahan baku.
“Pendapatan yang kami peroleh sekitar Rp 1,7 juta. Laba yang dihasilkan kami gunakan untuk cicilan kredit usaha rakyat (KUR) tiap bulan," tuturnya.
Dalam mengembangkan usaha KWT Cahaya Suci Made, lanjut Agastya, BRI memiliki peran penting dalam melakukan pemberdayaan masyarakat, terutama kaum perempuan.
Melalui KWT Cahaya Suci, BRI ikut menyediakan lapangan kerja secara tidak langsung untuk perempuan di Desa Panji. Hal ini merupakan bentuk langkah konkret BRI dalam mendukung perekonomian lokal.
Melalui KWT Cahaya Suci, BRI telah menyelenggarakan pelatihan dan workshop dari BRI untuk mengembangkan keterampilan anggota dalam pengolahan dan pemasaran produk.
Agastya menjelaskan, BRI telah memberikan berbagai pelatihan, seperti packaging produk dan pembayaran digital yang mudah dan aman melalui BRImo.
“Kami juga dibantu pemasaran dalam mencari konsumen. Salah satunya melalui kegiatan bazar yang digelar BRI," kata Agastya.
Produk kacang keplos dari KWT Cahaya Suci. (DOK. BRI).
Ia berharap, BRI bisa memberikan pelatihan lebih lanjut mengenai kemasan dan pemasaran ke depan. Tujuannya, agar KWT Cahaya Suci dapat tumbuh dan berkembang dalam semangat kerja sama dan inovasi.
Agastya juga berpesan agar anggota KWT Cahaya Suci bisa berjalan beriringan menuju kesuksesan demi meningkatkan kesejahteraan anggota.
Dalam kesempatan terpisah, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari mengungkapkan bahwa Klasterku Hidupku merupakan pemberdayaan kelompok usaha yang terbentuk berdasarkan kesamaan usaha dalam satu wilayah.
Dengan demikian, klaster tersebut dapat menciptakan keakraban dan kebersamaan dalam peningkatan maupun pengembangan usaha para anggotanya.
Hingga akhir Juli 2024, BRI memiliki 31.488 klaster usaha yang tergabung dalam program Klasterku Hidupku. BRI juga telah menyelenggarakan 2.184 pelatihan dalam program Klasterku Hidupku tersebut.
Supari menilai, program Klasterku Hidupku menjadi salah satu bentuk strategi yang mengutamakan pemberdayaan.
“Strategi bisnis mikro BRI akan fokus pada pemberdayaan di depan pembiayaan pada 2024. Sebagai bank yang berkomitmen kepada pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), BRI telah memiliki kerangka pemberdayaan, mulai dari fase dasar, integrasi, hingga interkoneksi,” ujar Supari.