KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) resmi merevisi Undang-Undang (UU) Nomor (No) 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian. Revisi UU ini memuat peraturan baru terkait penggunaan senjata bagi petugas imigrasi di bidang penegakan hukum.
Peraturan tersebut didasarkan pada tingginya risiko kerja petugas imigrasi kala melakukan pengawasan dan penindakan keimigrasian.
Direktur Jenderal Imigrasi Silmy Karim mengatakan, perubahan UU diperlukan mengingat terdapat kasus petugas imigrasi gugur saat menjalankan tugas. Petugas Kantor Imigrasi Jakarta Utara tewas ditikam orang asing yang ingin kabur dari ruang detensi pada 2023.
“Pelaku terlibat terorisme dan kala itu ditangani Densus 88 Antiteror bersama Imigrasi,” ujar Silmy dalam siaran tertulis yang diterima Kompas.com, Minggu (29/9/2024).
Silmy menjelaskan, petugas imigrasi juga mengalami risiko kerja yang tinggi saat menjaga perbatasan negara, khususnya di area rawan konflik. Pasalnya, petugas kerap melakukan pengamanan terhadap pelaku kejahatan transnasional berbahaya.
Dengan demikian, penggunaan senjata api dibutuhkan sebagai perlindungan diri dan memastikan petugas dapat menangkap pelaku.
“Petugas juga kerap mengalami risiko kekerasan, terorisme, dan kerusuhan. Selain alat perlindungan, senjata api juga dapat menimbulkan efek gentar bagi orang asing yang hendak mencoba melawan petugas,” tuturnya.
Silmy memaparkan, kinerja Imigrasi dalam penegakan hukum kinerjanya semakin baik sepanjang 2024. Penindakan keimigrasian meningkat 124 persen pada Januari-September. Angka ini meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama pada 2023.
Selanjutnya, satuan kerja Imigrasi di seluruh Indonesia telah melakukan 3.393 penindakan keimigrasian selama Januari-September 2024. Volume operasi pengawasan dan penindakan keimigrasian yang lebih tinggi menimbulkan risiko lebih besar kepada petugas dalam pelaksanaan penegakan hukum.
“Kita lihat referensi dari negara-negara lain yang penyelenggaraan fungsi keimigrasiannya sudah maju, seperti Singapura, Amerika Serikat, Jerman, Australia dan Malaysia. Petugas imigrasi di negara-negara ini diizinkan pakai senjata api dengan aturan ketat,” tutur Silmy.
Silmy menyebut, pemerintah sedang mengatur mekanisme penggunaan senjata api bagi petugas imigrasi melalui peraturan menteri. Langkah ini diambil setelah melewati tahap kajian dan uji publik yang komprehensif.
Dengan tanggung jawab tersebut, pihaknya akan menentukan kriteria bagi petugas yang berhak membawa senjata api serta prosedur penggunaan yang jelas, termasuk batasannya.
“Untuk sekarang, kami belum menerapkan penggunaan senjata api karena masih menunggu aturan turunannya,” pungkas Silmy.