KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta telah menerbitkan regulasi baru terkait perpajakan kendaraan bermotor yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024.
Regulasi tersebut mengatur ulang tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Kebijakan ini akan mulai berlaku pada 5 Januari 2025.
Adapun perubahan tersebut bertujuan untuk menyelaraskan sistem perpajakan daerah dengan regulasi nasional dan meningkatkan efisiensi dalam pengelolaan keuangan daerah.
Perda Nomor 1 Tahun 2024 sendiri merupakan tindak lanjut dari Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2023.
Kepala Pusat Data dan Informasi Pendapatan Bapenda Jakarta Morris Danny menjelaskan, perubahan tersebut mencakup penyesuaian istilah obyek pajak serta pengaturan tarif PKB dan BBNKB.
PKB dikenakan atas kepemilikan atau penguasaan kendaraan bermotor. Sementara, kepemilikan merujuk pada hubungan hukum antara orang atau badan dengan kendaraan yang namanya tercantum dalam dokumen resmi.
Kemudian, istilah penguasaan dimaknai sebagai penggunaan dan/atau penguasaan fisik kendaraan bermotor oleh pribadi atau badan dengan bukti penguasaan yang sah.
Berdasarkan Pasal 7 Perda No 1 Tahun 2024, tarif PKB untuk kendaraan pribadi kini menerapkan sistem progresif yang lebih sederhana. Kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor pribadi pertama dikenakan tarif PKB sebesar 2 persen, kedua 3 persen, ketiga 4 persen, keempat 5 persen, dan kelima serta seterusnya 6 persen.
Sementara, tarif PKB untuk kendaraan bermotor untuk kepentingan umum dan sosial diringankan menjadi 0,5 persen. Kendaraan yang dimaksud meliputi angkutan umum, karyawan, sekolah, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, dan pemerintahan.
Badan usaha juga mendapat perlakuan khusus. Tarif PKB untuk kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai badan ditetapkan 2 persen dan tidak dikenakan pajak progresif.
Perlu dicatat, kepemilikan kendaraan bermotor didasarkan pada nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan/atau alamat yang sama. Tarif progresif diterapkan berdasarkan jumlah roda kendaraan.
Sebagai contoh, jika seseorang memiliki satu kendaraan roda dua dan satu roda empat, masing-masing kendaraan diperlakukan sebagai kepemilikan pertama. Hal ini dikarenakan jumlah roda kendaraan berbeda sehingga tidak dikenakan tarif progresif.
Sementara, tarif progresif dikenakan pada kepemilikan kendaraan kedua dan seterusnya serta disesuaikan berdasarkan jumlah roda kendaraan.
Untuk diketahui, Perda 8 Tahun 2010 dan Perda 2 Tahun 2015 sebelumnya menerapkan 17 tingkatan tarif, mulai dari 2 persen untuk kendaraan pertama hingga 10 persen untuk kendaraan ke-17.
Kini, sistem tersebut disederhanakan menjadi hanya 5 tingkatan. Langkah ini diharapkan memudahkan wajib pajak memahami kewajiban mereka.
BBNKB juga mengalami penyesuaian. Bea ini dikenakan atas penyerahan hak milik kendaraan akibat jual beli, tukar-menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke badan usaha.
Pasal 13 Perda Nomor 1 Tahun 2024 menetapkan tarif BBNKB untuk penyerahan pertama sebesar 12,5 persen.
Adapun dasar pengenaan BBNKB adalah nilai jual kendaraan. Besaran pokoknya dihitung dengan mengalikan nilai jual dengan tarif yang berlaku.
Meski diundangkan pada 5 Januari 2024, Perda Nomor 1 Tahun 2024 akan berlaku setahun kemudian. Hal ini didasarkan pada Pasal 115 ayat (1) yang memberi waktu transisi tiga tahun sejak 5 Januari 2022.
Morris berharap, penyederhanaan tarif progresif PKB dapat memudahkan pemilik kendaraan memahami kewajiban pajak. Waktu transisi satu tahun memberi kesempatan masyarakat untuk beradaptasi.
Langkah ini, lanjutnya, merupakan upaya pemerintah dalam mewujudkan sistem perpajakan yang efisien dan transparan. Masyarakat diharapkan mendukung dan mematuhi kebijakan ini demi kemajuan bersama.