JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia adalah negara yang memiliki banyak wilayah dengan risiko tinggi terhadap bencana. Ini karena wilayah Tanah Air berada di sekitar Sirkum Pasifik atau Cincin Api Pasifik, dan garis khatulistiwa.
Kondisi itu menyebabkan Indonesia menjadi sangat rawan terhadap berbagai jenis bencana, seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, letusan gunung berapi, kekeringan, serta kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Indonesia disebutkan telah mengalami sekitar 1.573 kejadian bencana dari awal 2024 hingga Kamis (17/10/2024).
Dari jumlah tersebut, 98,79 persen didominasi oleh bencana hidrometeorologi seperti banjir, cuaca ekstrem, kebakaran hutan dan lahan (karhutla), tanah longsor, dan kekeringan. Sementara itu, 1,21 persen sisanya merupakan bencana geologi, seperti gempa bumi dan letusan gunung berapi..
Di tengah tingginya ancaman bencana yang sudah ada, muncul kekhawatiran baru terkait potensi terjadinya megathrust serta sesar aktif, seperti sesar Cimandiri dan sesar Lembang, serta ancaman tsunami di wilayah selatan Pulau Jawa dan sekitar.
Fenomena itu berpotensi memicu gempa bumi berkekuatan besar dan tsunami yang dapat berdampak luas terhadap berbagai sektor, termasuk sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Menyadari pentingnya kesiapsiagaan dalam menghadapi ancaman bencana, USAID KUAT berkolaborasi dengan pemangku kepentingan di sektor swasta untuk membangun kapasitas UMKM Indonesia dalam menghadapi bencana.
Rendahnya ketahanan UMKM terhadap bencana
Berdasarkan hasil studi yang dilakukan oleh Federal Emergency Management Agency (FEMA), sebanyak 43 persen pelaku UMKM diperkirakan akan gagal bangkit setelah terjadi bencana.
Sementara itu, 25 persen lainnya akan kembali bangkit, tapi diperkirakan akan gagal dalam waktu dua tahun setelahnya.
Bagi UMKM, dampak bencana tidak hanya berupa kerugian finansial akibat kerusakan aset fisik dan penurunan pendapatan.
Mereka juga menghadapi gangguan operasional akibat terhambatnya logistik dan kerusakan pasar, munculnya pesaing bisnis yang memiliki sumber daya lebih kuat, kesulitan pembiayaan dan pengembalian hutang, serta proses pemulihan yang lambat.
Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Anindya Bakrie menyebutkan bahwa salah satu tantangan terkaitnya sulitnya UMKM untuk kembali bangkit usai mengalami bencana adalah karena mereka belum memiliki business continuity plan (BCP) yang matang.
Tak hanya itu, rendahnya kesiapan UMKM dalam menghadapi bencana juga jadi faktor lain yang memengaruhi sulitnya pelaku usaha untuk bangkit setelah terjadi bencana.
Faktor penyebab rendahnya kesiapan UMKM sendiri disebutkan Anindya terjadi karena beberapa hal. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran.
“Banyak UMKM belum menyadari risiko bencana yang dihadapi dan pentingnya memiliki rencana kontingensi. Selain itu, keterbatasan sumber daya juga jadi hambatan. UMKM sering kali memiliki keterbatasan finansial dan sumber daya manusia (SDM) untuk membuat rencana kontingensi yang komprehensif,” ucap Anindya lewat jawaban tertulis yang diberikan kepada Kompas.com, Rabu (16/10/2024).
Selain karena kedua hal itu, tambah Anindya, minimnya akses informasi mengenai mitigasi bencana dan sumber daya juga jadi tantangan bagi UMKM.
Kemudian, prioritas bisnis yang hanya fokus pada kegiatan operasional sehari-hari membuat persiapan bencana dari UMKM terabaikan.
Fokus utama UMKM adalah menjaga operasi harian seperti pengadaan bahan baku, produksi, dan pemasaran. Persiapan menghadapi bencana sering kali diabaikan karena dianggap sebagai hal yang tidak mendesak.
Pentingnya asuransi untuk perlindungan usaha
Kadin bersama dengan USAID KUAT menekankan pentingnya asuransi bagi UMKM sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko menghadapi bencana.
Asuransi dapat memberikan perlindungan terhadap berbagai risiko usaha, mempermudah akses modal untuk pemulihan, serta memberdayakan masyarakat dalam mengelola risiko dengan lebih baik.
Namun, meskipun menawarkan banyak manfaat, nyatanya masih ada beberapa tantangan yang dihadapi UMKM dalam memperoleh perlindungan yang tepat. Ini jadi membuat mereka enggan untuk memiliki produk asuransi.
Tantangan tersebut adalah kurangnya literasi terhadap asuransi. Mereka masih kesulitan dalam memahami produk asuransi yang tersedia, menggap premi asuransi mahal, dan beranggapan bahwa proses klaim rumit.
Untuk mengatasi permasalah tersebut, pihak Kadin telah melakukan berbagai upaya.
Pertama, sosialisasi dan edukasi. Kadin secara aktif melakukan sosialisasi dan edukasi kepada UMKM mengenai manfaat asuransi, jenis-jenis asuransi yang tersedia, dan cara memilih produk asuransi yang sesuai.
Kedua, menjalin kemitraan dengan perusahaan asuransi untuk mengembangkan produk asuransi yang khusus dirancang untuk UMKM dengan premi yang terjangkau.
Ketiga, advokasi kebijakan. Kadin terus mendorong pemerintah untuk mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan sektor asuransi UMKM, seperti pemberian insentif pajak atau subsidi premi.
Keempat, pengembangan platform digital untuk memudahkan UMKM dalam mengakses informasi mengenai produk asuransi dan melakukan perbandingan.
“Melalui upaya tersebut, Kadin berharap, UMKM yang sadar akan pentingnya mitigasi bencana jadi lebih banyak. Dengan begitu, mereka dapat mulai merencanakan langkah-langkah untuk menjaga kelangsungan usahanya, termasuk dengan memiliki asuransi sebagai bagian dari strategi proteksi,” terang Anindya.
Tekankan pentingnya kolaborasi
Tak hanya berfokus pada peningkatan literasi bagi UMKM, Kadin sebagai representasi dunia usaha di Indonesia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta untuk memperkuat ketahanan UMKM terhadap bencana.
“Kolaborasi adalah kunci dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi UMKM dalam menghadapi risiko bencana serta mempercepat proses pemulihan pascabencana,” kata Anindya.
Melalui kolaborasi, tambah Anindya, pemerintah dan sektor swasta dapat memanfaatkan sumber daya masing-masing secara optimal.
Sebab, pemerintah memiliki akses terhadap data, regulasi, dan infrastruktur yang dapat mendukung UMKM. Sementara, sektor swasta dapat memberikan inovasi, teknologi, dan jaringan yang luas.
Lebih lanjut, Anindya mengatakan, sinergi juga berperan penting dalam membantu meningkatkan kesadaran UMKM tentang pentingnya mitigasi risiko bencana sekaligus mendorong untuk mempersiapkan rencana kontingensi yang matang.
Selain itu, kolaborasi juga memungkinkan pengembangan program dan kebijakan yang lebih terintegrasi.
“Misalnya, pemerintah dapat memberikan insentif pajak bagi perusahaan yang berinvestasi dalam mitigasi bencana. Sedangkan sektor swasta dapat menciptakan produk dan layanan yang sesuai dengan kebutuhan UMKM,” jelasnya.
Dengan bantuan dari sektor swasta, khususnya perusahaan besar, pemerintah juga dapat membantu meningkatkan kualitas UMKM.
Hal tersebut lantaran sektor swasta dapat berperan sebagai mentor bagi UMKM dan membantu mereka dalam menerapkan praktik bisnis yang lebih berkelanjutan serta tahan terhadap bencana.
Pada tahap pemulihan pascabencana, kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta sangat penting untuk mempercepat pemulihan ekonomi.
“Sektor swasta dapat memberikan dukungan finansial, logistik, dan teknis. Sementara, pemerintah memberikan regulasi yang mendukung proses pemulihan. Dengan kerja sama yang erat, diharapkan UMKM akan lebih siap menghadapi berbagai risiko bencana dan lebih cepat bangkit setelah bencana terjadi,” terang Anindya.
Berkolaborasi dengan USAID KUAT, Kadin terus berupaya membangun ketangguhan UMKM terhadap bencana melalui sejumlah kegiatan literasi yang melibatkan berbagai pihak.
Dari USAID KUAT sendiri, salah satu inisiatif yang dilakukan terkait hal tersebut adalah dengan mengenalkan konsep Business Neighborhood Resilience Framework (BNRF) atau Kerangka Kerja Ketangguhan Lingkungan Usaha yang menggandeng Kadin dan BNPB dalam penyusunannya.
BNRF merupakan pendekatan holistik yang tidak hanya berfokus pada penguatan ketangguhan usaha secara individual, tetapi juga peningkatan ketangguhan lingkungan dan masyarakat sekitar (neighbourhood).
Format Penguatan Ketangguhan Lembaga USAID KUAT terdiri dari empat tahap. Pertama, pengkajian risiko bencana bersama masyarakat. Kedua, pengkajian ketangguhan usaha. Ketiga, perencanaan skenario bencana. Keempat, keterlibatan sektor swasta dalam penanggulangan risiko bencana.
“Lembaga usaha merupakan bagian dari komunitas. Ketangguhan komunitas dan lembaga usaha bukan hanya bisa mengurangi risiko bencana tetapi juga dapat mempercepat proses pemulihan. UMKM adalah pelaku usaha terbesar di Indonesia karena mampu menyerap 97 persen tenaga kerja di Indonesia. Oleh karena itu, memperkuat UMKM sama dengan memperkuat komunitas untuk bisa tangguh menghadapi bencana,” ujar Project Director USAID KUAT Bill Marsden.