KOMPAS.com – Asma telah lama dikenali sebagai salah satu penyakit kronis terbanyak di dunia, dengan lebih dari 262 juta orang terdiagnosis dan 455.000 kematian tercatat pada 2019.
Di Indonesia, asma tidak hanya menjadi persoalan kesehatan, tetapi juga refleksi dari tantangan lingkungan dan genetik yang dihadapi masyarakat.
Menurut data dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), asma adalah penyakit tidak menular yang utamanya memengaruhi saluran pernapasan.
Di Indonesia, penyakit itu sering kali terkait erat dengan faktor genetik dan lingkungan. Sebagian besar penderitanya memiliki sejarah keluarga dengan kondisi serupa yang menunjukkan adanya komponen herediter yang signifikan.
Faktor risiko
Asma sering kali muncul tidak hanya karena satu faktor, tetapi melalui kombinasi berbagai kondisi genetik dan lingkungan. Misalnya, individu yang memiliki kerabat dekat dengan asma lebih mungkin mengidap penyakit ini, mengindikasikan adanya keterkaitan genetik kuat.
Sementara itu, kondisi alergi seperti eksem dan rinitis juga meningkatkan kemungkinan seseorang untuk mengalami asma, terutama jika terpapar alergen, seperti serbuk sari, spora jamur, atau bulu hewan peliharaan.
Urbanisasi turut berperan dalam prevalensi asma yang semakin meningkat. Ini lantaran perubahan gaya hidup dan tingkat polusi yang lebih tinggi di kota-kota besar berkontribusi terhadap peningkatan risiko.
Sejumlah faktor lain, seperti lahir prematur, memiliki berat badan lahir rendah, atau terpapar asap tembakau dan polutan udara lainnya pada tahap awal kehidupan juga dapat memengaruhi perkembangan paru-paru dan meningkatkan risiko asma di masa depan.
Selain itu, lingkungan kerja yang mengandung iritan seperti debu, asap, dan bahan kimia tertentu juga dianggap sebagai pemicu. Kondisi ini bisa lebih buruk di lingkungan yang tercemar.
Obesitas pun berpotensi meningkatkan risiko asma. Sebab, kelebihan berat badan bisa menyebabkan peradangan yang memengaruhi fungsi paru.
Oleh karena itu, mengenali dan mengelola faktor risiko merupakan langkah krusial dalam upaya pencegahan dan pengelolaan asma yang efektif.
Jenis asma
Menurut Cleveland Clinic, asma dapat dikategorikan berdasarkan frekuensi dan pemicunya, mencerminkan betapa kompleks dan bervariasinya kondisi ini.
Asma intermiten, misalnya, memiliki gejala yang muncul secara sporadis, memungkinkan penderita untuk merasa normal di antara serangan. Sebaliknya, asma persisten mengacu pada keadaan saat gejala lebih sering terjadi dan bisa bersifat ringan, sedang, atau berat sehingga memengaruhi aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup secara signifikan.
Selain itu, asma juga bisa bersifat alergik atau non-alergik. Asma alergik dipicu oleh alergen, seperti serbuk sari, jamur, dan bulu hewan peliharaan, sedangkan asma non-alergik dipicu oleh faktor lain, seperti stres, cuaca, penyakit, atau aktivitas fisik.
Tidak hanya itu, ada juga asma yang dimulai di usia dewasa. Ini dikenal sebagai asma dewasa-onset dan asma pediatrik yang biasanya mulai muncul sebelum anak berusia lima tahun, menunjukkan perbedaan signifikan dalam pengelolaan dan pendekatan pengobatan.
Jenis khusus lainnya termasuk asma akibat olahraga, yang umumnya dikenal sebagai bronkospasme akibat olahraga, dan asma akibat kerja, yang terjadi karena paparan zat iritan di tempat kerja.
Lebih lanjut, sindrom asma-PPOK overlap (ACOS) adalah kondisi yang menunjukkan ciri-ciri asma dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), menantang para tenaga medis untuk mengadopsi strategi pengelolaan yang lebih terintegrasi dan komprehensif.
Semua jenis asma tersebut memperlihatkan perlunya pendekatan yang disesuaikan untuk setiap individu, memastikan pengobatan dan manajemen penanganan asma yang efektif.
Penting bagi masyarakat dan tenaga kesehatan untuk mengenali jenis asma untuk penanganan yang lebih tepat.
Gejala asma bisa sangat variatif, tetapi umumnya meliputi sesak napas, dada terasa sesak, dan suara mengi saat bernapas. Deteksi dini dan manajemen yang baik adalah kunci untuk mencegah serangan asma yang bisa berakibat fatal.
Penggunaan obat-obatan, seperti Symbicort Turbuhaler, Ventolin, dan Singulair, kerap digunakan dalam mengendalikan gejala dan memperbaiki kualitas hidup penderita asma.
Symbicort Turbuhaler sendiri adalah inhaler dengan kandungan kombinasi budesonide dan steroid yang mengurangi peradangan, serta formoterol dan bronkodilator yang membantu melonggarkan otot-otot di saluran udara.
Alat tersebut dirancang untuk pemakaian jangka panjang dan membantu mengontrol serta mencegah gejala asma. Penggunaannya yang mudah menjadikan Symbicort pilihan yang tepat untuk mengelola asma persisten secara efektif.
Sementara itu, Ventolin atau dikenal juga sebagai salbutamol adalah obat inhalasi yang berfungsi sebagai bronkodilator cepat. Obat ini bekerja dengan memperlebar saluran napas sehingga udara dapat mengalir lebih bebas.
Ventolin sering digunakan sebagai obat “rescue” untuk meredakan gejala serangan asma akut. Kemampuannya untuk memberikan bantuan cepat dalam kondisi darurat menjadikan Ventolin alat vital dalam tas obat setiap penderita asma.
Berbeda dengan Symbicort dan Ventolin, Singulair (montelukast) adalah obat yang diminum. Obat ini termasuk dalam kelas antagonis reseptor leukotrien yang bekerja dengan menghambat zat dalam tubuh yang dapat menyebabkan inflamasi, penyempitan saluran udara, dan gejala asma.
Singulair efektif digunakan untuk pengobatan jangka panjang dan pengendalian asma kronis, serta dapat membantu mengurangi kebutuhan terhadap inhaler bantuan cepat.
Untuk memudahkan akses terhadap obat-obatan asma, platform e-commerce Tokopedia menyediakan berbagai pilihan obat, termasuk Symbicort Turbuhaler, Ventolin, dan Singulair.
Dengan kemudahan belanja online, Tokopedia berupaya memberikan solusi praktis bagi penderita asma untuk mendapatkan obat-obatan penting dengan cepat dan aman. Tokopedia juga menjamin keaslian produk yang tersedia, mendukung upaya masyarakat dalam mengelola asma secara efektif.
Mengelola asma tidak hanya terbatas pada penggunaan obat. Gaya hidup sehat, lingkungan yang bebas alergen, dan konsultasi rutin dengan dokter spesialis paru adalah bagian penting dari pengelolaan asma.
Edukasi pasien dan masyarakat luas tentang penyakit itu juga menjadi prioritas untuk menekan angka kejadian dan meningkatkan kesadaran.
Asma adalah masalah kesehatan yang memerlukan perhatian serius, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Penanganan yang komprehensif dan kesadaran yang meningkat dapat menjadi langkah maju dalam mengatasi tantangan asma di masa depan.