KOMPAS.com - Reklame atau papan iklan dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkenalkan usaha kepada khalayak luas. Meski begitu, pemasangan reklame, seperti pengenal usaha atau profesi, tidak bisa sembarangan.
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta sendiri telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Regulasi ini mencabut ketentuan terkait reklame nama pengenal usaha atau profesi yang dikecualikan dari objek pajak reklame yang sebelumnya diatur dalam Perda No 12 Tahun 2011.
Kepala Pusat Data dan Informasi Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jakarta Morris Danny menjelaskan, pencabutan pengaturan reklame nama pengenal usaha atau profesi yang dikecualikan dari obyek pajak reklame terdapat pada Pasal 55 ayat (2) Huruf c Perda No 1 Tahun 2024.
“Selanjutnya, ketentuan teknis jenis, ukuran, bentuk, dan bahan reklame nama pengenal usaha atau profesi yang dikecualikan dari obyek pajak reklame diatur dalam Peraturan Gubernur (Pergub) No 29 Tahun 2024,” tutur Morris dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Selasa (29/10/2024).
Nama pengenal usaha atau profesi sebagaimana dimaksud dalam Pergub tersebut adalah nama badan/perusahaan/usaha atau nama profesi, termasuk logo/simbol atau identitas.
Ketentuan teknis pemasangan reklame
Pasal 2 Pergub Nomor 29 Tahun 2024 mengatur sejumlah ketentuan teknis untuk reklame nama pengenal usaha atau profesi yang dikecualikan dari obyek pajak reklame. Berikut adalah rinciannya.
Kemudian, terkait tempat pemasangan, aturan teknisnya adalah sebagai berikut.
Selanjutnya, ketentuan teknis mengenai jenis, ukuran, dan bahan yang digunakan dalam reklame adalah sebagai berikut.
Untuk bentuk reklame nama pengenal usaha atau profesi yang dikecualikan dari obyek pajak, Pergub Nomor 29 Tahun 2024 tidak membatasi bentuknya sepanjang memenuhi ketentuan di atas.
Adapun reklame nama pengenal usaha atau profesi yang tidak memenuhi ketentuan tersebut akan dikenai pajak reklame.
Pergub tersebut berlaku sejak 11 September 2024 dan berlaku surut terhitung sejak 5 Januari 2024.
“Mari dukung kebijakan baru ini agar kewajiban perpajakan dapat terselenggara secara teratur dan terstruktur,” tutur Morris.