KOMPAS.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan memberikan klarifikasi terkait isu dugaan kerugian sebesar Rp 20 triliun dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menegaskan, baik BPJS Kesehatan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak pernah menyatakan bahwa BPJS Kesehatan mengalami kerugian sebesar itu akibat kecurangan pada Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan, Kamis (19/9/2024).
Pada pertemuan tersebut, lanjut Rizzky, Wakil Ketua KPK menyebutkan potensi kecurangan Rp 20 triliun di bidang layanan kesehatan secara umum, bukan spesifik program JKN. Pernyataan ini juga tercatat dalam laman resmi KPK pada tautan berikut.
Rizzky menjelaskan, BPJS Kesehatan berkomitmen untuk menerapkan sistem pencegahan, pendeteksian dan penanganan kecurangan (antifraud) melalui Tim Pencegahan Kecurangan JKN (PK-JKN).
Tim tersebut melibatkan berbagai instansi, mulai dari Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), KPK, hingga BPJS Kesehatan.
BPJS Kesehatan dan fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, juga sudah bekerja keras dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk memberikan pelayanan kesehatan seoptimal mungkin kepada peserta program JKN.
"Kami memerlukan keterlibatan semua pihak untuk mengoptimalkan sistem antifraud yang dibangun dalam rangka mengawal implementasi JKN dan pembiayaan layanan kesehatan," ujar Rizzky.
Rizzky menambahkan, BPJS Kesehatan mengedepankan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam pengelolaan klaim layanan kesehatan sesuai dengan amanah perundangan.
Dalam pengelolaan Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan, BPJS Kesehatan selalu mengutamakan prinsip tata kelola yang baik (good governance).
Adapun penyelenggaraannya diawasi oleh berbagai entitas dalam ekosistem JKN, mulai dari Satuan Pengawas Internal (SPI), Dewan Pengawas, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), BPKP, BPK, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), hingga KPK.
Sejak beroperasi, BPJS Kesehatan juga telah sepuluh kali berturut-turut mendapatkan opini Wajar Tanpa Modifikasian (WTM) dari kantor akuntan publik independen.
"Kami berupaya mengendalikan kecurangan seminimal mungkin melalui sistem antifraud yang telah terbangun dalam ekosistem JKN," kata Rizzky.
Teknologi juga dimanfaatkan untuk mendeteksi kecurangan lebih dini dalam layanan yang dijamin program JKN.
Selain itu, BPJS Kesehatan juga mengapresiasi rumah sakit yang berkomitmen dalam penerapan budaya antifraud serta memberikan layanan yang berfokus pada kendali mutu dan biaya.
Bersama KPK, BPKP, dan Kemenkes RI, BPJS Kesehatan berupaya mencegah dan menangani kecurangan sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi.
Penegakan hukum terhadap pelaku fraud menjadi wewenang aparat penegak hukum. Di samping itu, BPJS Kesehatan juga akan memberikan sanksi sesuai regulasi yang berlaku.
Sanksi tersebut dapat berupa pemutusan perjanjian kerja sama (PKS) dengan mitra fasilitas kesehatan serta sanksi administratif lain yang diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 16 Tahun 2019.
Bentuk sanksi administratif yang diberikan meliputi teguran, baik lisan maupun tertulis, perintah pengembalian kerugian kepada pihak yang dirugikan akibat fraud, tambahan denda administratif, hingga pencabutan izin operasional.