KOMPAS.com – Proyek pembangunan terowongan pejalan kaki penghubung Terminal Intermoda Joyoboyo (TIJ) dengan Kebun Binatang Surabaya (KBS) di Kecamatan Wonokromo, dikeluhkan warga sekitar. Pasalnya, proyek itu disinyalir menyebabkan sumber mata air sumur warga mengering sehingga terjadi krisis air.
Proyek tersebut dikerjakan mulai Juni 2024 dan diproyeksi akan tuntas pada pertengahan November 2024. Proyek bawah tanah yang dibangun menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ini memiliki panjang 160 meter dengan lebar 4 meter dan tinggi 3,25 meter.
Keluhan warga Sawunggaling Kecamatan Wonokromo mengemuka saat Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya Bahtiyar Rifai menggelar reses untuk menyerap aspirasi di Daerah Pemilihan (Dapil) IV yang meliputi Kecamatan Wonokromo, Gayungan, Jambangan, Sawahan, dan Sukomanunggal pada Minggu (3/11/2024).
Mengeringnya sumur warga itu menjadi aspirasi yang dititipkan warga kepada Bahtiyar. Apalagi, air adalah kebutuhan mendasar warga untuk keperluan sehari-hari.
“Kini kami antre mendapatkan air di musala setempat,” kata salah satu warga, Tri Yulianda, dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (5/11/2024).
Tidak hanya sumur milik Tri Yulianda yang mengering, beberapa sumur warga lain juga dalam kondisi serupa.
Mereka mengaku sumur tidak pernah mengalami kekeringan selama puluhan tahun. Sumur tersebut mengering sejak proyek terowongan dimulai. Kondisi ini makin menguatkan asumsi warga bahwa penyebabnya adalah proyek tersebut.
Warga juga menyampaikan bahwa selama ini warga sudah senang dengan keberadaan sumur tradisional dengan menggali sumur hingga kedalaman enam meter, kemudian dipompa untuk mendapatkan air.
Namun, kehadiran paku bumi proyek sedalam 12 meter disinyalir menyebabkan sumur warga mengering.
Warga pun mengaku telah melaporkan kondisi tersebut ke kelurahan dan mendatangi pihak pembangunan proyek, tetapi belum ada penyelesaian.
Mendengarkan keluh kesah warga tersebut, Bahtiyar mengaku kaget. Ia tidak menyangka warga di sekitar lokasi proyek akan mengaitkan krisis air yang mereka alami dengan proyek senilai Rp 31 miliar tersebut.
“Sejumlah warga yang tinggal tidak jauh dari proyek terowongan bawah tanah itu mengeluh sumurnya mengering. Selama puluhan tahun, baru kali ini sumur mereka mengering. Warga mengaitkan dengan proyek terowongan TIJ-KBS,” kata Bahtiyar.
Politisi Partai Gerindra tersebut menegaskan bahwa persoalan tersebut menjadi catatan penting bagi pengelola proyek agar memikirkan dampak terhadap masyarakat sekitar.
“Harus dicari solusi terbaik agar kebutuhan air warga bisa terpenuhi kembali,” kata Bahtiyar.
Pimpinan dewan itu dapat memahami situasi yang dihadapi warga. Apalagi, sebagian besar warga di dekat proyek TIJ-KBS merupakan masyarakat dengan ekonomi menengah ke bawah.
Meski demikian, Bahtiyar masih belum dapat memastikan apakah penyebabnya proyek terowongan tersebut atau bukan. Apalagi, saat ini terjadi musim kemarau panjang.
“Perlu kajian akademis, khususnya dari dinas terkait apakah sumur kering itu dampak dari pembangunan atau alam. Kami akan lakukan hearing dengan mendatangkan semua pihak, baik dinas terkait dalam hal ini Dinas Perhubungan (Dishub) dan Pekerjaan Umum (PU). Kalau diperlukan, pakar harus dihadirkan,” terang Bahtiyar.
Ia mengakui, ada beberapa keluhan yang disampaikan warga di wilayah Kelurahan Sawunggaling.
Selain sumur konvensional yang mengering, dampak lain yang muncul akibat pengerjaan proyek TIJ-KBS adalah retaknya rumah warga.
Ia pun berjanji seluruh keluhan yang disampaikan warga dalam reses akan ditindaklanjuti dengan hearing.
“Silakan warga bersurat resmi ke DPRD untuk dilakukan rapat koordinasi dengan beberapa pihak terkait agar bisa ditemukan solusi terbaik terkait permasalahan tersebut,” kata Bahtiyar.