MAKASSAR, KOMPAS.com – Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan (Sulsel), melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus), mengungkap sejumlah kasus dugaan korupsi besar di berbagai sektor.
Kapolda Sulsel Irjen Pol Yudhiawan menyampaikan bahwa kasus-kasus korupsi tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 84 miliar.
Pengungkapan tersebut merupakan bagian dari implementasi Asta Cita, yakni delapan program prioritas nasional selama 100 hari pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Polda Sulsel melalui Diskrimsus Tipikor telah melakukan penyidikan tindak pidana korupsi. Kami berhasil mengungkap beberapa kasus, termasuk tiga laporan polisi yang sedang ditangani," kata Yudhiawan.
Subdit 3 Ditreskrimsus Polda Sulsel menangani berbagai kasus yang mencakup proyek-proyek pembangunan infrastruktur serta sektor perbankan di Sulsel.
Beberapa kasus melibatkan proyek pembangunan Jalan Ruas Sabbang-Tallang di Kabupaten Luwu Utara sepanjang 18 km pada 2020 dan Pasar Labukkang di Kota Parepare pada 2019.
Modus operandi yang diidentifikasi dalam kasus-kasus ini meliputi penggunaan perusahaan fiktif, ketidaksesuaian pelaksanaan kontrak, serta perubahan spesifikasi pekerjaan tanpa prosedur yang benar.
"Modus operandinya adalah penggunaan atau pinjam pakai perusahaan. Selain itu, PPK dan PPTK tidak melakukan pengendalian kontrak, dan mengubah spesifikasi di lapangan yang secara otomatis berarti tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak atau spesifikasi pekerjaan," jelas Yudhiawan.
Selain itu, Ditreskrimsus juga mengungkap sejumlah kasus korupsi di sektor perbankan. Kasus-kasus ini melibatkan penyalahgunaan fasilitas kredit konstruksi di bank pelat merah dan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dengan penggunaan dokumen fiktif dan analisis kredit yang tidak sesuai prosedur.
"Motifnya adalah analisis kredit modal kerja yang tidak sesuai mekanisme dan memberikan kredit di luar tujuan penggunaannya. Intinya, ada niat jahat agar dana bisa dicairkan dengan berbagai cara sehingga ada pihak yang dirugikan," ungkap Yudhiawan.
Kasus penyalahgunaan wewenang juga terungkap, seperti pungutan PPh 21 kepada PNS penerima jasa pelayanan klaim BPJS di RSUD Jeneponto pada 2017-2018 dan pengadaan barang dalam penanganan Covid-19 di Dinas Sosial Kota Makassar pada 2020.
Di kedua kasus ini, dana yang seharusnya disetor ke kas negara diduga disalahgunakan dan disimpan di rekening pribadi oknum terkait.
Dari hasil penyidikan, Ditreskrimsus Polda Sulsel telah menyelesaikan lima laporan tahap pertama, tujuh laporan dalam tahap persiapan pengiriman berkas, dan 16 laporan lain sedang dalam proses perhitungan kerugian negara.
Hingga kini, total 21 tersangka telah ditetapkan, di antaranya AA, JP, MS, OA, EJ, dan DM, dengan keterlibatan 453 saksi serta 12 ahli dalam tahap penyidikan.
"Barang bukti yang disita oleh Polda Sulsel mencakup 350 dokumen resmi, 14 kendaraan roda empat, 10 truk, 8 unit forklift, serta uang tunai sebesar Rp 2,295 miliar," tambahnya.
Upaya penyelamatan kerugian negara sejauh ini mencapai Rp 8,703 miliar, sementara total kerugian yang ditaksir mencapai Rp 84,887 miliar.
Para tersangka, tutur Yudhiawan, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Subs Pasal 3 Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hukuman yang diancamkan berkisar antara 1 hingga 20 tahun penjara atau bahkan seumur hidup serta denda minimal Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Yudhiawan menegaskan bahwa Polda Sulsel berkomitmen untuk terus memberantas korupsi di wilayah Sulsel.
“Kami sangat menghargai dukungan media dan masyarakat. Bersama, kita bisa memerangi korupsi untuk Indonesia yang lebih baik,” tuturnya.