KOMPAS.com – Jalan tol menjadi pilihan utama bagi banyak orang karena dapat mempersingkat waktu tempuh perjalanan jarak jauh.
Namun, bagi sebagian pengemudi, terutama pemula, berkendara di jalan tol merupakan pengalaman yang menantang. Terlebih, saat menghadapi kondisi tertentu, seperti jalan menurun atau cuaca buruk.
Kecelakaan beruntun yang baru-baru ini terjadi di Jalan Tol Cipularang KM 92, Purwakarta, Jawa Barat, pun menjadi pengingat pentingnya pemahaman teknik berkendara yang baik dan benar.
Untuk diketahui, jalan di lokasi kejadian tersebut memiliki alignment berupa jalan menurun.
Salah satu penyebab kecelakaan di jalan seperti ini adalah kelalaian manusia, yakni kurangnya penguasaan teknik mengemudi, terutama pada jalan menurun saat kondisi hujan.
Investigator Senior Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) Ahmad Wildan mengatakan bahwa elemen geometrik jalan tol di Indonesia sudah memenuhi regulasi nasional ataupun internasional, termasuk Jalan Tol Cipularang.
Ia menjelaskan, sejumlah elemen, seperti penampang melintang jalan, alignment vertikal, dan alignment horizontal telah diaudit secara ketat untuk memastikan keselamatan pengguna.
Wildan melanjutkan, sebagian besar kasus kecelakaan di jalan tol didominasi faktor manusia. Salah satu faktor yang menonjol adalah kelelahan pengemudi (fatigue).
Selain itu, kurangnya pemahaman teknik berkendara di jalan menurun ketika saat hujan juga kerap menjadi penyebab utama kecelakaan.
Pada jalan menurun, jelasnya, putaran roda kendaraan dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Oleh karena itu, pengemudi harus memahami teknik pengereman yang benar.
“Dengan memanfaatkan putaran mesin kendaraan pada gigi rendah, pengemudi dapat menjaga putaran roda pada kecepatan aman tanpa perlu melakukan pengereman dengan rem utama,” jelasnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (16/11/2024).
Di sisi lain, kata Wildan, penggunaan gigi yang tidak tepat juga dapat memaksa pengemudi melakukan pengereman panjang dan berulang, termasuk pada kendaraan berat.
Hal tersebut akan meningkatkan risiko kegagalan pengereman, mulai dari kampas rem mengalami panas berlebih (overheating), kekurangan tekanan udara dalam sistem pengereman pneumatik (rem angin) atau angin tekor, hingga menyebabkan minyak rem overheat (vapour lock).
Wildan menambahkan, faktor disiplin dan perilaku pengemudi kendaraan berat yang sering melanggar aturan batas kecepatan (under speed) atau berkendara di lajur yang salah juga meningkatkan risiko tabrak depan belakang di jalan tol.
Oleh sebab itu, lanjutnya, pengemudi perlu mendapatkan edukasi, khususnya dalam menghadapi kondisi tertentu, seperti hujan.
Menurutnya, saat cuaca hujan, kecepatan ideal kendaraan adalah 60 hingga maksimal 70 km per jam. Pengemudi juga harus menjaga jarak aman untuk mencegah risiko aquaplaning dan tergelincir saat pengereman.
KNKT pun mendorong peningkatan edukasi dan pelatihan teknik mengemudi yang benar, termasuk penggunaan gigi rendah di jalan menurun dan cara menghadapi kondisi jalan licin.
“Kami mendorong pemerintah untuk menjadikan edukasi teknik mengemudi ini sebagai pengetahuan wajib bagi semua pengemudi di Indonesia. Hal ini penting untuk meningkatkan kesadaran dan menurunkan angka kecelakaan di jalan tol,” ungkap Wildan.
Dengan memahami teknik berkendara yang baik dan benar, risiko kecelakaan di jalan tol dapat diminimalkan. Mari bersama-sama menciptakan perjalanan yang lebih aman dan nyaman bagi semua pengguna jalan.