KOMPAS.com – Gaya hidup modern yang terus berkembang membawa berbagai perubahan dalam cara generasi muda mengelola keuangan.
Salah satu tantangan yang mereka hadapi adalah kebiasaan pengeluaran kecil, seperti membeli kopi atau berlangganan layanan streaming, yang sering kali tidak disadari dampaknya.
Direktur Bisnis Konsumer PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI Handayani, menjelaskan bahwa kebiasaan kecil tersebut sering disebut sebagai “Latte Factor”.
Istilah itu digunakan untuk menggambarkan pengeluaran kecil yang terlihat sepele, seperti kopi, langganan streaming, atau makanan kekinian.
“Meski terlihat sepele, jika dijumlahkan, nilai (yang mereka keluarkan itu) bisa membuat keuangan terganggu,” jelas Handayani dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (18/11/2024).
Handayani menjelaskan, kurangnya literasi keuangan menjadi salah satu penyebab utama generasi muda kesulitan menabung, membangun dana darurat, atau memulai investasi. Padahal, perencanaan keuangan sedini mungkin adalah langkah penting untuk mencapai kestabilan finansial.
Handayani mencontohkan bahwa perencanaan keuangan dapat dimulai dengan membedakan antara kebutuhan dan keinginan.
“Kebutuhan adalah hal mendasar yang penting untuk kelangsungan hidup, seperti rumah, pakaian, makanan, dan kesehatan. Sebaliknya, keinginan adalah barang yang tidak terlalu mendesak dan bisa digantikan, seperti gadget terbaru atau barang bermerek,” jelasnya.
Selain masalah pengeluaran kecil, fenomena pinjaman online (pinjol) juga menjadi tantangan besar bagi generasi muda. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), karyawan dan pelajar—yang mayoritas generasi muda—mencakup sekitar 12 persen dari pengguna pinjol.
Hal tersebut, lanjut Handayani, dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti kemudahan akses teknologi dan gaya hidup konsumtif.
“Pinjol menawarkan pengajuan yang praktis, syarat mudah, dan persetujuan instan. Namun, minimnya literasi keuangan membuat generasi muda sering kali tergiur tanpa mempertimbangkan risiko sehingga terjebak dalam utang yang sulit dikelola,” ujar Handayani.
Peluang dan tantangan bagi industri perbankan
Kehadiran pinjol yang semakin marak turut mengubah lanskap industri perbankan di Indonesia. Di sisi lain, hal ini juga menjadi peluang bagi perbankan untuk mempercepat transformasi digital.
Merespons fenomena itu, BRI menghadirkan solusi melalui inovasi produk digital dengan meluncurkan BRIGuna Digital melalui platform BRImo sebagai alternatif layanan perbankan yang mudah diakses.
“BRImo adalah superapps BRI yang memiliki lebih dari 100 fitur untuk memudahkan masyarakat memenuhi kebutuhan perbankan. Tak hanya menabung, nasabah juga terintegrasi dengan ekosistem digital, seperti belanja online, transportasi, dan hiburan,” ujar Handayani.
Fitur unggulan BRImo lain adalah fasilitas kredit konsumtif dan produktif berbasis pendapatan tetap (fixed income). Pengajuan pinjaman di BRImo pun dapat dilakukan secara digital kapan saja, dengan proses cepat sekitar 15 menit dan bunga kompetitif.
Solusi itu diharapkan menjadi jawaban atas kebutuhan keuangan generasi muda yang sebelumnya menggunakan pinjol.
Selain berinovasi dalam layanan digital, BRI juga aktif memberikan edukasi keuangan kepada masyarakat.
Handayani menjelaskan, BRI senantiasa memberikan literasi keuangan ke berbagai segmen, mulai dari anak sekolah hingga nasabah pensiun.
“Salah satu kegiatan rutin kami adalah berkeliling ke (berbagai) universitas untuk meningkatkan pemahaman anak muda dalam mengelola keuangan, memilih instrumen investasi, dan menghindari pinjol,” ucapnya.