JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana, terutama gempa bumi, memiliki dampak luas tidak hanya pada infrastruktur, tetapi juga pada sektor ekonomi, termasuk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Di sisi lain, Kota Jakarta dengan populasi lebih dari 10 juta jiwa, menghadapi risiko gempa besar dari potensi seperti megathrust Selat Sunda dan sumber gempa lainnya. Dengan risiko terjadinya gempa hingga M8,7, ancaman ini dapat menimbulkan kerusakan besar mengingat infrastruktur kota yang rentan dan tingginya tingkat kepadatan penduduk dan aktivitas warga.
Berdasarkan studi Federal Emergency Management Agency (FEMA)/Badan Penanggulangan Bencana Federal Amerika Serikat, sekitar 43 persen UMKM diperkirakan gagal bangkit setelah terdampak bencana.
Fakta tersebut menjadi alarm penting bagi pelaku usaha, terutama UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional. Tanpa kesiapsiagaan dan mitigasi yang tepat, dampak bencana dapat menjadi penghalang signifikan bagi keberlangsungan sektor ini.
Wakil Ketua Umum Bidang Sosial dan Penanggulangan Bencana Kadin Indonesia, Suryani Sidik Motik, menyoroti pentingnya kesadaran akan dampak bencana terhadap UMKM.
“Ketika bencana terjadi, pemerintah sering kali hanya melihat pengusaha sebagai ‘kantong’ bantuan untuk masyarakat. Namun, mereka lupa bahwa pengusaha juga terdampak,” ungkap Yani dalam talkshow Obrolan News Room Kompas.com, Jumat (15/11/2024).
Yani menjelaskan bahwa kesadaran tersebut masih minim, baik di tingkat nasional maupun daerah. Contoh sederhana adalah bencana banjir yang kerap terjadi di Jakarta.
Pedagang kaki lima kehilangan barang dagangan dan modal setiap kali banjir melanda. Sayangnya, tidak ada kebijakan yang secara khusus menjadi solusi kepada mereka.
Menurut Yani, pemerintah, termasuk pasangan calon (paslon) Pilkada, perlu memprioritaskan perlindungan UMKM di wilayah rawan bencana.
Salah satu solusi yang diusulkan pihaknya adalah pengenalan asuransi anti-bangkrut atau "Si Abang."
“Program ini (Si Abang) dulu ada di Kemenkop UKM, tetapi sekarang sudah tidak ada. Seharusnya DKI Jakarta dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang cukup besar dapat memetakan wilayah rawan bencana dan memberikan subsidi asuransi bagi pelaku UMKM di sana,” tuturnya.
Peningkatan kesadaran dan aksi terkait gempa
Yani melanjutkan, Kadin bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan mitra lainnya telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kesadaran (awareness) UMKM terhadap risiko gempa.
Salah satu langkah utama adalah edukasi mitigasi melalui business continuity planning.
“Kalau perusahaan besar sudah punya risk management, UMKM juga harus belajar memetakan risiko bisnis mereka. Mana yang paling krusial, seperti supplier, buyer, atau pegawai, sehingga operasional tetap bisa berjalan saat bencana,” kata Yani.
Yani turut merespons hasil penelitian FEMA yang menyebutkan bahwa UMKM gagal bangkit setelah bencana, serta 25 persen lainnya bertahan sebentar tetapi akhirnya gulung tikar dalam dua tahun.
Untuk itu, lanjut Yani, edukasi kepada UMKM menjadi prioritas Kadin. Pelaku usaha, khususnya yang bergerak di bidang jasa boga, seperti warteg, dinilai lebih cepat merespons pelatihan dan edukasi semacam ini.
Selain itu, Yani juga mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengalokasikan anggaran untuk melibatkan pelaku usaha lokal dalam fase rehabilitasi dan rekonstruksi.
“Misalnya, jika terjadi gempa, buat dapur umum dengan melibatkan warteg di sekitar lokasi. Biarkan mereka masak dan pemerintah yang bayar. Ini memberi multiplier effect bagi ekonomi lokal,” jelasnya.
Yani menegaskan, pemerintah perlu memikirkan cara agar UMKM dapat kembali bangkit setelah bencana. Salah satu solusi yang disarankan pihaknya lagi-lagi adalah melalui asuransi.
Menurut Yani, asuransi memiliki peran besar dalam membantu UMKM bangkit pascabencana. Namun, literasi asuransi di Indonesia masih rendah, yakni hanya 5 persen.
“Ini tugas kolektif pemerintah dan sektor swasta untuk menyosialisasikan bahwa asuransi adalah investasi, bukan biaya,” kata Yani.
Ia menjelaskan, dengan premi mulai dari Rp 60.000 per tahun, UMKM bisa mendapatkan ganti rugi hingga Rp 15 juta jika terjadi kerugian akibat bencana.
Sayangnya, sosialisasi mengenai hal itu masih minim. Padahal, menurutnya, program seperti ini dapat mempercepat pemulihan ekonomi pascabencana.
Program Kadin bantu UMKM terdampak bencana
Kolaborasi antara Kadin dan USAID KUAT juga memainkan peran penting dalam memperkuat ketangguhan UMKM terhadap bencana.
Deputy Project Director USAID KUAT, Victor Rembeth, yang juga hadir dalam talkshow Obrolan News Room Kompas.com, mengatakan, USAID KUAT bersama Kadin telah menyusun panduan Kerangka Kerja Ketangguhan Lingkungan Usaha. Panduan ini terdiri dari empat tahap.
Pertama, pengkajian risiko bencana bersama masyarakat. Kedua, pengkajian ketangguhan usaha. Ketiga, perencanaan skenario bencana. Keempat, keterlibatan sektor swasta dalam penanggulangan risiko bencana.
“Program tersebut akan diuji coba pada Desember 2024 dan diharapkan menjadi referensi bagi pelaku usaha di seluruh Indonesia,” kata Victor.
Lebih lanjut, Victor menambahkan, kebijakan risk financing atau pembiayaan risiko juga dipandang perlu menjadi bagian dari strategi pemerintah.
“Risk financing yang dalam praktiknya berbentuk asuransi bencana ini bukan biaya, melainkan investasi. Kalau pemerintah DKI Jakarta, sebagai contohnya, membeli asuransi untuk UMKM selama tahun pertama hingga kedua, dampaknya akan besar. Ketika terjadi bencana, pemerintah tidak perlu mengeluarkan APBD atau APBN besar-besaran untuk mengganti kerugian,” jelasnya.
Victor juga menekankan pentingnya memasukkan aspek pengurangan risiko bencana dalam program inkubasi UMKM.
Ia menilai, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 menjadi momen penting untuk mendorong kebijakan yang lebih proaktif terhadap kebencanaan.
“Ketika berbicara recovery ekonomi, hal itu sangat berhubungan dengan recovery psycho-social. Ketika ekonomi pulih, masyarakat mendapatkan kepercayaan diri sehingga tidak hanya bergantung pada bantuan,” katanya.
Menurut Victor, pendekatan kebencanaan harus melibatkan seluruh pihak, termasuk masyarakat sipil dan pelaku usaha.
“Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2007 perihal penanggulangan bencana membawa semangat bahwa kebencanaan adalah tanggung jawab bersama. Namun, implementasi dari undang-undang ini dinilai masih kurang,” kata Victor.
Asuransi sebagai solusi jangka panjang
Victor sependapat dengan Yani bahwa asuransi adalah solusi berkelanjutan yang dapat membantu UMKM bangkit.
Namun, ia juga mengakui bahwa tantangan utama di Tanah Air adalah terkait literasi dan sosialisasi asuransi di kalangan pelaku usaha kecil.
“Dalam konteks bencana, asuransi dapat menjadi jaring pengaman (safety net) yang efektif. Namun, pemerintah perlu memulai dari subsidi atau pembelian asuransi untuk UMKM di wilayah rawan bencana,” jelasnya.
Victor juga mengusulkan agar paslon Pilkada Gubernur DKI mendukung inisiatif tersebut sebagai bagian dari program mitigasi bencana mereka. Dengan begitu, UMKM memiliki perlindungan lebih baik, dan pemulihan ekonomi pascabencana dapat berlangsung lebih cepat.
Kadin dan USAID KUAT pun menaruh harapan besar terhadap kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada pengurangan risiko bencana.
Lebih lanjut, Yani menekankan pentingnya alokasi anggaran yang cukup untuk kebencanaan.
“Spending terbaik adalah untuk mitigasi, bukan saat bencana terjadi. Dengan mitigasi, kita dapat mengurangi biaya besar saat terjadi bencana,” tegasnya.
Victor menambahkan, kolaborasi antara pemerintah, lembaga usaha, dan masyarakat menjadi kunci utama.
Dengan berbagai inisiatif yang tengah dilakukan, baik oleh Kadin maupun USAID KUAT, diharapkan UMKM di Jakarta dan seluruh Indonesia dapat lebih siap menghadapi risiko bencana.
Momen Pilkada 2024 pun menjadi peluang untuk mendorong agenda ini lebih jauh, memastikan bahwa sektor UMKM tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang meski harus menghadapi ancaman bencana.
“Seperti adagium yang mengatakan, disaster is everyone business. Artinya, kebencanaan adalah tanggung jawab bersama. Seluruh pihak harus duduk bersama, baik pemerintah, lembaga usaha maupun masyarakat sipil. Semoga Jakarta sebagai kota ekonomi global, serta seluruh Indonesia semakin tangguh dalam menghadapi bencana melalui terwujudnya kolaborasi yang apik,” kata Victor.