KOMPAS.com – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI membantah kabar serangan siber ransomware Bashe yang diisukan terjadi pada sistem perbankannya. Pihak bank menegaskan seluruh layanan dan sistem perbankan masih berjalan normal.
Direktur Digital dan Teknologi Informasi BRI Arga M Nugraha menyatakan, pihaknya telah melakukan asesmen mendalam terkait isu tersebut.
"BRI tidak menemukan adanya ancaman ransomware terhadap sistem kami. Asesmen lebih lanjut juga menunjukkan bahwa data yang dipublikasikan bukanlah data keluaran dari sistem BRI," ujar Arga dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, Kamis (18/12/2024).
Isu serangan ransomware BRI bermula dari unggahan akun X @FalconFeedsio pada Rabu (18/12/2024) pukul 18.54. Unggahan tersebut menarik perhatian publik dengan mencapai 4,1 juta views, 2.300 reply, 5.200 repost, dan 11.000 bookmark.
Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 22.42, akun yang sama kembali mengunggah informasi tambahan terkait grup Bashe Ransomware. Dalam unggahan kedua yang mendapat 198.300 views ini, @FalconFeedsio mengungkap sejumlah detail tentang kelompok peretas tersebut.
Bashe Ransomware yang juga dikenal dengan nama APT73 atau Eraleig dilaporkan mulai beraksi pada pertengahan April 2024. Kelompok ini disebut-sebut merupakan pecahan dari operasi ransomware LockBit, mengingat kemiripan taktik, teknik, dan infrastruktur yang digunakan.
Dalam unggahannya, akun tersebut mengklaim grup Bashe berencana merilis data dalam waktu empat hari sambil menawarkannya untuk dijual. Mereka juga telah mempublikasikan sampel data untuk membuktikan klaim mereka.
Menanggapi isu yang beredar, Arga menekankan bahwa BRI senantiasa memastikan keamanan data nasabah tetap terjaga dengan baik.
"BRI menegaskan kembali bahwa seluruh layanan dan sistem perbankan BRI berjalan dengan normal tanpa gangguan," kata Arga.
Lebih lanjut, Arga menyampaikan terima kasih atas kepercayaan dan kesetiaan nasabah yang tetap bertransaksi melalui berbagai layanan perbankan BRI.