KOMPAS.com - Kota Magelang yang sering disebut Kota Sejuta Bangsa dengan pesona pegunungan hijau yang memukau, ternyata masih menyimpan tantangan yang mengkhawatirkan.
Data dari Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan sekitar 10,83 persen dari 1,3 juta penduduk Kabupaten Magelang masih masuk kategori miskin sepanjang 2024.
Dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian utama penduduk Kabupaten Magelang, mereka sangat ketergantungan pada sektor ini untuk kesejahteraannya.
Namun, hanya 57 persen dari penduduk kabupaten tersebut berprofesi sebagai petani, sementara minat generasi muda terhadap sektor pertanian kian menurun.
Namun, di tengah keprihatinan tersebut, seorang pemuda bernama Melchior Raka Daksattama yang akrab disapa Raka, hadir membawa secercah harapan baru.
Lahir dan dibesarkan di Magelang, Raka tumbuh dengan kesadaran yang mendalam akan pentingnya menjaga lingkungan dan memberdayakan masyarakat.
Awalnya, ia bercita-cita untuk mengelola sumber daya air dan energi terbarukan. Namun, takdir membimbingnya untuk menempuh pendidikan di jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada (UGM).
Selepas wisuda, ia mendapat panggilan dari hati terhadap isu lingkungan. Ketertarikan tidak hanya sebatas pada energi tetapi juga meluas ke bidang persampahan dan agrikultur.
Pada 2022, Raka dan rekannya mendirikan Waste&Wishes Indonesia, yakni sebuah startup yang bergerak di bidang pengelolaan sampah makanan berbasis keberlanjutan dan green entrepreneurship.
Perusahaan itu memanfaatkan limbah organik dari pertanian dan peternakan untuk menghasilkan maggot serta pupuk organik dengan menawarkan solusi melalui harga terjangkau bagi petani untuk meningkatkan produktivitas mereka.
Perjuangan Raka dan rekannya tak selalu berjalan mulus. Keluarga Raka sempat menentang langkah yang ia lakukan saat awal mendirikan Waste&Wishes Indonesia.
Sebagai lulusan kampus ternama di Indonesia, keluarga Raka berharap dirinya dapat bekerja di perusahaan pertambangan yang sesuai dengan jurusan kuliah.
Raka mengatakan, keluarga cenderung meragukan pilihan yang ia jalani. Terlebih, pekerjaan itu sering dipandang sebagai tukang sampah dan dianggap tidak memiliki masa depan yang cerah.
“Memang pilihan saya bertolak belakang dengan budaya keluarga yang biasa memilih bekerja di perusahaan ternama. Namun, ibu menjadi satu-satunya anggota keluarga yang mendukung pilihan saya ini, asalkan baginya profesi yang saya geluti dapat bermanfaat untuk masyarakat luas,” ujar Raka dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (23/12/2024).
Raka menjelaskan, tantangan lain muncul kepada Waste&Wishes Indonesia pada tahun ketiga, ketika ia dan tim kesulitan menyeimbangkan operasional perusahaan dengan kebutuhan riset serta pengembangan. Hingga kini, produk mereka masih diproduksi secara mandiri.
Harapannya, suatu hari mereka dapat membangun unit produksi yang tidak hanya mendukung pertumbuhan bisnis tetapi juga memberdayakan masyarakat dan petani setempat.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, mereka menyadari bahwa perhatian lebih terhadap kebutuhan operasional, riset, dan pengembangan sama-sama dibutuhkan.
“Kami harus membagi waktu operasional, mencari relasi dan program, serta pendanaan. Kami juga ingin mengembangkan perusahaan dan masuk ke bidang yang dekat dengan konsumen, seperti membangun mitra tani/ternak serta bekerja sama langsung dengan masyarakat. Namun, ini semua memakan waktu, sementara produk harus tetap berjalan untuk keberlangsungan kami,” tambah Raka.
Perjuangan Raka dan tim pun menemukan titik terang melalui program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) yang diinisiasi oleh GoTo Impact Foundation.
Program tersebut mempertemukan Raka dengan dua organisasi lain yang memiliki visi serupa, yakni Bhumee Artani yang fokus pada pertanian produk serta Setara yang bergerak di bidang pendidikan dalam konsorsium Magelang Setories.
Dengan kehadiran Magelang Setories, ia menjelaskan bahwa kini dapat menjangkau masyarakat dan sektor yang lebih luas lagi.
Menurutnya, keberadaan Setara Indonesia dan Bhumee Artani membuat CCE bisa berlangsung lebih efektif dan tepat sasaran.
“Dengan Bhumee Artani kami bisa menjangkau petani lebih spesifik sehingga sampah bisa terealisasi menjadi pupuk organik. Lalu, Setara Indonesia kami jadi lebih mudah melakukan negosiasi dan edukasi kepada masyarakat,” jelas Raka.
Setelah mengikuti proses penyusunan ide dan pendampingan dengan ahli dari berbagai bidang di Catalyst Changemakers Lab (CCLab), konsorsium Raka berhasil terpilih untuk mendapat bantuan pendanaan implementasi proyek selama satu tahun.
Raka menyampaikan, dengan dukungan pendanaan dari Goto Impact Foundation, sebagai konsorsium, ia dan tim dapat membagi fokus mereka dengan mempercepat pengembangan program tanpa mengorbankan operasional perusahaan.
Mendekati peluncuran resmi proyek Magelang Setories yang dijadwalkan berlangsung di Sawangan, Magelang, pada awal tahun 2025, Raka dan tim semakin mempertegas komitmen mereka.
Proyek itu bertujuan membangun program pertanian regeneratif yang tidak hanya fokus pada peningkatan hasil panen tetapi juga memastikan keberlanjutan ekosistem lokal.
Magelang Setories merupakan kesempatan baik untuk membantu masyarakat dan mengembangkan pertanian regeneratif di Magelang.
Menurutnya, tak banyak generasi muda yang telah menempuh studi untuk kembali ke Magelang guna mengembangkan masyarakat setempat.
“Proyek tersebut menjadi momentum bagi kami para putra daerah untuk memajukan Kabupaten Magelang dengan sumber daya dan ilmu pengetahuan yang kami miliki,” ungkap Raka.
Raka dan rekan-rekan dalam konsorsium berharap, Magelang Setories dapat berjalan lancar serta menginspirasi generasi muda lain untuk turut mereplikasi proyek ini di berbagai daerah lain dan membuka peluang bagi anak muda untuk berkontribusi dalam membangun masyarakat dan daerah tempat asal mereka.
Ia berharap, ilmu yang dimiliki para generasi muda tak hanya diberikan kepada perusahaan besar saja melainkan sumbangkan ke tempat kelahiran mereka.
“Kalau semua anak muda lari perusahaan besar di kota, lantas siapa lagi yang akan menyelesaikan masalah lingkungan dan sosial di daerah kalian,” tutur Raka.