KOMPAS.com – Mendapatkan diagnosis kanker menjadi pengalaman berat bagi setiap orang. Ini mengingat kanker jadi salah satu penyakit yang memiliki tingkat risiko kematian yang cukup tinggi.
Tantangan semakin besar ketika pasien harus menjalani kemoterapi yang kerap menyebabkan berbagai efek samping, seperti rasa sakit, kerontokan rambut, mual, dan muntah.
Tak jarang, kekhawatiran pasien kerap bertambah dengan beredarnya berbagai informasi seputar kemoterapi yang diragukan kebenarannya atau hoaks.
Secara tak langsung, kondisi tersebut membuat perjalanan pengobatan menjadi lebih berat secara fisik dan mental bagi pasien.
Untuk meluruskan mitos atau berbagai informasi miring seputar kemoterapi, Dokter Subspesialis Hematologi Onkologi Mayapada Jakarta Selatan dr Wulyo Rajabto, SpPD, KHOM mengungkapkan berbagai fakta penting.
Fakta tersebut diungkap agar siapa pun yang menjalani kemoterapi dapat melakukannya dengan lebih tenang dan percaya diri. Berikut mitos terkait kemoterapi yang tidak benar.
Banyak mitos beredar yang menyebutkan bahwa proses kemoterapi kerap menimbulkan rasa sakit. Faktanya, kemoterapi tidak menimbulkan rasa sakit.
Sebab, obat-obatan yang digunakan untuk merusak atau menghambat pertumbuhan sel kanker diberikan melalui infus atau suntikan yang umumnya tidak menimbulkan rasa sakit.
Sekalipun kemoterapi menimbulkan efek samping, seperti mual, kelelahan, dan nyeri pada tubuh, tim medis sudah menyiapkan berbagai obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut.
“Perlu diketahui bahwa setiap pasien dapat mengalami efek samping yang berbeda sehingga penanganannya juga disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing pasien. Ini demi memastikan kenyamanan selama menjalani pengobatan,” ujar dr Wulyo dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (13/2/2025).
Mitos selanjutnya adalah metode kemoterapi hanya untuk penderita kanker stadium lanjut.
Hal tersebut jelas tidak benar karena kemoterapi tidak hanya dilakukan pada kanker stadium lanjut, tetapi juga dapat diterapkan untuk berbagai stadium kanker.
Selain itu, kemoterapi juga sering menjadi bagian dari perawatan pencegahan setelah operasi (adjuvant) untuk mengurangi risiko kekambuhan.
Kemoterapi juga dapat dilakukan sebelum operasi (neoadjuvant) untuk mengecilkan tumor sehingga operasi menjadi lebih efektif.
Kerontokan rambut merupakan efek samping yang umum terjadi, tapi tidak semua pasien kanker yang melakukan kemoterapi mengalaminya.
Perlu diketahui, kemoterapi bekerja dengan membunuh sel-sel yang tumbuh dengan cepat, termasuk sel rambut yang tumbuh dan aktif membelah juga akan ikut terpengaruh.
“Namun, respons sel rambut terhadap kemoterapi bervariasi karena ada yang mengalami kerontokan signifikan atau hanya mengalami penipisan rambut. Meski begitu, efek kerontokan rambut hanya bersifat sementara. Biasanya, rambut akan kembali tumbuh setelah selesai menjalani pengobatan,” ucap dr Wulyo.
Pada dasarnya, kemoterapi diformulasikan untuk menyerang lebih banyak sel kanker yang berkembang cepat daripada sel tubuh yang sehat.
Meski begitu, sel-sel sehat yang berkembang cepat memang dapat terpengaruh, seperti sel di rambut, saluran pencernaan, dan sumsum tulang.
Itulah mengapa kemoterapi dapat menimbulkan efek samping, seperti kerontokan rambut, mual, kelelahan, dan penurunan daya tahan tubuh.
Keberhasilan kemoterapi sangat bergantung pada berbagai faktor, seperti jenis dan stadium kanker serta seberapa baik tubuh dalam merespons pengobatan.
Dalam berbagai kasus, banyak pasien berhasil mencapai remisi setelah menjalani kemoterapi dengan pendekatan holistik dan dukungan tim medis berpengalaman.
Remisi ditandai dengan berkurang atau hilangnya gejala kanker hingga mencapai kesembuhan.
Selain itu, keberhasilan pengobatan juga tak lepas dari ketepatan dalam memilih layanan kesehatan.
Di Indonesia, salah satu layanan terbaik untuk pengobatan kanker adalah Oncology Center Mayapada Hospital.
Untuk diketahui, fasilitas kesehatan itu dikenal dengan pelayanan yang unggul, komprehensif, dan berstandar internasional.
Oncology Center Mayapada Hospital didukung Tumor Board yang terdiri dari tim medis berpengalaman untuk menyusun rencana pengobatan yang tepat dan mutakhir.
Keunggulan layanan tersebut terbukti dari jumlah kunjungan yang mencapai lebih dari 5.000 pasien di Mayapada Hospital Jakarta Selatan.
Mitos selanjutnya yang berkembang adalah pasien sering disebutkan tidak akan bisa kembali beraktivitas normal setelah melakukan kemoterapi.
Faktanya, banyak pasien yang telah menjalani kemoterapi dan mereka dapat kembali menjalani rutinitas sehari-hari dengan baik.
Meskipun efek samping seperti kelelahan bisa terjadi, tapi banyak pasien yang mampu kembali melanjutkan aktivitas mereka dengan beberapa penyesuaian.
Kemudian, pasien biasanya juga akan mendapatkan dukungan medis dan penyesuaian gaya hidup yang tepat, seperti pola makan yang seimbang dan olahraga ringan agar mereka lebih baik dan bisa kembali beraktivitas seperti sedia kala.
Oleh karena itu, walaupun dapat menyebabkan efek samping, kemoterapi masih menjadi standar pengobatan untuk banyak jenis kanker karena efektif membunuh sel kanker, mengecilkan tumor, dan mencegah penyebaran.
“Bahkan, kemoterapi dapat memberikan remisi atau kesembuhan. Selain itu, kemoterapi diberikan secara sistemik yang berarti obat akan tersebar ke seluruh tubuh. Kemoterapi juga mampu menjangkau sel kanker yang tersembunyi dan tidak terlihat pada saat operasi,” terang dr Wulyo.
Meski begitu, dr Wulyo juga mengingatkan bahwa perjalanan pasien tidak hanya bergantung pada aspek medis, tetapi juga pada dukungan emosional dan navigasi perawatan yang tepat.
Oleh karena itu, demi mengakomodasi kebutuhan tersebut, Oncology Center Mayapada Hospital menghadirkan Patient Navigator.
Patient Navigator adalah layanan yang didedikasikan untuk memandu, mendampingi, dan mendukung pasien dalam setiap langkah perawatan kanker.
Layanan itu dihadirkan agar pasien tidak perlu merasa bingung saat menghadapi proses perawatan kanker dan dapat menjalaninya dengan lebih nyaman.
Jika Anda atau keluarga membutuhkan perawatan kanker yang tepat, Oncology Center Mayapada Hospital siap membantu melalui berbagai unit yang tersebar di berbagai wilayah.
Wilayah tersebut meliputi Tangerang, Jakarta Selatan, Kuningan, Bogor, Bandung, hingga Surabaya.
Untuk pendaftaran konsultasi, Anda dapat melakukannya melalui aplikasi MyCare yang menawarkan fast track appointment dan metode pembayaran yang terintegrasi.
Pada aplikasi itu, Anda juga bisa mendapatkan informasi seputar penanganan kanker yang advanced di Mayapada Hospital melalui fitur Health Articles & Tips.
Kemudian, ada pula fitur Emergency Call untuk layanan gawat darurat 24 jam serta fitur Personal Health untuk memantau kebugaran dengan terhubung ke Google Fit dan Health Access.
Jadi, segera unduh MyCare di Google Play Store dan App Store untuk akses mudah ke layanan kesehatan dan berbagai penawaran menarik dari Mayapada Hospital.