KOMPAS.com – Dalam beberapa tahun terakhir, transformasi digital Indonesia semakin dipercepat dengan adopsi 5G yang terus berkembang. Namun, tantangan seperti ketersediaan spektrum, monetisasi layanan, serta kesenjangan akses di daerah terpencil, masih menjadi pekerjaan rumah bagi industri telekomunikasi Tanah Air.
Di ajang Mobile World Congress (MWC) 2025—pameran teknologi telekomunikasi terbesar di dunia yang berlangsung di Barcelona, Spanyol—Ericsson membawa inovasi yang meningkatkan efisiensi jaringan 5G sekaligus membuka peluang bisnis baru bagi operator di Indonesia.
Senior Vice President and Head of Ericsson Southeast Asia, Oceania, dan India, Andres Vicente, menuturkan bahwa inovasi yang dibawa Ericsson ke MWC 2025 bertujuan untuk mempercepat transformasi digital Indonesia melalui teknologi yang lebih efisien dan terjangkau.
“Teknologi ini membantu operator meningkatkan jangkauan serta meningkatkan kualitas layanan 5G, sekaligus membuka model bisnis baru yang lebih menguntungkan,” kata Vicente dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Selasa (11/3/2025).
5G Advanced dan AI untuk jaringan lebih efisien
Ericsson menghadirkan inovasi 5G Advanced yang memungkinkan operator meningkatkan kapasitas jaringan dengan efisiensi energi lebih tinggi.
Salah satu teknologi yang menjadi sorotan adalah Enhanced Mobile Broadband (eMBB). Teknologi ini mampu meningkatkan kapasitas hingga 10 kali lipat dari 4G dengan efisiensi energi lebih dari 30 persen.
Selain itu, pemanfaatan AI dalam otomatisasi jaringan juga menjadi sorotan utama di MWC 2025. Teknologi ini membantu operator mengelola spektrum lebih efisien, mengoptimalkan lalu lintas jaringan, serta meningkatkan pengalaman pengguna.
“Kemampuan AI dalam melakukan optimasi jaringan secara real-time memungkinkan operator menghadirkan layanan yang lebih stabil dan efisien tanpa memerlukan intervensi manual yang memakan waktu,” ujar Vicente.
Strategi monetisasi 5G, sumber pendapatan baru bagi operator
Banyak operator masih bergantung pada layanan konektivitas tradisional sebagai sumber pendapatan utama. Padahal, ada banyak peluang monetisasi di luar model bisnis konvensional.
Berdasarkan laporan Ericsson Mobility Report, ada empat strategi utama yang dapat diterapkan operator di Indonesia untuk memaksimalkan investasi 5G.
Strategi pertama adalah Enhanced Mobile Broadband (eMBB) yang menghadirkan internet ultracepat dengan kapasitas lebih besar. Strategi ini ideal untuk layanan seperti streaming 4K, gaming cloud, dan pengalaman digital imersif.
Strategi kedua adalah Fixed Wireless Access (FWA) dan Wireless WAN. Strategi ini menjadi alternatif broadband rumah dan perusahaan dengan koneksi cepat dan terjangkau.
FWA sendiri, kata Vicente, telah menyumbang 20-25 persen dari pertumbuhan pendapatan operator global dalam beberapa tahun terakhir.
Strategi ketiga adalah monetisasi jaringan 5G privat dan network slicing. Strategi ini memberikan konektivitas lebih stabil, aman, dan berkecepatan tinggi untuk industri, seperti manufaktur, pertambangan, dan logistik.
Strategi itu pun memungkinkan perusahaan memiliki jaringan eksklusif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan operasional.
Terakhir, Network APIs yang memungkinkan pengembang menciptakan layanan baru berbasis 5G, seperti smart city, IoT, dan solusi AI berbasis cloud.
Vicente menekankan, strategi tersebut bukan sekadar teori lantaran telah terbukti berhasil di berbagai pasar global.
“Operator yang berani bereksperimen dengan layanan baru berbasis 5G akan mampu membuka sumber pendapatan yang lebih luas, tidak hanya dari pelanggan individu, tetapi juga dari segmen bisnis dan industri,” ujarnya.
Menjembatani kesenjangan digital
Meskipun adopsi 5G semakin luas, masih ada 57 juta warga Indonesia yang belum memiliki akses internet berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) 2024.
Untuk mengatasi tantangan itu, Ericsson menghadirkan solusi jaringan hemat biaya dan berdaya jangkau tinggi, khususnya untuk daerah terdepan, terluar, tertinggal (3T).
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah pengelolaan spektrum yang lebih efisien. Solusi ini memungkinkan operator menekan biaya infrastruktur tanpa mengorbankan kualitas jaringan.
Vicente menyampaikan, harga spektrum yang terjangkau menjadi faktor kunci dalam ekspansi 5G. Berdasarkan laporan GSMA, Indonesia berpotensi kehilangan hingga Rp 216 triliun pada 2030 jika biaya spektrum tetap tinggi.
Di MWC 2025, Ericsson juga memperkenalkan model bisnis berbasis kinerja. Model ini memungkinkan operator menyesuaikan investasi berdasarkan kebutuhan jaringan di berbagai wilayah.
Selain itu, dalam sesi konferensi di MWC 2025 bertajuk "Mempercepat Pertumbuhan FWA dengan Konektivitas yang Berbeda", Ericsson berbagi wawasan tentang keberhasilan penyedia layanan global dalam meningkatkan jangkauan dan efisiensi layanan broadband nirkabel.
“Indonesia bisa belajar dari pengalaman negara lain dalam mengadopsi teknologi FWA dan menjadikannya solusi utama dalam mempercepat ekspansi 5G,” ucap Vicente.
Dukungan Ericsson untuk transformasi digital Indonesia
Ericsson telah lama berkomitmen untuk mendukung digitalisasi Indonesia melalui kemitraan strategis dengan operator telekomunikasi nasional.
Kolaborasi terbaru dengan Telkomsel memungkinkan layanan siaran langsung 5G standalone (SA) pertama di Indonesia pada perayaan HUT ke-79 RI di Ibu Kota Nusantara (IKN).
Vicente berkata, hal tersebut menjadi langkah besar dalam implementasi 5G yang lebih luas dan inklusif di Indonesia.
Adapun 5G SA adalah implementasi jaringan 5G yang sepenuhnya independen dan tidak bergantung pada infrastruktur 4G yang ada. Dengan begitu, performa jaringan lebih optimal.
Dengan pengalaman global dan inovasi teknologi yang terus berkembang, Ericsson siap menjadi mitra utama dalam transformasi digital Indonesia.
Dari ekspansi 5G hingga persiapan menuju 6G, Ericsson berkomitmen untuk memastikan Indonesia tidak hanya mengikuti tren teknologi global, tetapi juga menjadi pemain utama dalam ekosistem digital di Asia Tenggara.
Kolaborasi kunci sukses implementasi 5G
Agar investasi 5G benar-benar memberikan dampak maksimal, dibutuhkan kolaborasi erat antara operator, pemerintah, dan penyedia teknologi seperti Ericsson.
Pemerintah sendiri perlu memastikan ketersediaan spektrum yang terjangkau dan memberikan insentif investasi. Dengan dukungan kebijakan yang tepat, operator dapat memonetisasi jaringan secara lebih efektif dan memperluas jangkauan layanan hingga ke daerah yang belum terlayani.
Vicente menyampaikan bahwa dengan solusi berbasis 5G Advanced, AI, dan strategi monetisasi cerdas, Ericsson tidak hanya membantu operator meningkatkan efisiensi jaringan, tetapi juga membuka peluang bisnis baru.
“Inovasi yang kami tampilkan di MWC 2025 adalah bukti bahwa masa depan digital Indonesia semakin dekat—dan 5G adalah fondasi utamanya,” ucap Vicente.