Advertorial

DPRD Surabaya Dorong Kejelasan Lahan Tak Bertuan untuk Tambah PAD

Kompas.com - 17/03/2025, 21:31 WIB

KOMPAS.com - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya Bahtiyar Rifai mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk menyelesaikan masalah tanah tak bertuan. 

Bahtiyar menilai, lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk warga dan menambah pendapatan asli daerah (PAD) sekaligus.

Menurut Bahtiyar, masih banyak persoalan tanah yang belum terselesaikan, seperti surat ijo, tanah milik PT Kereta Api Indonesia (KAI), dan lahan Pertamina. 

Di Sawunggaling dan Pacar Keling, misalnya, warga dan PT KAI saling mengklaim kepemilikan tanah.

Masalah seperti itu, lanjutnya, sampai saat ini masih belum ada penyelesaian, baik dari instansi terkait atau bahkan yang lain.

“Namun, untuk surat ijo memang jelas karena itu merupakan aset Pemkot Surabaya,” ujar Bahtiyar dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Senin (17/3/2025). 

Terkait permasalahan tanah milik BUMN, ia pun mendorong untuk ditemukan solusi. Pasalnya, sudah ada sejumlah rumah yang ditempatkan warga lebih dari 30 tahun.

Bahtiyar juga menyoroti kesulitan warga dalam mengurus administrasi karena status tanah yang tidak pasti. 

Oleh karena itu, pihaknya mendorong Pemkot Surabaya untuk segera mencari solusi dan melakukan pendataan secara berkala agar warga mendapatkan kepastian hukum.

Langkah-langkah konkret dan bijak dari Pemkot Surabaya, lanjutnya, diperlukan untuk memberikan keterangan bahwa di lokasi tersebut ada bukti kepemilikan atau sejenisnya.

“Mungkin ke depan setiap per dua tahun atau setahun sekali ada perpanjangan domisili untuk menghindari hal-hal yang tidak diingat kemudian hari," jelasnya. 

Selain itu, Bahtiyar meminta Pemkot untuk hadir karena mayoritas masalah surat ijo di beberapa wilayah belum terselesaikan. 

Pemkot Surabaya juga perlu melakukan koordinasi dengan kementerian dan gubernur untuk menjembatani komunikasi dengan badan usaha milik negara (BUMN). Dengan demikian, warga dapat mempunyai kepastian hukum terkait tanah yang ditinggali.

Selain Pemkot, ia berharap, pemerintah pusat ikut turun tangan membantu menyelesaikan masalah tersebut. Hal ini mengingat Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia.

"Selain Pemkot, pemerintah pusat juga harus hadir. Bagaimanapun, Surabaya merupakan kota terbesar kedua. Persoalan ini harus diselesaikan agar ada kepastian hukum ke depannya," kata Bahtiyar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau