KOMPAS.com – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) atau BBRI melaksanakan pembelian kembali saham (buyback) sebagai langkah strategis untuk mendukung program kepemilikan saham bagi karyawan.
Aksi buyback itu mencerminkan optimisme perseroan terhadap keberlanjutan kinerja jangka panjang BRI.
Corporate Secretary BRI, Agustya Hendy Bernadi menyampaikan, buyback tersebut telah mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar pada Senin (24/3/2025), dengan nilai maksimal sebesar Rp 3 triliun.
“Buyback dilakukan melalui Bursa Efek Indonesia (BEI) maupun di luar BEI, baik secara bertahap maupun sekaligus, dan akan diselesaikan paling lama dua belas bulan setelah tanggal RUPST,” jelasnya melalui siaran pers, Senin (14/4/2025).
Sebagai tahap awal, BRI mulai melakukan buyback pada April 2025. Langkah ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan investor.
BRI juga mempertimbangkan kondisi makro ekonomi global dan domestik, seperti dampak kebijakan tarif baru dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, serta ketidakpastian arah kebijakan suku bunga acuan, dalam hal ini The Federal Funds Rate (FFR).
Hendy menambahkan, keputusan buyback tersebut menunjukkan komitmen kuat BRI dalam melindungi kepentingan pemegang saham di tengah fluktuasi pasar.
Selain itu, pelaksanaan buyback juga mengacu pada ketentuan yang berlaku, termasuk Pasal 43 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 29 Tahun 2023.
“Melalui aksi korporasi ini, BRI telah mempertimbangkan secara cermat kondisi likuiditas dan posisi keuangan saat ini, sehingga pelaksanaan buyback tidak akan mengganggu kesehatan keuangan perseroan,” ucap Hendy.
Sebagai informasi, sejak 2015 BRI telah melaksanakan buyback dalam rangka Program Kepemilikan Saham bagi Pekerja, Direksi, dan Dewan Komisaris.
Program tersebut menjadi bagian dari upaya perseroan untuk meningkatkan keterlibatan karyawan dalam mendorong kinerja perusahaan secara berkelanjutan.
“Buyback BBRI diproyeksikan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja Insan BRILiaN, sehingga mereka bisa berkontribusi lebih optimal dalam mencapai target perusahaan,” ujar Hendy.
Di sisi lain, lanjut dia, kebijakan tersebut tetap mengacu pada regulasi yang berlaku dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GCG).