KOMPAS.com – Di era digital yang semakin maju seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, kemajuan teknologi digital memberikan kenyamanan dalam bertransaksi dan berkomunikasi.
Di sisi lain, kemajuan itu dapat menjadi ancaman tersendiri. Salah satu bentuk ancaman yang paling sering terjadi adalah penipuan berbasis social engineering, yakni taktik manipulatif yang digunakan untuk mendapatkan informasi pribadi atau rahasia seseorang.
Social engineering sebenarnya bukan metode baru. Namun, bagi pelaku, metode ini masih dianggap efektif untuk mengelabui korban.
Pasalnya, pelaku tak perlu membobol sistem keamanan digital yang kompleks. Mereka cukup memancing korban agar memberikan data pribadi secara sukarela. Dengan demikian, pelaku kejahatan siber bisa mendapatkan apa yang mereka cari.
Celah tersebut paling sering dimanfaatkan untuk mengakses akun media sosial, nomor ponsel, SIM card, bahkan rekening perbankan.
Modus pelaku pun beragam, mulai dari mengaku sebagai pihak bank, memberikan tawaran hadiah, hingga memanfaatkan unggahan pribadi di media sosial untuk menebak password atau jawaban dari pertanyaan keamanan.
Ketika data pribadi, mulai dari nama lengkap, tanggal lahir, nomor telepon, hingga foto kartu debit atau kredit tersebar luas, maka pintu masuk bagi penipu terbuka lebar.
Tak heran, informasi yang paling diincar pelaku adalah data perbankan. Karena pada akhirnya, motif utama dari sebagian besar modus penipuan adalah uang.
Celah penipuan yang harus diwaspadai
Salah satu celah terjadinya penipuan berbasis social engineering yang kerap terjadi adalah oversharing di media sosial.
Terlalu banyak membagikan informasi pribadi, seperti tanggal lahir, alamat, serta foto kartu debit atau kredit, bisa menjadi amunisi bagi penipu.
Mereka dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menebak password atau mengakses akun perbankan Anda.
Dengan celah tersebut, pelaku akan berpura-pura menjadi pegawai bank dan menghubungi korban untuk "verifikasi data". Padahal, hal itu hanya alasan untuk menggali informasi rahasia korban.
Celah lain adalah password yang terlalu sederhana. Tak dapat dimungkiri, banyak pengguna layanan perbankan yang masih menggunakan kombinasi mudah, seperti “123456” atau tanggal lahir, sebagai password.
Penipuan juga kerap dilakukan dengan modus hadiah palsu. Dengan modus ini, para pelaku kejahatan siber menawarkan iming-iming hadiah dan meminta korban mengisi data diri secara lengkap. Padahal, data itu digunakan untuk kejahatan.
#JanganKasihCelah pelaku kejahatan
Untuk menghindari kejahatan siber, pengguna sebaiknya #JanganKasihCelah modus penipuan yang marak terjadi itu.
Sebagai bentuk komitmen terhadap keamanan nasabah, layanan perbankan, seperti Danamon, juga secara aktif mengedukasi nasabah tentang pentingnya menjaga data pribadi agar tidak mudah dimanfaatkan oleh pihak tak bertanggung jawab.
Danamon menyadari bahwa perlindungan terhadap nasabah bukan hanya tentang sistem keamanan digital yang kuat, melainkan juga kesadaran dan edukasi pengguna.
Untuk itu, Danamon mengajak seluruh nasabah untuk tidak menjawab pesan atau telepon tidak dikenal jika ada yang menghubungi. Pastikan juga bahwa yang menghubungi adalah akun resmi perbankan atau instansi resmi.
Nasabah juga sebaiknya tidak mudah percaya pada telepon, pesan, atau email dari pihak yang mengaku-ngaku sebagai bank tanpa validasi yang jelas.
Kemudian, hindari klik sembarang link atau mengunduh file mencurigakan, terutama dari aplikasi pesan instan, seperti WhatsApp. File dengan ekstensi .APK atau PDF berpotensi jadi medium untuk menginstal malware di ponsel Anda.
Selanjutnya, selalu gunakan password yang kuat, tidak berkaitan dengan informasi pribadi, dan aktifkan fitur two-factor authentication untuk lapisan keamanan tambahan.
Jangan lupa untuk melakukan verifikasi ulang informasi melalui kanal resmi Danamon jika ada permintaan data pribadi atau transaksi mencurigakan.
Namun, jika telanjur memberikan data, Anda bisa melakukan langkah berikut.
Penipuan tidak akan berhenti berkembang. Satu-satunya cara untuk menangkalnya adalah menjadi pengguna digital yang bijak dan waspada.
Jadi, #JanganKasihCelah dan jangan mudah tergoda. Selalu berpikir dua kali sebelum memberikan informasi pribadi kepada siapa pun, bahkan jika mereka tampak meyakinkan. Tutup celahnya, tutup peluangnya.