Advertorial

Pemprov Lampung Desak Pemerintah Pusat Putuskan Harga dan Mutu Singkong Berlaku secara Nasional

Kompas.com - 02/05/2025, 15:23 WIB

KOMPAS.com - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat menyelesaikan persoalan singkong yang tak dapat dituntaskan di tingkat provinsi. 

Masalah tersebut meliputi standar harga, kadar aci, dan potongan. Ketiga hal tersebut diharapkan bisa diseragamkan serta berlaku secara nasional. 

Desakan itu disampaikan melalui rapat yang digelar secara daring dengan sejumlah kementerian untuk menyikapi penurunan harga singkong atau ubi kayu di Lampung. 

Rapat tersebut diikuti para deputi, direktur jenderal (dirjen), dan direktur dari Kementerian Koordinator (Menko) Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian Perdagangan (Kemendag), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Bappenas), dan Badan Ketahanan Pangan Nasional. 

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung pun berharap, keputusan dapat terbit dalam dua tiga hari ke depan. 

Adapun pada Jumat (31/1/2025), petani serta pelaku industri tapioka sepakat mematok harga singkong Rp 1.350 per kilogram (kg) dengan potongan maksimal 15 persen. 

Namun, harga singkong kini turun ke angka Rp 1.000 per kg. Sejak awal April 2025, harga singkong turun ke level Rp 1.100 per kg dengan potongan (rafaksi) hingga 30 persen.

"Di lapangan, ada dua persoalan yang tidak bisa diselesaikan Provinsi Lampung karena ini ranah kementerian. Kalau dua masalah ini tidak diselesaikan oleh kementerian, antara pabrik dan petani tidak bakal ada titik temu,” ujar Ketua Pansus Tata Niaga Singkong Mikdar Ilyas dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Jumat (2/5/2025). 

Mikdar melanjutkan, petani menghendaki harga Rp 13.500 dengan potongan 15 persen serta kadar aci 20. 

“Sementara, pihak pabrik menghendaki harga Rp 13.500 dengan kadar aci 24 serta potongan 15 persen,” kata Mikdar.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat menyelesaikan persoalan singkong yang tak dapat dituntaskan di tingkat provinsi. Dok. Pemprov Lampung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Panitia Khusus (Pansus) Tata Niaga Singkong Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung mendesak pemerintah pusat menyelesaikan persoalan singkong yang tak dapat dituntaskan di tingkat provinsi.

Harga singkong secara nasional

Mikdar menyampaikan bahwa dua masalah tersebut memiliki dasar kuat, terutama pabrik. 

Apabila harga tidak diberlakukan secara rasional, lanjut dia, pabrik tapioka di Lampung dipastikan tidak akan beroperasi karena harga hasil produksi lebih tinggi ketimbang produk tapioka impor.

Bahkan, produk tapioka Lampung kalah bersaing dengan tapioka yang dihasilkan produsen dari provinsi lain.

“Lampung yang 70 persen menghasilkan tapioka di Indonesia tak laku dan kalah bersaing. Di pasar nasional saja, mereka tak bisa bersaing dengan tapioka dari Medan, Bangka, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Mereka yang di Lampung pasti kalah," papar Mikdar.

Alhasil, pabrik berpotensi tutup. Sebaliknya, bila harga ditetapkan oleh pemerintah dan diterapkan secara nasional, pabrik akan mengikutinya.

“Dengan kondisi seperti itu, apa yang kami capai bersama Menteri Pertanian (Mentan) mungkin sudah selesai. Persoalan ini (merupakan) ranah kementerian," kata Mikdar.

Pemprov Lampung berharap, para deputi dan direktur dapat menyelesaikan permasalahan singkong. Dengan begitu, harga singkong saat ini yang mencapai Rp 1.100 per kg dengan potongan 30-38 persen dapat naik sesuai kesepakatan awal. 

"Kondisi petani saat ini hanya terima harga singkong pada kisaran harga Rp 400–Rp 500 per kg. Bukan untung, modal pun tak kembali," kata Mikdar.

Mikdar menambahkan, masyarakat Lampung menggantungkan hidup pada tanaman singkong. 

Oleh karena itu, pihaknya berharap, kementerian terkait tidak menganggap sepele persoalan tersebut. 

“Saya sebagai Ketua Pansus dan petani Lampung, (mendorong) harga kesepakatan dapat dijalankan dan berlaku nasional," tutur politikus Partai Gerindra itu.

Pihaknya bersama Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal memantau perkembangan usulan tersebut ke kementerian. 

“Harapannya, usulan ini dapat berlaku secara nasional agar harga tapioka Lampung mampu bersaing,” imbuhnya.

Hilirisasi singkong 

Pada kesempatan sama, Gubernur Lampung mengatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan seluruh bupati dan wali kota se-Lampung di Gedung Pusiban Kantor Gubernur Lampung, Rabu (16/4/2025). 

Salah satu isu utama yang dibahas adalah hilirisasi komoditas strategis Lampung, termasuk singkong. 

Selain itu, Pemprov Lampung juga memperkuat hilirisasi guna meningkatkan nilai tambah produk, daya saing, dan kemandirian industri. 

"Tujuan investasi ini untuk menyerap lapangan kerja serta mendapatkan nilai tambah dari produk. Konsentrasi kami sekarang melakukan hilirisasi di tingkat desa," ujar Mirza.

Adapun target pembangunan yang ingin dicapai Pemprov Lampung selaras dengan pemerintah pusat. 

"Kami juga membahas sejumlah isu, seperti ketimpangan, tingkat kemiskinan, pendidikan, dan infrastruktur," kata Mirza.

Selain meningkatkan nilai tambah produk, daya saing, dan kemandirian industri, hilirisasi juga bisa menjadi solusi dalam menjaga kestabilan harga hasil pertanian.

"Tujuan investasi ini untuk menyerap lapangan kerja dan mendapatkan nilai tambah dari produk. Fokus kami sekarang melakukan hilirisasi di tingkat desa," ujar Mirza.

Hilirisasi singkong menjadi perhatian Pemprov Lampung untuk mendukung Asta Cita Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Terutama, Asta Cita Kelima, yakni hilirisasi dan industri berbasis sumber daya alam (SDA), melanjutkan hilirisasi, serta mengembangkan industri berbasis sumber daya alam untuk meningkatkan nilai tambah dalam negeri.

Menurut Mirza, sebagai produsen ubi kayu nomor satu di Indonesia, Lampung harus mengembangkan hilirisasi ubi kayu agar tak hanya dijadikan tepung tapioka. 

Pasalnya, selama puluhan tahun terakhir, produk singkong hanya didominasi industri tapioka sehingga menjadi oligopoli.

"Singkong bisa jadi bahan baku bahan bakar minyak (BBM) untuk mendukung kemandirian energi dan energi hijau. Dengan begitu, harga singkong naik dan stabil," jelasnya. 

Hingga kini, Provinsi Lampung masih memimpin produksi ubi kayu nasional dengan kontribusi sebesar 39 persen dari total produksi Indonesia. 

Produksi ubi kayu di Lampung mencapai 6.719.088 ton dan menjadikan provinsi ini menduduki peringkat pertama secara nasional. 

Kabupaten Lampung Tengah menjadi salah satu daerah dengan produksi ubi kayu terbesar Lampung dengan luas panen mencapai 77.038 hektare.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau