KOMPAS.com – Industri manufaktur di berbagai negara saat ini tengah menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi global, termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) berkomitmen memperkuat sektor manufaktur nasional melalui kebijakan afirmatif yang berpihak pada industri dalam negeri.
Langkah tersebut diwujudkan melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) Pemerintah. Peraturan ini menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem industri nasional.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan, membangun industri manufaktur di sebuah negara tidak semudah membalikkan tangan. Sebab, terdapat banyak aspek yang terlibat, seperti ekosistem dan rantai pasok (supply chain).
“Sebaliknya, untuk menghancurkan industri itu bisa sangat mudah. Oleh karena itu, kebijakan ini hadir untuk menjaga keberlangsungan sektor industri dalam negeri,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Minggu (11/5/2025).
Menperin menjelaskan, Perpres Nomor 46 Tahun 2025 memuat langkah progresif yang tidak terdapat dalam regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah.
Salah satu pasal kunci dalam Perpres 46 Tahun 2025, yakni Pasal 66 ayat (2B), memberikan afirmasi terhadap penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Pasal ini adalah pasal afirmatif dan progresif yang sebetulnya memberikan kesempatan lebih besar bagi industri dalam negeri untuk bisa berpartisipasi dalam government procurement,” tegas Menperin.
Hal tersebut, imbuhnya, menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah terhadap industri nasional. Salah satunya dengan memberikan ruang partisipasi yang lebih besar dalam pengadaan pemerintah, termasuk di tingkat daerah.
“Regulasi baru ini sejalan dengan arahan Presiden Prabowo dalam Sarasehan Ekonomi di Gedung Mandiri pada pertengahan April 2025. Presiden meminta agar kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) direlaksasi dan diubah menjadi insentif. Regulasi PBJ ini telah sesuai dengan arahan presiden tersebut,” papar Agus.
Tak hanya itu, Kemenperin juga berkomitmen untuk mereformasi kebijakan TKDN. Utamanya, dalam hal Tata Cara Perhitungan TKDN agar lebih sederhana, lebih cepat, dan berbiaya murah.
Tujuannya, kata Agus, agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dapat dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, badan usaha milik negara (BUMN), serta badan usaha milik daerah (BUMD).
Menperin menambahkan, reformasi kebijakan TKDN sebenarnya telah dimulai jauh sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke AS pada awal April 2025. Pembahasan reformasi Tata Cara Perhitungan TKDN telah dimulai oleh Kemenperin sejak Februari 2025.
Agus melanjutkan, reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena kebijakan tarif resiprokal Presiden Trump atau tekanan akibat perang dagang global, tetapi berdasarkan kebutuhan industri dalam negeri.
“Kami senantiasa mengikuti kebijakan dan arahan Presiden Prabowo dalam membangun industri manufaktur Indonesia ke depan,” katanya.
Agus menuturkan, Kemenperin memiliki misi dan semangat untuk membuka kesempatan sebesar-besarnya bagi penciptaan usaha baru serta peningkatan iklim investasi yang kondusif.
Berangkat dari komitmen tersebut, Kemenperin telah memulai reformasi TKDN. Langkah ini bahkan sudah dilakukan sebelum kebijakan deregulasi diambil sebagai respons atas kebijakan tarif AS.
Adapun reformasi TKDN yang dilakukan Kemenperin mencakup formulasi penghitungan komponen dalam negeri yang lebih berkeadilan serta penyederhanaan proses bisnis dalam penerbitan Sertifikat TKDN.
Rumusan kebijakan reformasi TKDN tersebut telah melalui uji publik dan saat ini sedang dalam tahap finalisasi.
“Saya berharap reformasi TKDN ke depan semakin meningkatkan minat usaha dan investasi di Tanah Air, serta meningkatkan kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian nasional,” ungkap Menperin.