KOMPAS.com – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum mencatat peningkatan signifikan dalam jumlah permohonan pendaftaran desain industri (DI) domestik selama lima tahun terakhir.
Dari 2.543 permohonan domestik pada 2020, angka permohonan pendaftaran DI domestik naik menjadi 5.827 permohonan pada 2024 dengan rerata kenaikan 23 persen setiap tahun.
Tren tersebut menunjukkan peningkatan kesadaran masyarakat dan pelaku usaha akan pentingnya pelindungan desain sebagai aset kekayaan intelektual yang bernilai ekonomi.
Pemeriksa Desain Industri Madya DJKI Rizki Harit Maulana menjelaskan, sejak dulu, pendaftaran desain industri lokal memang lebih dominan jika dibandingkan dari luar negeri di Indonesia.
“Tidak mengherankan bila pertumbuhan pendaftaran domestik Indonesia menjadi yang paling tinggi jika dibandingkan negara-negara lain,” ujar Rizki dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Selasa (27/5/2025).
Data DJKI menunjukkan bahwa pada 2024, terdapat sejumlah sektor dengan jumlah permohonan tertinggi.
Pertumbuhan di sektor-sektor itu mencerminkan dinamika industri kreatif yang semakin memandang desain sebagai faktor pembeda sekaligus kekuatan kompetitif di pasar.
“Peningkatan ini juga didorong oleh transformasi digital yang diterapkan DJKI dalam layanan pendaftaran kekayaan intelektual, serta upaya peningkatan kesadaran publik melalui berbagai kanal edukasi, terutama di lingkungan kampus,” papar Rizki.
Rizki melanjutkan, digitalisasi sistem memberikan akses yang lebih cepat dan mudah bagi pemohon untuk melindungi desainnya.
Masifnya kegiatan edukatif turut mendorong pemahaman sejak tahap awal penciptaan produk. Alhasil, semakin banyak pemohon yang menyadari pentingnya mendaftarkan desain sebelum dipasarkan untuk menghindari risiko kehilangan hak eksklusif.
Meski demikian, kata Rizki, DJKI menemukan bahwa para pemohon masih menghadapi sejumlah tantangan. Beberapa di antaranya adalah kesalahpahaman bahwa desain industri langsung tercatat seperti hak cipta, padahal harus melalui proses pemeriksaan substantif.
Selain itu, banyak pula pemohon yang belum memahami kelengkapan dokumen—khususnya lampiran gambar desain—serta belum memahami sepenuhnya apa yang dikategorikan sebagai produk desain industri.
Ketidaktahuan bahwa desain harus bersifat baru (novelty) juga menyebabkan banyak permohonan ditolak.
Menanggapi hal tersebut, DJKI aktif menyelenggarakan sosialisasi dan edukasi melalui program Obrolan Kreatif dan Edukatif Kekayaan Intelektual (OKE KI).
Program tersebut bertujuan memberikan edukasi menyeluruh mengenai kekayaan intelektual, termasuk desain industri, mulai dari definisi dan ruang lingkupnya, cara pendaftaran yang benar, hingga cara memastikan desain memenuhi syarat kebaruan dan kelayakan pelindungan hukum.
Sebagai bagian dari komitmen memperkuat pelindungan desain industri di dalam negeri, DJKI juga tengah menyusun revisi terhadap Undang-Undang Desain Industri.
Rancangan undang-undang (RUU) itu bertujuan untuk memperbarui regulasi agar sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan industri.
RUU tersebut juga akan memberikan pelindungan lebih kuat kepada pelaku usaha, khususnya usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), agar lebih berdaya saing, baik di pasar nasional maupun internasional.
DJKI pun mengajak seluruh pelaku industri kreatif, desainer, dan UMKM untuk memahami pentingnya mendaftarkan desain industrinya sejak dini.
Dengan pendaftaran yang tepat, pelaku usaha tidak hanya memperoleh pelindungan hukum, tetapi juga membuka peluang untuk mengembangkan bisnis melalui lisensi, kemitraan, dan ekspansi pasar.
Untuk mengetahui informasi lebih lengkap mengenai pendaftaran desain industri, dapat diakses melalui laman resmi DJKI www.dgip.go.id.