Advertorial

Satelit Lampung-1 Segera Mengorbit, Jadi Lompatan Tinggi Gubernur Mirza Menuju Peradaban Modern

Kompas.com - 30/05/2025, 16:20 WIB

KOMPAS.com - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal membawa Provinsi Lampung melompat tinggi dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI) dan big data untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

Upaya itu dilakukan Mirza dengan menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan dua perusahaan luar angkasa asal China, yakni Star.vision Aerospace Ltd dan Oriental Maritime Space Port (Shandong) Development Group Co Ltd.

Penandatanganan kerja sama yang difasilitasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berlangsung di kantor pusat Star.vision, Kota Haiyang, Provinsi Shandong, China, Rabu (28/5/2025).

Lewat kemitraan tersebut, kebijakan pembangunan di Provinsi Lampung dibuat berbasis data akurat yang diolah AI. Data diambil dari citra Satelit Lampung-1 yang akan mengorbit di Lampung pada 2026.

Seluruh biaya satelit akan menjadi tanggungan Star.vision Aerospace tanpa menggunakan sepeser pun dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Lampung.

"Lampung mendapat manfaatnya untuk berbagai kepentingan," ujar Mirza dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, jumat (30/5/2025).

Star.vision Aerospace Ltd merupakan perusahaan teknologi luar angkasa China yang dikenal sebagai pionir dalam pengembangan satelit observasi Bumi serta layanan data satelit berbasis AI.

Produk andalannya antara lain adalah satelit MiniSAR, Hyperspectral, dan Optical Earth Observation. Semua produk ini telah digunakan secara luas oleh sejumlah negara dan instansi di bidang pertahanan, pertanian, kelautan, serta mitigasi bencana.

Star.vision juga memproduksi satelit berukuran mini dan mikro (MiniSAR dan NanoSat). Meski mini, satelit ini punya kemampuan pengamatan resolusi tinggi hingga 30 cm serta lebih efisien dari segi biaya peluncuran dan operasional.

Satelit tersebut menggunakan teknologi kamera multispektral dan hiperspektral untuk menangkap informasi detail dari permukaan Bumi. Hal ini membuatnya cocok dipakai untuk keperluan pemetaan pertanian, kehutanan, dan deteksi polusi.

Kemudian, beberapa teknologi kunci yang digunakan satelit itu adalah Synthetic Aperture Radar (SAR), Optical Imaging (resolusi tinggi dan hiperspektral), serta AI-Based Image Processing.

Selain itu, ada pula Real-Time Data Downlink System danCloud-Based Geospatial Analytics Platform.

Dengan teknologi SAR, satelit mampu melakukan observasi, meski dalam kondisi gelap atau tertutup awan.

"Satelitnya juga bisa dipakai menghitung jumlah kendaraan, jumlah petani, dan jumlah bangunan. Dengan satelit ini, kami tidak perlu lagi cari data soal Provinsi Lampung dan daerah lain. Bisa menghemat anggaran pembuatan studi kelayakan dengan berbagai data AI satelit," kata Mirza.

Sebab, lanjutnya, data dari satelit akan diproses menggunakan algoritma AI yang mampu mengenali pola perubahan lahan, prakiraan cuaca mikro, serta analisis pertumbuhan tanaman secara real-time.

Dilengkapi sistem konstelasi

Di Lampung, Star.vision akan mengembangkan sistem constellation atau konstelasi satelit. Dengan sistem ini, satelit memiliki cakupan wilayah lebih luas dengan pengamatan berkala dalam hitungan jam.

Berdasarkan simulasi yang dihadiri Mirza, Lampung dapat memanfaatkan satelit Star.vision untuk mendeteksi potensi banjir dan longsor serta kebakaran hutan melalui pencitraan permukaan secara cepat.

Kondisi sungai, pantai, ekosistem laut, serta mendeteksi pencemaran juga bisa dilakukan. Satelit juga bisa dipakai untuk memantau proyek strategis seperti pelabuhan, jalan tol, dan pertambangan.

Satelit dari Star.vision. Dok. Pemprov Lampung Satelit dari Star.vision.

“Tak kalah penting, Lampung dapat memanfaatkannya membantu petani dan pemerintah dalam memantau kesehatan tanaman, kebutuhan air, dan panen. Semuanya berbasis data," kata Mirza.

Teknologi Star.vision saat ini digunakan oleh berbagai negara yang membutuhkan layanan satelit ekonomis dan berkinerja tinggi, mulai dari Asia, Afrika, hingga Amerika Selatan.

Di China, pemerintah setempat menggunakannya untuk mendukung berbagai proyek riset dan pertahanan sipil.

Pemerintah Pakistan menggunakan Star.vision untuk pengawasan pertanian dan infrastruktur.

Kemudian, Brasil dan Argentina memakai Star.vision untuk monitoring hutan dan pertanian.

Selanjutnya, negara-negara Afrika Timur menggunakan Star.vision untuk memonitor kekeringan dan perubahan iklim.

Kini, Indonesia melalui kerja sama dengan Pemprov Lampung juga memakai Star.vision untuk kebijakan pembangunan daerah.

Tanggapan astronom senior Itera Lampung

Astronom senior dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kini menjadi dosen Program Studi Sains Atmosfer dan Keplanetan (SAP) di Institut Teknologi Sumatera (Itera) Lampung, Dr Hakim Luthfi Malasan, menyambut baik kehadiran Satelit Lampung-1.

Menurutnya, penggunaan satelit tersebut memiliki banyak manfaat untuk berbagai sektor, mulai dari pertanian, bencana, cuaca, dan kesehatan.

Astronom yang pernah menjabat Direktur Observatorium Bosscha Bandung pada periode 2010–2012 itu pun menilai, penguasaan saintek terkait satelit dapat ditingkatkan dalam konteks laboratorium nyata bagi mahasiswa.

Apalagi, bidang keilmuan observatorium dan satelit buatan dikembangkan di Itera melalui Prodi SAP.

“Saya berharap, Gubernur Mirza dapat melibatkan Itera dalam memanfaatkan Satelit Lampung-1 untuk peningkatan mutu SDM,” kata Hakim.

Kehadiran Satelit Lampung-1, tambah Hakim, akan paripurna bagi generasi muda Lampung jika Pemprov bisa mewujudkan Observatorium Gunung Betung, selain stasiun landas Bumi satelit yang dihadirkan pada saat bersamaan.

 “Bagus sekali kalau pada saat bersamaan observatorium di Gunung Betung dilanjutkan juga," ucap Hakim.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau