Advertorial

BPJS Kesehatan Pastikan Jaminan Katarak dan Faskes di Daerah Pelosok

Kompas.com - 14/06/2025, 19:38 WIB

KOMPAS.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan menegaskan bahwa pelayanan kesehatan katarak tetap menjadi bagian dari manfaat yang dijamin dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Kepala Humas BPJS Kesehatan Rizzky Anugerah menjelaskan bahwa tidak ada pembatasan layanan katarak selama memenuhi indikasi medis serta tersedia sarana dan prasarana yang memadai di fasilitas kesehatan (faskes).

“Tidak benar jika disebut bahwa BPJS Kesehatan membatasi layanan katarak. Layanan tersebut tetap diberikan kepada peserta sesuai kebutuhan medisnya. Justru kami memastikan pelayanan berjalan dengan tepat sasaran dan efisien,” ujar Rizzky dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (14/6/2025).

Sebagai penyelenggara program JKN, BPJS Kesehatan juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pembiayaan pelayanan kesehatan dilakukan dengan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas.

Upaya tersebut dilakukan untuk mencegah potensi kecurangan (fraud) dan moral hazard, sebagaimana pernah diungkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait temuan kecurangan layanan katarak beberapa waktu lalu.

“Prinsip kehati-hatian ini merupakan bagian dari proses evaluasi berkelanjutan untuk meningkatkan efektivitas dan keadilan pelayanan kesehatan yang melibatkan banyak pihak profesional, di antaranya Pusat Pembiayaan, Pelayanan Klinis, dan Tim Koding Kementerian Kesehatan (Kemenkes), BPJS Kesehatan, PB IDI, Perdami, serta Kolegium Mata,” jelas Rizzky.

Pada 2024, pemanfaatan layanan kesehatan mata, baik di rawat jalan tingkat lanjutan (RJTL) maupun rawat inap tingkat lanjutan (RITL), mencapai 16,9 juta kasus dengan total biaya pelayanan mencapai Rp 8,1 triliun.

Khusus kasus katarak, terdapat 3,5 juta kasus dengan biaya pelayanan mencapai Rp 5,4 triliun.

Dekatkan faskes di daerah pelosok

Rizzky juga menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan berupaya memastikan akses layanan kesehatan hingga ke pelosok negeri, khususnya bagi peserta yang tinggal di daerah belum tersedia faskes memenuhi syarat (DBTFMS) untuk mendekatkan faskes.

Langkah tersebut diambil untuk menjawab tantangan kondisi geografis Indonesia yang luas dan menantang sehingga menyebabkan faskes belum merata.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional yang diperkuat oleh Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, setiap peserta program jaminan kesehatan berhak mendapatkan manfaat jaminan kesehatan.

Jaminan tersebut mencakup pelayanan perorangan, seperti pelayanan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang dibutuhkan.

Namun, Indonesia saat ini masih menghadapi tantangan berat dalam upaya menyediakan akses pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Salah satu persoalan yang dihadapi adalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai serta disparitas distribusi tenaga kesehatan. Selain itu, faskes dan tenaga kesehatan, khususnya dokter spesialis, juga masih terpusat di kota-kota besar.

Rizzky menjelaskan, tugas utama BPJS Kesehatan adalah memberikan jaminan pelayanan kesehatan untuk upaya kesehatan perorangan atau personal health, bukan upaya kesehatan masyarakat atau public health.

“Secara prinsip, BPJS Kesehatan tidak dibebani tanggung jawab atas ketersediaan faskes atau pemenuhan kebutuhan di sisi supply side,” kata Rizzky.

Meski demikian, BPJS Kesehatan tak lantas berdiam diri. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan akses layanan kesehatan kepada seluruh peserta JKN, termasuk mereka yang tinggal di wilayah terpencil dan DBTFMS.

"BPJS Kesehatan tetap memberikan penjaminan bagi peserta yang tinggal di wilayah terpencil dan kepulauan serta daerah tanpa faskes yang memenuhi syarat," kata Rizzky.

BPJS Kesehatan juga melakukan implementasi terbatas pemberian kompensasi bagi DBTFMS dalam bentuk kerja sama dengan fasilitas kesehatan bergerak, kerja sama dengan kriteria khusus, dan pengiriman tenaga kesehatan.

Rizzky menjelaskan, regulasi terkait layanan kesehatan pada DBTFMS juga telah diatur dalam Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid mengamanahkan pemberian kompensasi pada DBTFMS yang lebih lanjut diatur oleh Kemenkes.

“Tentu, kami berharap ada koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam distribusi tenaga kesehatan dan faskes di wilayah terpencil, perbatasan, dan kepulauan. Selain itu, diperlukan juga penyusunan regulasi pendukung dalam penjaminan layanan di wilayah yang belum tersedia faskes memenuhi syarat,” kata Rizzky.

Pada 2024, BPJS Kesehatan mengupayakan akses layanan di 56 titik wilayah dari 11 provinsi yang masuk kategori DBTFMS.

Salah satu upaya yang dilakukan BPJS Kesehatan adalah menyediakan faskes melalui kerja sama dengan pihak lain. Salah satunya adalah penyediaan faskes bergerak, seperti RS Apung Ksatria Airlangga, RS Apung Nusa Waluya II, dan RS Apung Lie Dharmawan II, dalam memberikan pelayanan kesehatan di wilayah yang ditetapkan sebagai DBTFMS.

Kompensasi juga diberikan melalui pengiriman tenaga kesehatan ke wilayah yang telah ditetapkan sebagai DBTFMS serta bekerja sama dengan fasilitas kesehatan dengan kriteria khusus.

“Dalam upaya meningkatkan kualitas pengelolaan program JKN, BPJS Kesehatan terus melakukan evaluasi berkala serta berkoordinasi dengan pemangku kepentingan, seperti Kemenkes, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan KPK,” kata Rizzky.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau