KOMPAS.com - Langkah Telkom Group mengalihkan bisnis IndiHome ke PT Telkomsel dinilai sebagai keputusan strategis dalam memperkuat konsolidasi grup.
Perubahan pengelolaan IndiHome tidak akan mengurangi potensi keuntungan Telkom Group. Sebab, Telkomsel sebagai anak usaha tetap menyetor laba ke induknya.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Rejalam menilai, keputusan tersebut merupakan strategi bisnis yang cermat dan wajar bagi entitas sebesar Telkom.
“Kalau ada yang mengatakan itu enggak menguntungkan, ya, aneh juga,” tutur Piter dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (20/6/2025).
Menurutnya, selama Telkomsel masih dalam lingkup Telkom Group, semua keuntungan tetap dikonsolidasikan. Kecuali jika IndiHome benar-benar dilepas ke luar Telkom Group sepenuhnya.
“Namun, ini tetap di dalam grup Telkom,” ujarnya lagi
Telkom Grup berhasil membukukan pendapatan Rp 149,9 triliun pada 2024. Jumlah ini naik 0,5 persen ketimbang 2023 yang sebesar Rp 149,2 triliun.
Pendapatan Telkom terus tumbuh, meski Indihome telah bergabung dengan Telkomsel sejak 1 Juli 2023.
Dengan penggabungan tersebut, IndiHome kini bisa memanfaatkan basis pelanggan Telkomsel yang sangat besar. Pelanggan IndiHome pun meningkat 7,7 persen atau bertambah sekitar 769.000 pelanggan menjadi 10 juta sejak dialihkan ke Telkomsel.
Jumlah tersebut diperkirakan masih akan terus bertambah, mengingat Telkomsel memiliki 158 juta pelanggan per kuartal I 2025.
Perkuat layanan internet pelanggan
Penggabungan IndiHome ke Telkomsel diyakini dapat memperkuat sinergi antara layanan internet rumah dan seluler. Hal ini sejalan dengan misi Telkom Group untuk menghadirkan layanan fixed-mobile convergence yang lebih optimal untuk pelanggan.
Selain itu, transformasi bisnis itu juga menjadi bagian dari strategi Telkom Group bertajuk “Five Bold Moves”. Inisiatif ini dilakukan untuk mempercepat pertumbuhan dan efisiensi jangka panjang perusahaan.
Piter menegaskan, Telkom bukan lagi sekadar perusahaan yang mengandalkan penjualan pulsa. Lini bisnisnya jauh lebih luas, termasuk kabel laut yang telah menembus pasar global.
“Banyak orang tidak menyadari hal ini. Telkom sedang menata ulang bisnisnya agar selaras dengan perkembangan industri,” katanya.
Ketika ditanya soal potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 26,3 triliun dari lini IndiHome, Piter menilai justru kini Telkom punya sumber pertumbuhan baru yang lebih menjanjikan.
Direktur Eksekutif Segara Research Institute Piter Abdullah Rejalam memuji langkah Telkom Group dalam mengalihkan bisnis IndiHome ke PT Telkomsel. Ia mendukung penuh pergeseran strategi Telkom ke segmen business-to-business (B2B), seperti infrastruktur digital, pusat data, cloud, serta konektivitas untuk perusahaan dan lembaga pemerintahan.
“Saya tidak mau seperti komentator bola yang merasa lebih pintar dari pelatih. Telkom lebih tahu bisnisnya,” ujar Pieter.
Pieter menilai, pergeseran bisnis Telkom ke segmen B2B merupakan langkah tepat karena pangsa pasarnya lebih besar ketimbang bisnis ritel. Bahkan, lini bisnis Telkom, seperti kabel laut dan satelit, sudah dikenal luas di pasar internasional.
“Telkom sudah menjadi perusahaan multinasional yang membawa nama baik Indonesia. Itu membanggakan,” katanya.
Piter meyakini bahwa pusat data (data center) akan menjadi penggerak utama pertumbuhan Telkom di masa depan. Pasalnya, permintaan data center meningkat tajam di era digital.
Untuk itu, ia mengingatkan Indonesia untuk bergerak cepat agar bisnis data center tidak dikuasai negara lain, seperti Singapura. Menurutnya, keamanan data nasional harus menjadi perhatian dan Telkom bisa memainkan peran strategis di sektor ini.
“Data kita harus disimpan di dalam negeri. Telkom bisa menjadi pemain utama. Ini akan menjadi pilar pendapatan baru bagi Telkom,” tuturnya.