YOGYAKARTA, KOMPAS.com – Lewat pukul 17.00 Waktu Indonesia Barat (WIB), suasana di Dusun Kardangan, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tampak begitu tenang.
Lalu lintas dan aktivitas warga yang tadinya ramai perlahan mereda. Hal ini wajar mengingat langit mulai menggelap dan sebagian besar warga bersiap untuk beristirahat.
Meski demikian, aktivitas justru tetap padat di Koperasi Perkumpulan Petani Hortikultura Puncak Merapi (PPHPM), unit pengelola pasar lelang komoditas cabai dan sayuran di Kabupaten Sleman. Di tempat ini, kegiatan justru baru memasuki puncaknya.
Setiap malam, para petani dan pekerja tampak sibuk memilah, mengemas, dan mempersiapkan komoditas hortikultura, terutama cabai merah untuk dilelang secara digital.
Koperasi PPHPM berdiri pada 2013 sebagai komunitas petani yang mendapat pendampingan budi daya hortikultura. Meski hasil pertanian meningkat, masalah klasik seperti harga yang tidak stabil dan rendahnya posisi tawar petani tetap menjadi tantangan utama.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pada 2017 dibentuk pasar lelang manual dengan sistem penawaran tertutup. Inovasi ini memberikan angin segar bagi petani karena harga menjadi lebih adil dan transparan.
Tonggak penting datang pada 2020 saat Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) DIY masuk untuk membantu meningkatkan kapasitas kelembagaan mereka.
Saat bercerita kepada Kompas.com, Selasa (24/6/2025), Sekretaris Koperasi PPHPM Ardhi Prasetyo mengaku bahwa BI tidak hanya hadir dari sisi finansial, tetapi juga mendorong transformasi kelembagaan untuk mengakses sumber pendanaan.
“Berkat saran dan bantuan BI, kami akhirnya berubah dari asosiasi menjadi perkumpulan berbadan hukum agar mendapatkan bantuan dan bisa mandiri,” ujar Ardhi.
Digitalisasi sistem lelang
Bantuan dari BI tidak hanya dalam bentuk kelembagaan, tapi juga membantu digitalisasi sistem lelang PPHPM yang sebelumnya masih dilakukan secara manual atau melalui WhatsApp dengan menghadirkan aplikasi diPanen.id. Aplikasi ini juga menjadi bagian dari upaya pengendalian inflasi.
Melalui platform itu, setiap proses mulai dari pengumpulan data komoditas cabai dari petani, input penawaran harga oleh pegadang, hingga lelang ditutup. Semua proses dilakukan secara terpusat dan transparan.
“Lelang dimulai pukul 16.00 dan berakhir pukul 20.00 WIB. Di akhir, harga hasil lelang akan muncul di sistem dan menjadi harga dasar bagi petani se-Kabupaten Sleman. Data dari aplikasi ini juga bisa kami olah untuk mengetahui tren harga danmusim tanam ideal,” kata Ardhi.
Sekretaris Koperasi PPHPM Ardhi Prasetyo (kiri), Ketua Koperasi PPHPM Aji Waluyo (tengah), dan Ketua PPHPM Nanang Kuswahyudi (kanan). Dampak aplikasi diPanen.id cukup signifikan. Para petani kini tak lagi resah soal harga atau pembayaran. Mereka juga tidak perlu khawatir terhadap tengkulak yang menekan harga terlalu rendah.
Berkat inovasi itu, koperasi PPHPM kini dipercaya menjadi koordinator pasokan cabai nasional, termasuk dalam kegiatan stabilisasi harga di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY Sri Darmadi Sudibyo menjelaskan, dukungan tersebut merupakan komitmen BI dalam pengembangan UMKM melalui pilar Peningkatan Kapasitas.
Lewat pilar itu, BI telah menjalankan berbagai program, seperti penguatan manajemen usaha, peningkatan kualitas produk, akses pasar, kapasitas keuangan dan SDM, hingga pemanfaatan teknologi digital.
“Pada pengembangan UMKM klaster pangan, seperti pada PPHPM, kami mendukung dengan menerapkan teknologi irigasi sprinkle dan internet of thing (IoT) dari sisi hulu. Sementara, di sisi hilir diwujudkan melalui platform diPanen.id,” jelas Dibyo.
Dorong UMKM go global
Komitmen BI dalam mengembangkan UMKM tak hanya menyasar sektor pangan, tetapi juga merambah sektor industri kreatif.
Salah satu contohnya adalah pendampingan kepada Indo Risakti, pelaku usaha asal Bantul, Yogyakarta. Usaha ini memproduksi kerajinan berbahan alami, seperti enceng gondok, batang pisang, pandan laut, mendong, dan akar kayu.
Produk mereka cukup beragam, mulai dari keranjang, kotak hias, cermin, dekorasi dinding, hingga ornamen rumah bergaya etnik Indonesia. Menariknya, 99 persen pasar mereka berada di luar negeri.
Indo Risakti resmi menjadi mitra binaan BI sejak 2018 setelah sebelumnya menjalin komunikasi dengan perwakilan BI dalam sebuah pameran internasional di New York.
Pemilik Indo Risakti Windu Sinaga mengatakan bahwa BI terus memberikan dukungan berkelanjutan, mulai dari pelatihan, kurasi, fasilitasi pameran, pembuatan video profil perusahaan, business matching, hingga akses pembiayaan.
Owner Indo Risakti Windu Sinaga dan Riris Simanjuntak. Alhasil, Indo Risakti kini mampu melakukan pengiriman sebanyak hingga lima kontainer per bulan. Bahkan, sempat mencapai 10 kontainer per bulan saat pandemi Covid-19. Sebelum dibina BI, kapasitas ekspor mereka hanya satu sampai dua kontainer per bulan.
Nilai per kontainer pun cukup tinggi, dengan rata-rata berkisar antara 16.000 dollar Amerika Serikat (AS) hingga 20.000 dollar AS.
Menurut Dibyo, Indo Risakti merupakan salah satu UMKM binaan dalam program Go Export yang dijalankan BI.
“BI mendorong UMKM berorientasi ekspor melalui kurasi ketat, fasilitasi pembuatan company profile dan e-catalog, serta business matching. Kami juga bantu fasilitasi pameran nasional dan internasional,” ujar Dibyo.