KOMPAS.com - Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memperkenalkan inovasi pemeriksaan substantif daring untuk permohonan indikasi geografis.
Terobosan tersebut bertujuan mempercepat proses layanan sekaligus memperluas akses pelindungan hukum bagi produk-produk unggulan daerah.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual Razilu memaparkan, DJKI mendorong inovasi tersebut agar proses permohonan indikasi geografis menjadi lebih cepat, transparan, dan efisien tanpa mengurangi akurasi penilaian.
“DJKI terus bertransformasi untuk menghadirkan layanan berbasis digital demi mendukung kemajuan ekonomi kreatif berbasis kekayaan intelektual,” ujar Razilu dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (3/7/2025).
Sebelum menjalani pemeriksaan substantif secara daring, DJKI lebih dahulu menyelenggarakan konsultasi teknis dengan pemohon. Tujuannya, untuk memastikan kelengkapan dan akurasi dokumen deskripsi indikasi geografis.
Kemudian, tim dari kantor wilayah dan dinas terkait melakukan tinjauan lapangan serta mengisi formulir digital yang disiapkan DJKI. Hasil tinjauan ini menjadi bahan utama dalam rapat verifikasi.
Rapat verifikasi akan dilaksanakan secara daring melalui aplikasi Zoom. Kegiatan ini diikuti pemohon, tim pemeriksa substantif, pemerintah daerah, kantor wilayah, serta Tim Ahli Indikasi Geografis (TAIN).
Dalam forum tersebut, pemohon diberi kesempatan untuk memaparkan keunggulan produk yang diajukan. Sementara itu, tim pemeriksa dan TAIN melakukan validasi berdasarkan data lapangan dan dokumen pendukung.
Proses tersebut juga membuka ruang diskusi terbuka antarpihak untuk memastikan keakuratan dan konsistensi informasi.
Untuk mendukung kelancaran proses, materi pemeriksaan, seperti presentasi PowerPoint, dokumen deskripsi, formulir hasil tinjauan, peta, foto, skema produksi, dan hasil uji laboratorium, wajib dikirim ke email indikasi.geografis@dgip.go.id paling lambat satu minggu sebelum tanggal presentasi yang dijadwalkan.
Sebagai informasi, pemeriksaan substantif secara daring mencakup berbagai aspek, seperti kepemilikan indikasi geografis, nama produk dan wilayah, karakteristik dan kualitas, proses produksi, serta faktor lingkungan geografis dan tradisi budaya.
Setelah didaftarkan, kualitas produk akan ditelaah secara menyeluruh, termasuk pembanding dengan produk sejenis dari wilayah lain.
Razilu mengingatkan, produk berbasis alam atau peternakan perlu dilengkapi hasil uji laboratorium secara organoleptik guna memperkuat identitas khas produknya.
Sementara untuk produk kerajinan dan hasil industri, fokus pemeriksaan lebih menitikberatkan pada karakteristik fisik, seperti warna, tekstur, hingga tampilan visual. DJKI juga telah menetapkan kerangka dan format paparan agar setiap proses berjalan sistematis dan seragam.
Hasil rapat verifikasi akan menjadi dasar TAIN untuk merekomendasikan pendaftaran indikasi geografis, pemeriksaan ulang, atau pemeriksaan luring lebih lanjut. Keputusan akhir akan diajukan kepada Menteri Hukum untuk penerbitan sertifikat atau surat penolakan.
Razilu menilai, penerapan sistem daring tidak hanya mempercepat proses administrasi, tetapi juga membuka ruang kolaborasi yang lebih erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pelindungan kekayaan intelektual.
Inisiatif tersebut sekaligus menjadi solusi atas tantangan geografis dan keterbatasan akses di berbagai wilayah Indonesia.
DJKI ingin memastikan bahwa setiap potensi lokal terlindungi dan diakui secara sah, tanpa terhambat kendala geografis atau administratif.
Razilu berharap, inovasi tersebut semakin memudahkan masyarakat, khususnya pelaku usaha di daerah untuk mendapatkan pelindungan hukum atas produk unggulannya.
“Pemeriksaan substantif secara daring adalah bentuk komitmen kami dalam memperluas akses layanan kekayaan intelektual yang cepat, andal, dan inklusif,” tutur Razilu.