Advertorial

Pemprov DKI Jakarta Tegaskan Olahraga Padel Termasuk Obyek Pajak PBJT, Ini Alasannya

Kompas.com - 04/07/2025, 16:19 WIB

KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menegaskan bahwa olahraga padel termasuk dalam obyek Pajak atas Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Kebijakan tersebut memicu pertanyaan di tengah masyarakat. Apalagi, padel kini tengah digemari oleh masyarakat urban.

Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi DKI Jakarta Lusiana Herawati menjelaskan, pengenaan pajak atas olahraga padel bukan hal baru dalam sistem perpajakan daerah.

Pajak atas kegiatan hiburan telah diatur sejak lama, dimulai dari Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 1997.

“Pajak daerah, termasuk pajak hiburan, merupakan bentuk kontribusi warga dalam membiayai pembangunan dan pelayanan publik,” terang Lusiana.

Dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, hiburan didefinisikan sebagai segala bentuk tontonan, pertunjukan, permainan, dan keramaian yang dikenakan biaya.

Obyek pajak tersebut meliputi pertunjukan seni, film, musik, diskotek, permainan biliar, pusat kebugaran, dan pertandingan olahraga.

Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta Nomor 13 Tahun 2010 yang telah diperbarui melalui Perda Nomor 3 Tahun 2015 secara eksplisit menyebutkan bahwa olahraga seperti renang, tenis, squash, dan futsal sebagai bagian dari obyek pajak hiburan.

Artinya, pemajakan terhadap olahraga permainan telah berlangsung cukup lama dan berjalan tanpa polemik berarti.

Kebijakan tersebut kemudian diperkuat oleh UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Regulasi tersebut mengenalkan klasifikasi baru dalam perpajakan daerah, yaitu PBJT.

Salah satu obyeknya adalah jasa kesenian dan hiburan, termasuk olahraga permainan yang dilakukan di ruang atau tempat khusus dan menggunakan peralatan tertentu.

Olahraga padel dikategorikan sebagai olahraga permainan, bukan hiburan mewah, sehingga tarif PBJT yang dikenakan hanya sebesar 10 persen.

Tarif tersebut lebih rendah dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mencapai 11 persen. Adapun tarif tinggi hingga 75 persen hanya berlaku untuk hiburan mewah yang bersifat eksklusif dan perlu dikendalikan konsumsinya.

Pemprov DKI Jakarta kemudian menetapkan ketentuan teknis lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Dalam aturan tersebut, persewaan ruang dan alat olahraga, seperti tempat kebugaran, lapangan futsal, tenis, hingga kolam renang, dinyatakan sebagai obyek PBJT.

Jenis-jenis olahraga permainan yang dikenai pajak diperjelas melalui Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta Nomor 257 Tahun 2025.

Dalam keputusan itu, olahraga permainan yang menjadi obyek pajak meliputi pusat kebugaran (yoga, pilates, zumba), lapangan berbagai cabang olahraga, tempat panjat tebing, sasana tinju, atletik, jet ski, serta lapangan padel.

Hingga pertengahan 2025, tujuh lapangan padel telah resmi terdaftar sebagai wajib pajak PBJT di Jakarta. Langkah ini diambil demi asas keadilan karena jenis olahraga permainan lain pun telah lama dikenai pajak hiburan.

Lusiana melanjutkan, prinsip utama dalam pemungutan pajak adalah keadilan dan transparansi. Seluruh penerimaan pajak akan digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan publik.

“Tidak perlu khawatir. Tetaplah berolahraga demi kesehatan dan mari bergotong royong membayar pajak untuk kebaikan bersama,” ujar Lusiana.

Lusiana juga mengingatkan kembali kutipan dari Oliver Wendell Holmes Jr.

“Saya senang membayar pajak, karena dengan itu, saya turut membiayai peradaban,” ucapnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau