Jakarta – Berawal dari keprihatinan terhadap minimnya apresiasi masyarakat terhadap kerajinan lokal, pasangan suami-istri sekaligus pelaku kreatif asal Jakarta, Thio Siujinata dan Rika Christina, memilih jalur menjadi couplepreneur.
Berbekal keahlian sebagai desainer, keduanya membangun sebuah usaha kerajinan tangan bernama Craftote yang kini sukses menembus pasar ekspor.
Craftote sendiri fokus pada bidang kerajinan ramah lingkungan berbahan dasar serat alam, seperti eceng gondok, pelepah pisang, purun, bambu, hingga rotan.
Thio bercerita, usaha yang resmi berdiri pada 21 Oktober 2021 itu mengusung konsep galeri kerajinan yang dipadupadankan dengan kedai kopi.
Konsep tersebut ternyata sukses besar karena berhasil menjadi pintu masuk untuk memperkenalkan produk-produk Craftote.
“Lebih dari sekadar kafe, kami ingin menciptakan ruang yang mana pengunjung bisa menikmati kopi sambil melihat produk yang kami tampilkan. Semua material diproses secara manual oleh pengrajin lokal dan kami juga mendukung gerakan go green,” ujar Thio dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Senin (7/7/2025).
Thio menambahkan, Craftote menawarkan berbagai produk, mulai dari tas hingga dekorasi rumah dengan rentang harga mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 3 juta.
Mereka juga menyediakan layanan custom order bagi pelanggan yang menginginkan desain eksklusif sesuai kebutuhan.
Menurut Thio, konsistensi dalam menghadirkan produk yang fungsional bernilai estetisnya yang akhirnya membawa nama Craftote semakin dikenal.
Bahkan, produk-produk mereka kini telah melakukan pengiriman rutin ke Kanada dan Jepang.
Di balik kesuksesan yang diraih, Thio mengungkapkan bahwa pertumbuhan solid Craftote tidak lepas dari keikutsertaan mereka dalam program Rumah BUMN BRI Jakarta pada akhir 2021.
Partisipasi dalam program tersebut menjadi titik balik penting yang mendorong akselerasi bisnis Craftote hingga berkembang seperti sekarang.
“Kami awalnya tidak terlalu memahami dunia usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Namun, sejak ikut kelas-kelas di Rumah BUMN, kami mendapat pengetahuan lebih soal business matching, pencatatan keuangan, efisiensi produk, dan pembelajaran soal business model canvas. Jadi, kami melihat bisnis itu bukan hanya soal produksi dan jualan, tapi juga soal survive,” kata Thio.
Tak berhenti di situ, Craftote juga aktif mengikuti berbagai program pengembangan UMKM yang diselenggarakan BRI, seperti BRI UMKM EXPO(RT) 2025 dan BRI Incubator.
Produk kerajinan dari Craftote. Lewat program-program itu, mereka tidak hanya mendapat akses pasar yang lebih luas, tetapi juga dibekali keterampilan strategis untuk mengelola usaha dan siap bersaing di pasar ekspor.
“Berbekal amunisi tersebut, Craftote kian percaya diri dan mulai menargetkan pasar Eropa sebagai langkah ekspansi bisnis selanjutnya,” kata Thio.
Meski demikian, bagi Thio dan tim, kesuksesan bisnis bukanlah satu-satunya tujuan. Di balik upaya ekspansi, Craftote juga terus menjaga komitmennya terhadap kontribusi sosial.
Oleh karena itu, Craftote secara aktif memberdayakan anak-anak panti asuhan serta pemuda pemudi dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memiliki keterbatasan akses terhadap pendidikan formal melalui pelatihan barista dan pengembangan keterampilan dasar kewirausahaan.
“Bagi Craftote, pertumbuhan usaha sepatutnya berjalan seiring dengan kontribusi sosial yang nyata. Kami juga ingin memberi ruang bagi lebih banyak individu untuk berkembang bersama,” terang Thio.
Sementara itu, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menjelaskan bahwa komitmen Craftote dalam menciptakan dampak sosial itu sejalan dengan semangat BRI dalam mendampingi UMKM naik kelas melalui berbagai program pemberdayaan.
“BRI terus berkomitmen menjadi mitra pertumbuhan bagi pelaku UMKM di Indonesia. Melalui pembiayaan dan berbagai program pemberdayaan, seperti pelatihan, pembinaan, dan akses pasar (expo dan pameran), kami ingin memastikan UMKM seperti Craftote tidak hanya bertahan, tapi juga terus berkembang dan bersaing di pasar nasional dan menembus global,” jelas Hendy.