KOMPAS.com - Universitas Negeri Malang (UM) memperkuat perannya di kancah internasional dengan mendorong kolaborasi riset lintas negara sebagai respons atas tantangan perubahan iklim dan pembangunan berkelanjutan.
Komitmen tersebut diwujudkan melalui kegiatan Collaboration Meeting UM-ISTIC-NRF-FEAHLC yang diselenggarakan di Ruang Sidang Senat Graha Rektorat Lantai 9, Sabtu (19/7/2025).
Acara tersebut menghadirkan pimpinan lembaga riset dan inovasi dari berbagai negara, termasuk Afrika Selatan, serta perwakilan dari sejumlah perguruan tinggi nasional, seperti Universitas Airlangga (UNAIR), Universitas Negeri Surabaya (UNESA), dan Universitas Brawijaya (UB).
Selain itu, turut hadir perwakilan lembaga internasional seperti International Science, Technology and Innovation Centre for South-South Cooperation (ISTIC–UNESCO), National Research Foundation (NRF) Afrika Selatan, serta Department of Science, Technology and Innovation (DSTI).
Rektor UM, Prof Dr Hariyono, MPd., menegaskan bahwa agenda tersebut bukan sekadar seremoni, melainkan langkah strategis untuk menempatkan UM dalam jaringan kolaborasi global yang berfokus pada riset dan inovasi berkelanjutan.
“Ini bukan seremoni, tapi strategi konkret UM untuk masuk jejaring global berbasis research dan inovasi berkelanjutan,” ujarnya lewat rilis yang diterima Kompas.com, Minggu (20/7/2025).
Pertemuan tersebut menjadi tonggak awal bagi UM dalam membangun konsorsium internasional, khususnya dengan Afrika Selatan yang saat ini tengah mengembangkan Future Earth Africa Hub, sebuah pusat riset kolaboratif lintas negara yang berfokus pada isu-isu perubahan global.
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UM, Prof Dr Markus Diantoro, MSi., memaparkan bahwa komunikasi antara UM dan mitra internasional telah terjalin sejak 2020.
Selama periode tersebut, UM aktif melakukan penjajakan kerja sama melalui kunjungan ke Malaysia, Jepang, Korea Selatan, dan Afrika Selatan.
“Kami pernah dikirim ke Malaysia, Jepang, Korea, hingga Afrika Selatan untuk penjajakan. Kini, delegasi kementerian Afrika datang langsung ke UM,” terangnya.
Ke depan, UM merencanakan penyelenggaraan full workshop internasional yang melibatkan 22 negara pada September 2025. Kegiatan ini bertujuan memperkuat kolaborasi riset di berbagai bidang, mulai dari energi, pengelolaan air, pengelolaan sampah, perubahan iklim, hingga sport science, psikologi, dan pendidikan lingkungan.
“Kami ingin UM jadi hub konsorsium antara Indonesia dan Afrika. Skemanya bergilir, setahun di Indonesia, setahun di Afrika,” ungkap Prof Markus lebih lanjut.
Inisiatif itu juga sejalan dengan Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya tujuan ke-4 tentang Pendidikan Berkualitas, ke-13 tentang Penanganan Perubahan Iklim, dan ke-17 tentang Kemitraan Global.
Konsorsium didukung oleh Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTNBH) Jawa Timur dan platform JatimPro, dengan potensi pendanaan bersama yang diperkirakan mencapai Rp 2 miliar.
“Kami ingin UM jadi titik temu jejaring nasional dan internasional,” lanjut Prof. Markus.
Seluruh upaya strategis tersebut menunjukkan komitmen UM dalam mendukung program Kampus Berdampak yang dicanangkan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek).
Melalui kolaborasi global berbasis riset dan inovasi, UM menegaskan diri sebagai perguruan tinggi yang tidak hanya unggul secara akademik, tetapi juga memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat, bangsa, dan dunia.