Advertorial

Komunikasi Pasangan Hambar Setelah Menikah? Ini Cara Memperbaikinya

Kompas.com - 23/07/2025, 08:00 WIB

KOMPAS.com – Komunikasi tidak hanya bermakna tentang banyaknya kata yang terucap, tetapi juga seberapa banyak mendengar.

Rizal dan Sarah sudah dua tahun menikah. Mereka tinggal di rumah dan tidur di kamar yang sama, dengan masing-masing menjalani rutinitas yang saling bersinggungan. Namun, rumah tersebut terasa sunyi sejak keduanya bertengkar dua bulan lalu.

Emosi mereka kini memang telah mereda, amarah perlahan padam, bahkan ingatan tentang konflik itu mulai memudar. Meski begitu, ada sesuatu yang hilang. Percakapan Rizal dan Sarah sekarang hanya soal jadwal pulang, menu makan malam, atau kebutuhan rumah tangga.

Selain itu, tak ada lagi obrolan ringan yang mengalir dan candaan yang menyambung antara mereka. Semuanya menjadi fungsional, praktis, tapi hambar. Kondisi ini sangat berbeda jika dibandingkan saat Rizal dan Sarah masih berpacaran.

Sering kali terdengar kalimat bahwa pernikahan sebagian besar isinya adalah obrolan. Namun, bagaimana jika obrolan justru menjadi hal yang paling sulit dilakukan dalam pernikahan?

Dalam tulisan Nyarks dan Hope pada 2022, disebutkan bahwa komunikasi bukan sekadar bertukar kata. Komunikasi adalah tentang cara seseorang mendengar, merespons, dan hadir secara utuh dalam percakapan.

Penelitian Haris dan Kumar (2018) dan Kim (2019) juga menunjukkan bahwa komunikasi yang efektif berkorelasi dengan kualitas hubungan yang lebih tinggi. Komunikasi yang baik akan meningkatkan rasa percaya, keintiman, dan kepuasan dalam pernikahan.

Sayangnya, menjaga komunikasi tetap sehat bukan perkara mudah. Data Badan Pusat Statistik tahun 2024 mencatat, lebih dari 62 persen perceraian di Indonesia disebabkan oleh pertengkaran dan perselisihan terus-menerus.

Banyak pasangan pada akhirnya memilih diam, bukan karena tidak peduli, melainkan karena tidak tahu harus memulai komunikasi dari mana. Padahal, menghindari komunikasi justru menciptakan jarak emosional yang makin sulit dijembatani.

Esere dan Oladun pada 2014 menyebutkan, komunikasi yang sehat memberi ruang untuk perasaan, pemikiran, dan harapan tanpa harus menyakiti satu sama lain. Oleh karena itu, pasangan memerlukan ruang aman untuk belajar kembali berbicara tanpa menyakiti dan mendengar tanpa menghakimi.

Salah satu bentuk dukungan profesional yang dapat dimanfaatkan adalah Layanan Pasangan, Rumah Tangga, dan Pernikahan dari Unit Konsultasi Psikologi Universitas Gadjah Mada (UKP UGM).

Layanan tersebut ditangani oleh para psikolog berpengalaman dengan pendekatan berbasis ilmiah. Fokus utamanya adalah membantu pasangan memahami dinamika hubungan secara lebih mendalam.

Layanan Layanan Pasangan, Rumah Tangga, dan Pernikahan UKP UGM terbuka, baik untuk pasangan yang sedang menghadapi tantangan maupun mereka yang ingin membangun fondasi komunikasi yang lebih kokoh.

Mengikuti konseling bukanlah tanda bahwa hubungan telah gagal. Sebaliknya, konseling merupakan langkah sadar untuk merawat hubungan melalui kehadiran, empati, dan keinginan untuk tumbuh bersama.

Informasi lebih lanjut mengenai layanan pasangan dan keluarga dapat diakses melalui WhatsApp di nomor (+62) 857-5916-1581, akun Instagram @ukpugm, atau laman resmi UKP di ukp.psikologi.ugm.ac.id.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau