KOMPAS.com - Transformasi sebuah usaha keluarga menjadi merek lokal yang diperhitungkan secara nasional bukanlah perkara mudah. Namun, Sri Kustamaji, pemilik Pelita Lumpang Mas, berhasil membuktikan bahwa dengan inovasi, kerja keras, dan dukungan yang tepat, produk tradisional pun dapat menembus pasar modern.
Usaha sambal pecel ini berawal dari tangan dingin sang ayah, Sri Suharto, yang merintis usaha pada awal 1990-an di Pacitan, Jawa Timur. Saat itu, proses produksi dilakukan sepenuhnya secara manual dengan kemasan plastik sederhana dan label hasil fotokopi.
Pada awal 2000-an, tongkat estafet usaha berpindah ke Sri Kustamaji. Ia memutuskan untuk melakukan transformasi total pada kemasan, desain logo, serta variasi produk agar lebih sesuai dengan selera pasar masa kini.
Langkah berani Sri Kustamaji membuahkan hasil. Pelita Lumpang Mas kini menjadi salah satu produk sambal khas Pacitan dengan daya saing tinggi, bahkan mampu menembus pasar nasional dengan omzet bulanan yang telah mencapai ratusan juta rupiah.
“Kami ingin membawa kekhasan sambal pecel Pacitan ke seluruh Indonesia,” ujar Sri Kustamaji dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (23/7/2025).
Kekhasan sambal pecel tersebut terletak pada penggunaan jeruk purut sebagai bahan utama, menggantikan kencur yang umum dipakai di daerah lain. Selain memberikan aroma yang lebih segar, jeruk purut juga memberikan warna yang cerah dan menarik.
Tak hanya dari sisi bahan, proses produksi juga menjadi perhatian utama. Pelita Lumpang Mas memadukan teknologi dengan sentuhan tradisional. Salah satu contohnya adalah proses pengolahan kacang tanah yang tidak digoreng, melainkan dipanggang di oven. Hasilnya, sambal pecel menjadi lebih sehat, rendah minyak, dan dapat bertahan hingga satu tahun tanpa bahan pengawet.
“Beberapa proses tetap kami lakukan secara manual untuk menjaga kualitas rasa. Misalnya, proses pencampuran bumbu masih menggunakan lumpang, sesuai filosofi nama merek kami,” jelas Sri Kustamaji.
Transformasi usaha Pelita Lumpang Mas tidak lepas dari peran PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI melalui program pemberdayaan usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Sejak 2020, Sri Kustamaji aktif mengikuti berbagai pelatihan yang diinisiasi BRI, termasuk grup pelatihan dan expo yang mempertemukan pelaku UMKM dengan pembeli mancanegara. Puncaknya terjadi pada BRI UMKM EXPO(RT) 2025, saat Pelita Lumpang Mas meraih juara kedua dan mencatat lonjakan permintaan yang signifikan.
“Program pemberdayaan BRI benar-benar membuka banyak peluang bagi pelaku UMKM seperti kami. Harapan saya, program ini terus diperkuat dan menjangkau lebih banyak pelaku usaha di seluruh Indonesia,” tutur Sri Kustamaji.
Kini, setiap bulan, Pelita Lumpang Mas memproduksi hingga 20.000 kemasan sambal pecel dengan harga rata-rata Rp 45.000 per unit.
Selain di Pacitan, Sri Kustamaji juga telah membuka kantor di Jakarta dan sedang menjajaki ekspansi produksi ke wilayah lain di Indonesia.
“Langkah ini tak hanya efisien dari sisi logistik, tetapi juga berdampak positif pada perekonomian lokal, terutama dalam penyerapan tenaga kerja dan pemberdayaan petani bahan baku,” tambahnya.
Pada kesempatan terpisah, Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi menyampaikan bahwa pencapaian Pelita Lumpang Mas menjadi bukti nyata kontribusi program pemberdayaan BRI dalam mendorong UMKM naik kelas.
Ia menyatakan, BRI terus berkomitmen menjadi mitra pertumbuhan bagi pelaku UMKM di seluruh Indonesia.
“Melalui pembiayaan serta program pelatihan, pendampingan, dan akses pasar melalui expo dan pameran, kami ingin memastikan UMKM seperti Pelita Lumpang Mas tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang dan bersaing di pasar nasional bahkan global,” ujar Agustya.
BRI meyakini, UMKM seperti Pelita Lumpang Mas merupakan tulang punggung perekonomian nasional.
Melalui berbagai program pemberdayaan, BRI berkomitmen menciptakan dampak nyata dan berkelanjutan bagi pelaku usaha lokal.