KOMPAS.com - Perjalanan 602 lulusan Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) menuju kelulusan dipenuhi kisah perjuangan yang membekas.
Salah satunya datang dari Shintia Pricillia Tundunaung, lulusan Fakultas Teologi yang dikukuhkan langsung oleh Rektor UKSW Profesor Intiyas Utami dalam Wisuda Periode III Tahun 2025 di Balairung Universitas, Kamis (24/7/2025).
Momen mengharukan terjadi saat Rektor Intiyas menyampaikan kisah luar biasa dari orangtua Shintia, Jemi Tundunaung dan Martha Mailuas. Keduanya berhasil selamat dari tragedi kebakaran Kapal Motor (KM) Barcelona V di perairan Pulau Talise, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara.
Meskipun baru saja mengalami musibah besar, kedua orangtua Shintia tetap hadir untuk menyaksikan wisuda putri mereka.
Air mata tak terbendung saat nama Shintia dipanggil dalam sambutan Rektor Intiyas di hadapan ratusan lulusan.
Rektor Intiyas turun dari podium dan memeluk keluarga Shintia sebagai bentuk penghormatan atas ketabahan dan cinta orangtua yang luar biasa.
Ketua Senat Universitas Profesor Apriani Dorkas Rambu Atahau, SE, MCom, PhD, turut memberikan pelukan hangat kepada Shintia. Aksi ini menciptakan momen penuh empati yang menggetarkan ruangan.
“Kami bersyukur keluarga bisa sampai di Salatiga dengan selamat. Semoga wisuda ini menjadi titik awal perjuangan Shintia untuk tetap bersemangat menjadi pemimpin dan membanggakan keluarga, UKSW, dan bangsa,” tuturnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Sabtu (25/7/2025).
Badai telah berlalu
Kini badai telah berlalu. Kisah pilu yang dialami kedua orangtua Shintia berubah menjadi sukacita.
Mereka bisa hadir secara langsung di Balairung Universitas dengan senyum bahagia menyaksikan putri tercintanya memakai toga dan dikukuhkan di antara ratusan lulusan.
Saat dijumpai seusai prosesi wisuda, senyum bahagia Shintia menyiratkan ungkapan syukur yang tak terucap. Sebab, momen bersejarah dalam hidupnya bukan hanya sekadar pencapaian akademik semata, melainkan simbol pengharapan, kekuatan, dan keajaiban.
“Puji Tuhan, hari ini saya boleh diwisuda dan ditemani oleh orangtua tercinta. Suatu kesaksian hidup yang luar biasa. Perjalanan orangtua untuk hadir di sini tidaklah mudah. Mereka harus berjuang untuk selamat,” tutur Shintia.
Lulusan asal Kabupaten Kepulauan Talaud ini menceritakan bahwa di tengah perjalanan orangtuanya menuju Salatiga, kapal yang mereka tumpangi mengalami kebakaran dan seluruh penumpang harus melompat ke laut demi menyelamatkan diri.
Sang ayah Jemi Tundunaung menceritakan, perjalanan yang ditempuh memakan waktu dua hari, terhitung sejak Sabtu (19/07/2025).
Awalnya, kapal dijadwalkan berangkat pukul 17.00 WIB, tetapi ditunda karena cuaca buruk.
Setelah menunggu cukup lama, kapal akhirnya berangkat pada pukul 24.00 WIB. Keesokan harinya, pukul 13.00 WIB kapal mengalami kebakaran.
Menurut pengakuan Jemi, seluruh penumpang terpaksa melompat ke laut dan terapung di permukaan air selama satu hingga dua jam sebelum diselamatkan.
“Saat terapung di air, saya sempat terpisah dengan istri dan bibi Shintia. Saya berusaha berenang untuk mencari mereka dan puji Tuhan bisa bertemu kembali,” katanya.
Jemi mengaku, tidak ada satu barang pun yang bisa diselamatkan. Semua hangus terbakar bersama kapal.
Ia mengungkapkan bahwa keselamatan para penumpang tidak terlepas dari pertolongan warga Desa Gangga.
“Begitu mengetahui kejadian tersebut, warga yang memiliki perahu segera bergerak untuk menolong kami,” ungkap Jemi.
Setelah dievakuasi ke Pulau Gangga, ia bersama istri kembali melanjutkan perjalanan, sementara bibi Shintia yang mengalami luka-luka harus dirawat di rumah sakit Manado.
Dari Manado, keduanya menaiki pesawat menuju Jakarta, lalu melanjutkan perjalanan ke Semarang menggunakan kereta api.
Akhirnya, mereka tiba di Salatiga pukul 19.45 WIB pada Senin (21/07/2025). Selama menunggu wisuda, Jemi dan Martha tinggal bersama di kos milik Shintia.
Jejak doa yang dikabulkan
Jemi tidak bisa menyembunyikan rasa syukurnya. Setiap senyuman mencerminkan jejak doa yang dikabulkan.
“Tuhan itu baik, kami sangat kagum atas keberhasilan Shinta saat ini. Kesuksesan anak adalah kebanggaan bagi orangtua. Setelah melewati badai tersebut, kami sangat bahagia bisa berkumpul kembali bersama anak-anak tercinta,” ujarnya.
Jemi juga menyampaikan ungkapan terima kasih kepada UKSW karena menanamkan nilai humanis bagi mahasiswanya.
“Kami mendorong anak kami berkuliah di UKSW karena meyakini bahwa Kota Salatiga dan kampus ini memiliki nilai humanis yang tinggi hingga dapat menyaksikan Shintia menyelesaikan studinya dengan baik,” imbuhnya.
Perjalanan panjang melewati badai menjadi kisah inspiratif yang membawa cahaya harapan bagi banyak orang. Kini, Shintia bisa merayakan kelulusannya bersama orang-orang tercintanya.
Wisuda Periode III Tahun 2025 menjadi wujud nyata UKSW terhadap program Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Diktisaintek) Berdampak.
Program tersebut selaras dengan Asta Cita keempat, yakni memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, dan pendidikan.
Selain itu, agenda ini juga merupakan kontribusi nyata UKSW dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) poin keempat terkait pendidikan berkualitas.
Berdiri sejak 1956, sebagai perguruan tinggi swasta (PTS), UKSW telah terakreditasi unggul. Kampus ini memiliki 15 fakultas dan 64 program studi (prodi) di jenjang diploma 3 (D3) hingga strata 3 (S3). Sebanyak 32 prodi di antaranya merupakan prodi unggul dan terakreditasi A.
Terletak di Salatiga, universitas yang dikenal dengan julukan Kampus Indonesia Mini ini mencerminkan keragaman mahasiswanya yang berasal dari berbagai daerah.
Selain itu, UKSW juga dikenal sebagai “Creative Minority” atas perannya sebagai agen perubahan dan inspirasi bagi masyarakat.