KOMPAS.com — Bayangkan seorang remaja duduk di sudut kamar sambil menatap layar ponselnya hingga larut malam.
Di satu sisi, ia merasa terhubung dengan dunia luar. Namun, di sisi lain, muncul rasa cemas, tekanan untuk tampil “sempurna”, dan rasa tidak cukup.
Itu adalah realita banyak remaja hari ini. Banyak dari mereka hidup dalam dunia digital yang tak pernah tidur.
Media sosial bukan lagi sekadar alat komunikasi, melainkan ruang untuk mengekspresikan diri, membentuk identitas, mencari pengakuan, dan membangun koneksi sosial. Namun, seperti dua sisi mata uang, media sosial juga menyimpan risiko.
Riset yang dilakukan McCashin dan Murphy pada tahun 2023 serta Bozzola dkk. pada tahun 2022 menunjukkan bahwa platform media sosial, seperti TikTok, Instagram, dan YouTube, kini mendominasi keseharian remaja dan sangat memengaruhi cara mereka berinteraksi ataupun memandang diri sendiri.
Masa remaja merupakan fase penting dalam pencarian jati diri. Pada masa ini, kebutuhan akan validasi sosial semakin tinggi. Pada titik inilah media sosial bisa menjadi “bumerang”.
Penelitian yang dilakukan oleh Weigle dan Shafi pada 2024 serta Agyapong-Opoku dkk. pada 2025 mengungkapkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan berkaitan erat dengan peningkatan risiko gangguan kecemasan, depresi, masalah citra tubuh, hingga munculnya pikiran untuk mengakhiri hidup.
Tak hanya itu, media sosial juga membuka celah bagi berbagai bahaya lain, mulai dari kecanduan digital, perundungan siber, paparan konten negatif, hingga kejahatan daring.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, terdapat 41 kasus anak sebagai korban pornografi dan kejahatan siber pada 2024.
Untuk menjawab tantangan itu, dibutuhkan pendekatan holistik yang meliputi strategi promotif, preventif, hingga kuratif.
Langkah pertama dimulai dari edukasi. Remaja perlu dibekali dengan pemahaman tentang etika digital, pengelolaan emosi, regulasi diri, serta keterampilan sosial untuk mendukung penggunaan media sosial secara sehat dan bertanggung jawab.
Peran orangtua juga penting. Tidak hanya berperan sebagai pengawas, orangtua juga perlu menjadi role model yang mencontohkan kebiasaan digital yang sehat.
Sebagai contoh, orangtua perlu membatasi waktu layar, membangun komunikasi terbuka tentang risiko digital, dan menyemai budaya saling percaya di rumah.
Sekolah juga memegang peran strategis. Melalui program literasi digital dan pelatihan penggunaan media sosial secara bijak, sekolah dapat menjadi benteng awal dalam membentuk karakter digital remaja.
Remaja yang sudah menunjukkan tanda-tanda kecemasan digital, ketergantungan pada media sosial, ataupun perilaku menyimpang perlu mendapatkan pendampingan aktif.
Pendampingan tersebut dapat dilakukan oleh guru, konselor sekolah, hingga tenaga profesional di bidang kesehatan mental.
Intervensi sejak dini akan jauh lebih efektif jika dibandingkan penanganan di tahap krisis.
Untuk kasus-kasus yang lebih serius, remaja dianjurkan melakukan konseling psikologis dan terapi individual.
Hal itu karena remaja berhak mendapatkan ruang aman untuk berbicara, memproses emosi, dan memulihkan diri dengan bantuan tenaga profesional yang kompeten.
Sebagai bagian dari upaya konkret untuk mendampingi remaja di era digital, Unit Konsultasi Psikologi Universitas Gadjah Mada (UKP UGM) menghadirkan program pelatihan literasi digital dan anti-bullying di berbagai sekolah.
Salah satunya diselenggarakan di SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta. Program ini membekali siswa dengan keterampilan membangun lingkungan yang aman, baik di dunia nyata maupun di ruang digital.
Selain itu, UKP UGM juga membuka kolaborasi dengan berbagai sekolah dan komunitas yang ingin mengembangkan program dukungan psikologis bagi remaja. Bentuk kerja samanya mencakup asesmen, pelatihan, dan konseling yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan sekolah ataupun komunitas.
Untuk mengetahui informasi lebih lanjut atau menjalin kolaborasi program, silakan hubungi Unit Konsultasi Psikologi UGM melalui WhatsApp di nomor +62857-5916-1581. Kunjungi juga akun Instagram @ukpugm dan laman resmi UKP UGM ukp.psikologi.ugm.ac.id.