KOMPAS.com – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya bersama Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menetapkan Perubahan Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2025 pada Selasa (5/8/2025).
Penetapan dokumen tersebut menjadi langkah awal menuju pembahasan dan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan 2025 dengan prioritas utama pada pembangunan infrastruktur.
Berdasarkan rapat paripurna DPRD Surabaya, kemampuan belanja Kota Surabaya, Jawa Timur, diproyeksikan mencapai Rp 12,3 triliun. Angka ini termasuk pembiayaan alternatif berupa pinjaman dari Bank Jatim senilai Rp 450,2 miliar yang sepenuhnya dialokasikan untuk sejumlah proyek infrastruktur strategis.
Berikut adalah rincian penggunaan anggaran belanja Kota Surabaya.
Setelah dikurangi belanja wajib, APBD Kota Surabaya hanya menyisakan Rp 1,7 triliun untuk sektor pembangunan.
Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menegaskan, pihaknya mendukung percepatan pembangunan infrastruktur yang berdampak langsung bagi masyarakat Surabaya.
“Pasalnya, pembangunan infrastruktur akan mengurangi kemacetan, menekan potensi banjir, dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujarnya dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Sebelum mengesahkan Perubahan KUA-PPAS 2025, DPRD dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, serta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur, terkait pembiayaan alternatif tersebut.
Berdasarkan studi kelayakan yang dilakukan, proyek-proyek pembangunan infrastruktur tersebut berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Surabaya hingga 2 persen.
Dengan begitu, target pertumbuhan ekonomi Surabaya sebesar 5,76 persen pada 2025 lebih realistis tercapai.
Pembangunan skala kampung tetap jadi perhatian
Selain proyek berskala kota, DPRD Surabaya juga memastikan pembangunan skala kampung tetap berjalan. Program ini mencakup perbaikan jalan, saluran air, penerangan umum, renovasi balai RW, dan perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu).
“Targetnya, sebagian besar proyek kampung tuntas pada 2027,” kata Adi.
DPRD Surabaya pun menolak pengurangan anggaran untuk program pro-rakyat, terutama yang menyentuh kebutuhan dasar warga berpenghasilan rendah.
Menurutnya, pendapatan daerah dapat diperkuat melalui optimalisasi pajak dan retribusi tanpa menaikkan tarif yang memberatkan masyarakat.
“Fokus kami menekan kebocoran pendapatan daerah, termasuk pajak parkir, reklame, makanan dan minuman, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta retribusi lain. Optimalisasi harus dilakukan dengan cara kreatif dan inovatif,” tegasnya.
Dengan pembahasan anggaran yang tepat waktu, Adi berharap, Pemkot Surabaya memiliki cukup ruang untuk merealisasikan pembangunan yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.