Advertorial

Mengenal Naskah “Sang Hyang Siksa Kandang Karesian”, Warisan Budaya Jawa Barat yang Sarat Makna

Kompas.com - 20/08/2025, 12:03 WIB

KOMPAS.com — Perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Ke-80 Provinsi Jawa Barat diisi dengan prosesi pembacaan naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian.

Naskah kuno tersebut dibacakan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Rieke Dyah Pitaloka dan budayawan Iman Soleh di Gedung Merdeka, Kota Bandung, Jawa Barat, Selasa (19/8/2025).

Filolog Anggi Endrawan mengatakan, naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian bukan sekadar catatan sejarah, melainkan memuat tata aturan kehidupan, termasuk nilai-nilai kemanusiaan dan sistem pemerintahan pada masa kerajaan Sunda.

Ia menjelaskan, Sang Hyang Siksa Kandang Karesian memiliki arti mendalam. Sang Hyang berarti suci, siksa berarti ajaran, dan kandang karesian berarti aturan dengan batasan-batasannya.

“Dengan kata lain, naskah ini merupakan pedoman hidup, terutama menyangkut tata kelola kenegaraan pada zamannya,” kata Anggi dalam rilis pers yang diterima Kompas.com, Rabu (20/8/2025).

Menurut Anggi, membuka kembali isi naskah kuno bukan perkara sederhana. Hanya seorang filolog yang mampu melakukannya karena prosesnya panjang.

“Ada penelusuran naskah. Kemudian transliterasi dari aksara Sunda ke aksara Latin. Setelah itu, diterjemahkan ke bahasa Sunda atau Indonesia modern. Setelah ditransliterasi dan diterjemahkan, barulah masuk pada kajian teks,” ucapnya.

Kajian teks, lanjut Anggi, merupakan tahap penting karena bisa menggali kembali nilai-nilai local genius untuk diterapkan dalam kehidupan hari ini.

“(Tahap yang dilakukan) Pak Dedi Mulyadi (KDM) sekarang itu berada di wilayah kajian teks untuk mencari nilai kebermanfaatan yang termuat dalam naskah kuno itu sendiri,” tambahnya.

Naskah Sang Hyang Siksa Kandang Karesian ditemukan di Kabuyutan Ciburuy, Desa Pamalayan, Kecamatan Bayongbong, Kabupaten Garut.

Menurut riwayat dan klaim sepihak, ajaran dalam naskah tersebut memiliki keterkaitan erat dengan Kabupaten Sumedang hingga kini masih menyimpan ratusan naskah kuno.

“Di Kabupaten Sumedang baru satu kali pencarian saja sudah menemukan lebih dari 100 naskah. Totalnya ada 190. Sumedang itu penghasil karya intelektual sejak zaman kerajaan. Bisa dibilang menghasilkan buku, tetapi di masa kerajaan,” tuturnya.

Kekayaan intelektual tersebut, menurut Anggi, menjadi bukti bahwa leluhur Jawa Barat sudah mewariskan pengetahuan yang tinggi dan sistem kehidupan yang matang.

Ia berharap, hal tersebut dapat terus digali melalui dukungan pemerintah, khususnya Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat di bawah kepemimpinan Gubernur Dedi Mulyadi.

Anggi juga menegaskan bahwa aturan-aturan dalam naskah tersebut jika diberlakukan tidak akan mengubah sistem yang ada sekarang, tetapi justru memperkuat.

“Menurut saya, naskah ini bisa memperkuat jati diri. Sebab, setiap nilai-nilai kemanusiaan yang termuat di dalamnya tidak ada yang melenceng dari aturan yang berlaku sekarang,” tuturnya.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau