KOMPAS.com – Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum menegaskan peran penting pelindungan merek bagi pelaku usaha Indonesia yang ingin menembus pasar global.
Kepala Subdirektorat (Kasubdit) Permohonan dan Pelayanan Merek DJKI Kementerian Hukum Ranie Utami Ronie mengatakan, merek harus dipandang sebagai aset strategis.
Oleh karena itu, pelaku usaha, terutama usaha mikro kecil menengah (UMKM), didorong segera mendaftarkan mereknya melalui laman merek.dgip.go.id agar terlindungi secara hukum.
“Merek bukan sekadar nama atau logo, melainkan juga identitas, kualitas, dan cerita yang merepresentasikan kebanggaan sebuah usaha,” ujar Ranie dalam Webinar OKE KI bertema “Menembus Pasar Global dengan Merek Terlindungi” pada Senin (15/9/2025).
Ranie mencontohkan beberapa merek asal Indonesia, seperti Indomie, Eiger, Kopiko, dan Tolak Angin, berhasil menembus pasar internasional berkat pelindungan merek yang kuat.
“Bisnis boleh mati, tetapi merek dapat tetap hidup. Dengan merek yang kuat dan terlindungi, produk lokal kita bisa bersaing dan bahkan terpajang di rak-rak toko dunia,” kata dia.
Ranie menjelaskan, terdapat beberapa fase penting yang perlu dilakukan sebelum masuk ke pasar global. Pertama, merancang merek yang kuat dan memiliki daya pembeda jelas.
Kedua, membangun benteng hukum melalui pendaftaran merek sejak awal, mengingat Indonesia menganut prinsip first to file atau “siapa cepat, dia dapat”.
Ia juga mengingatkan bahwa pelindungan merek di Indonesia tidak otomatis berlaku di negara lain. Oleh karena itu, pendaftaran di negara tujuan ekspor harus menjadi prioritas strategis.
Madrid Protocol sebagai solusi
Ranie pun memperkenalkan Madrid Protocol sebagai solusi praktis pendaftaran merek di tingkat internasional. Melalui mekanisme ini, pemohon cukup mengajukan satu permohonan, dalam satu bahasa, dan menggunakan satu mata uang untuk didaftarkan di negara-negara anggota.
“Madrid Protocol adalah jalan tol bagi UMKM untuk go global. Prosesnya lebih cepat, hemat biaya, dan membuka peluang merek nasional menjadi merek global,” ujarnya.
Selain pelindungan formal, DJKI juga mendorong pelaku usaha memanfaatkan potensi lisensi dan waralaba guna meningkatkan pendapatan.
Dengan merek yang terlindungi, pemilik dapat memberikan hak pakai kepada mitra internasional untuk memperoleh royalti, atau memperluas sistem bisnis melalui skema waralaba.
Kolaborasi dengan komunitas melalui merek kolektif juga disebut sebagai salah satu strategi ekspansi yang efektif. Untuk itu, DJKI mengimbau pelaku usaha melakukan penelusuran awal melalui Pangkalan Data Kekayaan Intelektual (PDKI) serta menentukan negara prioritas sebelum melakukan pendaftaran.
“Mendaftarkan merek bukan sekadar biaya, melainkan investasi jangka panjang. Dengan merek yang dilindungi, pelaku UMKM memiliki benteng hukum yang kuat sekaligus modal untuk bersaing di tingkat global,” kata Ranie.
Melalui edukasi berkelanjutan, seperti Webinar OKE KI, DJKI berkomitmen meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya pelindungan kekayaan intelektual.
DJKI optimistis, produk-produk lokal Indonesia dapat bersaing dan menjadi legenda global dengan langkah yang tepat sejak awal.
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap, masyarakat dapat mengakses laman merek.dgip.go.id atau menghubungi layanan informasi DJKI melalui e-mail halodjki@dgip.go.id.