Advertorial

BPDLH Kenalkan Pooling Fund Bencana (PFB) di ADEXCO 2025 sebagai Inovasi Pendanaan Bencana Pertama di Dunia

Kompas.com - 19/09/2025, 09:40 WIB

KOMPAS.com – Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) sebagai Badan Layanan Umum (BLU) di bawah naungan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memperkenalkan inovasi pendanaan bencana pertama di dunia, Pooling Fund Bencana (PFB).

Inovasi tersebut diperkenalkan dalam ajang Asia Disaster Management and Civil Protection Conference (ADEXCO) 2025 yang berlangsung di JIEXPO Kemayoran, Jakarta, yang digelar dari Rabu (10/9/2025) Hingga Sabtu (13/9/2025).

Direktur Utama BPDLH Joko Tri Haryanto mengatakan, skema PFB dirancang untuk memperkuat sistem pembiayaan penanggulangan bencana nasional melalui pendekatan berkelanjutan yang mengintegrasikan penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana.

Selain itu, PFB menjadi sebuah inovasi pembiayaan yang berkelanjutan untuk menyediakan dana yang tepat sasaran, tepat waktu, tepat guna, efektif, dan memadai bagi penanggulangan bencana.

Seluruh dana utama PFB yang terhimpun akan diinvestasikan melalui instrumen jangka panjang dan jangka pendek yang aman dan optimal dengan memperhatikan pengelolaan risiko.

Lebih jauh, PFB merupakan jawaban atas keterbatasan pendekatan konvensional dalam pendanaan kebencanaan yang cenderung mengandalkan sumber pendanaan dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) ataupun anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang bersifat reaktif ketika bencana terjadi.

Pendanaan konvensional sendiri kerap kali membuat sumber pendanaan bencana memiliki ruang gerak terbatas.

Padahal, dampak dan jenis bencana di Indonesia sangat beragam dengan frekuensi keterjadian yang tinggi dan kebutuhan pembiayaan yang sering kali jauh lebih besar.

“Inovasi ini (PFB) belum ada di negara mana pun. Indonesia berani mengambil langkah nyata dengan menyatukan semua aspek dalam satu ekosistem, yaitu penghimpunan, pengembangan, dan penyaluran dana untuk penguatan penanggulangan bencana. Semuanya disertai penyaluran untuk pelindungan melalui asuransi bencana dan objek asuransi lainnya,” ujar Joko dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (18/9/2025).

Joko menambahkan, PFB tidak hanya dapat diakses untuk penguatan kegiatan penanggulangan bencana di semua fase bencana, tapi juga memperhatikan aspek pelindungan melalui transfer risiko.

Salah satu contohnya adalah dengan skema asuransi seperti yang sudah berjalan seperti asuransi barang milik negara (ABMN).

Asuransi jenis tersebut diperlukan untuk memperluas cakupan perlindungan finansial jika suatu bencana terjadi yang berakibat pada kerusakan aset negara/daerah dan/atau kerugian ekonomi.

Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, saat peluncuran program Pooling Fund Bencana (PFB) di ajang Asia Disaster Management and Civil Protection Conference (ADEXCO).Dok. BPDLH Direktur Utama BPDLH, Joko Tri Haryanto, saat peluncuran program Pooling Fund Bencana (PFB) di ajang Asia Disaster Management and Civil Protection Conference (ADEXCO).

Lebih lanjut, Joko menyampaikan bahwa PFB dibentuk dan operasionalisasinya dijalankan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2021, Peraturan BNPB Nomor 1 Tahun 2024, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 28 Tahun 2025, dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43 Tahun 2025 serta peraturan terkait lainnya.

Dengan regulasi itu, PFB diproyeksikan menjadi instrumen strategis untuk memperkuat sistem pendanaan bencana nasional.

“Pada 2025, PFB disalurkan untuk kegiatan pra-bencana dalam memperkuat kesiapsiagaan dalam aspek kesehatan, pelindungan sosial adaptif, dan memampukan daerah untuk menyiapkan standar pelayanan minimal sub-urusan, bencana baik dari aspek teknis maupun administratif,” terang Joko.

Meski penting, Joko menekankan, PFB tidak menggantikan mekanisme mekanisme pendanaan yang telah berjalan saat ini, melainkan untuk melengkapi dan menambah opsi pendanaan yang sudah ada sekarang selain dana siap pakai, hibah rehabilitasi dan rekonstruksi maupun bantuan tidak terduga.

Dengan bergitu, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah jadi memiliki opsi lain dalam bauran instrumen pembiayaan bencana sehingga tidak hanya bergantung pada satu sumber pendanaan.

Dalam praktiknya, BPDLH telah menyiapkan pola kerja sama dengan pemerintah daerah melalui mekanisme transfer risiko dengan skema asuransi kebencanaan hasil kolaborasi dengan sektor swasta.

Dana PFB akan memberikan dukungan, tapi tetap ada kontribusi dari daerah sesuai dengan kemampuan fiskal masing-masing.

Melalui kontribusi dari pemerintah daerah, kepemilikan program ini diharapkan menjadi lebih kuat.

Dengan begitu, PFB tidak hanya dipandang sebagai program pemerintah pusat, tetapi juga sebagai program bersama yang ditopang oleh daerah.

Selain itu, PFB juga membuka ruang bagi kontribusi dari sektor swasta melalui program corporate social responsibility (CSR).

Joko menjelaskan bahwa mekanisme tersebut justru membuat CSR lebih terarah karena langsung menyasar kebutuhan kebencanaan sebagai salah satu bentuk investasi yang berkelanjutan untuk mewujudkan resiliensi bangsa terhadap perubahan iklim dan risiko bencana.

“BPDLH berkomitmen untuk menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas dalam mengelola dana, yang akan menjadi kunci untuk memastikan bahwa setiap rupiah dana yang dimanfaatkan dapat diukur, dipertanggungjawabkan, dan memberikan manfaat nyata,” terang Joko.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Rp
Minimal apresiasi Rp 5.000
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau